Permasalahan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di desa Sitimulyo, Piyungan, Bantul belum ada solusi
Harianjogja.com, BANTUL – Permasalahan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di desa Sitimulyo, Piyungan, Bantul tidak terhenti hanya pada permasalahan membludaknya muatan di tempat tersebut.
Setiap harinya 500 ton sampah dari berbagai daera Sleman, Yogyakarta, dan Bantul dibuang di tempat tersebut. Namun berbagai masalah lain seperti permasalahan dengan para pemulung, warga juga beberapa kali terjadi.
Menurut Kepala TPST Piyungan Sarjani kita ditemui, Kamis (5/10/2017), permasalahan salah satunya tempat yang sebenarnya sudah tidak mampu menampung sampah-sampah tersebut.
Menurut Kepala TPST Piyungan Sarjani kita ditemui, Kamis (5/10/2017), permasalahan salah satunya tempat yang sebenarnya sudah tidak mampu menampung sampah-sampah tersebut.
“Kalau masalah banyaknya sampah disini sudah dari 2012, kami juga belum bisa ada solusi yang paing tepat,” ungkapnya. Sebenarnya permasalahan tersebut dapat diatasi dengan sistem sanitary landfill menurut Sarjani.
Tetapi ditambahkan oleh Sarjani solusi Sanitary Landfill tersebut juga memerlukan biaya yang besar. “Kalau dengan metode tersebut harus perlu biaya yang besar, sekitar Rp15.000.000/ton. Wajar hal itu mahal karena, ada alat yang untuk mengolah gas, bakar sampah, mengolah jadi tenaga listrik, pemilah organik dan non organik,”ungkapnya.
Pengurukan itu pun bisa dibilang tidak lancar, hal tersebut dikarenakan banyaknya pula para pemulung dan sapi yang ada disana, yang membuat kerja lebih lama untuk menutup sampah-sampah tersebut.
“Bagaimana lagi juga susah untuk mengatur banyak orang ditambah banyaknya sapi, wajar terkadang banyak truk hingga mengantri di bawah,” ungkap Sarjani.
Permasalahan tersebut juga ditambah beberapa alat berat yang sudah rusak atau sudah tua sehingga kurang berfungsi maksimal. Untuk permasalahan dengan warga maupun pemulung sendiri juga tidak terhindarkan, mulai warga yang mempermasalahkan bau, serta sisa sampah yang berserakan dipinggir-pinggir rumahnya.
Solusi yang coba diberikanpun berupa pemberian kompensasi, penutup sampah agar tidak lonsor, serta pengecekan kesehatan.
Menurut Ketua komunitas pemulung Makaryo Adi Ngayogyakarto, Maryono beberapa kali memang pernah ada masalah terkait penyemprotaan nyamuk yang tidak lakukan serta pemeriksaan kesehatan yang tidak dilakukan.
“Dulu pernah demo karena tidak adanya pelayanan itu, tapi sekarang sudah, walaupun tidak semua fasilitas itu,” ungkpnya.