Soloraya
Jumat, 6 Oktober 2017 - 02:00 WIB

Pembaca Loyal Enid Blyton di Soloraya Bertemu dan Berbagi Kenangan

Redaksi Solopos.com  /  Ayu Prawitasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Narasumber Pertemuan Pembaca Enid Blyton, Yessita Dewi (kiri) dengan moderator Rizka Nur Laily Mualifa, berbagi kenangan tentang novel karya Enid Blyton, Rabu (4/10/2017). Istimewa

Pembaca novel-novel Enid Blyton berkumpul.

Solopos.com, SOLO — Puluhan pembaca loyal Enid Blyton di Soloraya berkumpul dan berbagi kenangan bersama di Balai Soedjatmoko, Solo, Rabu (4/10/2017) malam. Mereka menyampaikan kesan-kesan mereka terhadap para tokoh yang diciptakan sastrawan dari Inggris itu melalui ratusan novelnya.

Advertisement

Novel pertama serial Five on Treasure yang di Indonesia dikenal dengan Lima Sekawan terbit pada 129 tahun lalu. Karya Enid Blyton, pengarang dari Inggris, pada 1942 itu, kini telah dibaca masyarakat di berbagai belahan dunia.

Edisi terjemahan dalam bahasa Indonesia yang terbit sekitar 1980 lalu tersebut kini banyak yang lusuh. Beberapa seringkali ditemui di pasar loak. Meski demikian, sejak beberapa tahun terakhir Penerbit Gramedia menerbitkan ulang beberapa seri Lima Sekawan, Malory Towers, Pasukan Mau Tahu, dan beberapa karya Enid Blyton yang lain agar bisa dibaca pembaca masa kini.

Tokoh-tokoh macam George, Julian, Anne, Dick, dan anjing mereka Timmy yang terlibat dalam berbagai petualangan seru hadir lagi pada tahun ini. Tomboinya Georgina yang hanya mau menoleh saat dipanggil George, Bibi Funny (ibu George) yang baik hati, Anne yang sangat keibuan, hidup di antara kenangan puluhan peserta Pertemuan Pembaca Enid Blyton yang dipandu Yessita Dewi dengan moderator Rizka Nur Laily Mualifa di Balai Soedjatmoko Solo.

Advertisement

Penyelenggara acara tersebut adalah komunitas sastra Pawon. Acara yang dimulai sejak pukul 19.30 WIB itu benar-benar sarat kenangan. Penggalan-penggalan memori yang dihidupkan Yessita Dewi memantik jalan ingatan yang sama di antara pencinta Enid yang hadir.

George, gadis tomboi dalam Lima Sekawan dengan karakter pembangkangnya yang menonjol, barangkali menjadi tokoh yang paling diingat para pembaca. Seorang pengunjung, wanita berusia 40 tahunan, dengan rambut pendek menyampaikan kekagumannya akan tokoh George.

Dia ingat betul bagaimana George dengan gagah berani menghadapi bahaya-bahaya yang muncul selama petulangan mereka sementara ketiga saudara sepupunya takut dan memilih mundur. Wanita itu mengakui tokoh George sangatlah inspiratif. Karakter George lah yang menjadikan dirinya seorang wanita kuat seperti sekarang. Menurut dia, menjadi wanita tidak boleh takut menghadapi dunia luar dan harus berani sejajar dengan kaum laki-laki.

Advertisement

Pembaca lain asal Solo, Arika Setyani, mengatakan mulai membaca karya Enid Blyton sejak 2000 lalu. “Ketika membaca buku Ke Sarang Penyelundup saya seekan ikut terlibat dalam kisah petualangan para tokoh dalam buku itu,” jelas dia.

Meski banyak yang memuji, namun tak sedikit pula yang mengkritik tokoh George. Mereka yang mengkritik menilai George terlalu laki-laki meskipun dia sebenarnya perempuan. Sikap Geoge yang tak mau dipanggil Georgenina, kebiasannya memakai celana pendek, bermain dengan laki-laki, hingga suka membantah, tak sepatutnya dimiki seorang perempuan.

Koordinator Pawon, Yudi Herwibowo, misalnya. Dia menilai meski novel Lima Sekawan memang sarat dengan pendidikan karakter, namun ada beberapa hal yang tidak sesuai saat dibaca anak-anak. “Misalnya berani minggat itu tidak sesuai untuk anak-anak. Beberapa pengkritik juga menilai Enid rasis karena tak ada tokoh berkulit hitam di novel-novelnya.”

Yessita mengatakan banyak sekali pendidikan karakter dalam buku-buku karya Enid Blyton. “Ajaran berbuat kebaikan kepada orang lain, misalnya, sangat banyak ditemui di novel-novel Enid. Di Malory Towers, misalnya. Perhatikan juga bahwa ada banyak tokoh perempuan dengan pesan-pesan kemandirian, keberanian, kejujuran,” terang dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif