News
Selasa, 3 Oktober 2017 - 21:00 WIB

Jokowi Sebut Isu "Penurunan Daya Beli" untuk Pemilu 2019

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi). (JIBI/Solopos/Antara/Harviyan Perdana Putra)

Presiden Jokowi menyebut isu penurunan daya beli sengaja dibuat sebagai komoditas politik jelang Pemilu 2019.

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut isu penurunan daya beli yang sengaja dibuat oleh orang politik untuk keperluan Pemilu 2019.

Advertisement

Presiden mengaku dirinya sebagai mantan pengusaha dan orang lapangan sudah benar-benar paham mengenai kondisi perekonomian Indonesia baik dalam cakupan makro maupun mikro. Banyak fakta di lapangan yang justru bisa meningkatkan kepercayaan dunia usaha.

“Saya lihatin siapa yang ngomong, [kalau orang] politik, oh enggak apa-apa. Kalau pengusaha murni, [justru] saya ajak ngomong. Kalau orang politik kan memang tugasnya itu, membuat isu-isu untuk [Pemilu] 2019, sudah kita blak-blakan saja,” kata Presiden Jokowi dalam penutupan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kadin Indonesia, Selasa (3/10/2017).

Advertisement

“Saya lihatin siapa yang ngomong, [kalau orang] politik, oh enggak apa-apa. Kalau pengusaha murni, [justru] saya ajak ngomong. Kalau orang politik kan memang tugasnya itu, membuat isu-isu untuk [Pemilu] 2019, sudah kita blak-blakan saja,” kata Presiden Jokowi dalam penutupan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kadin Indonesia, Selasa (3/10/2017).

Dia menjelaskan bahwa kepercayaan sudah terlihat dalam investment grade yang dirilis oleh Moddy’s dan Standard & Poor’s. Peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business Indonesia juga naik dari peringkat 120 menjadi 91.

Presiden Jokowi menyebut kalau fakta tersebut diragukan, maka yang meragukan sebetulnya bukan dari dunia usaha, melainkan orang politik. Bahkan, yang meragukan adalah politikus yang mempunyai sambilan dalam dunia usaha.

Advertisement

Pelaku usaha yang tidak bisa mengikuti perubahan tersebut, katanya, akan tergilas oleh perkembangan zaman. Fakta tersebut didapat dari data kenaikan industri jasa kurir yang mencapai 130% pada akhir September 2017.

Dia mengakui banyak toko yang tutup, tetapi di sisi lain permintaan sewa pergudangan justru meningkat hingga 14,7%. Dampak perubahan atau shifting dari offline menuju online memang nyata. Baca juga: Faisal Basri Sebut Daya Beli Tak Merosot, Tapi Ini yang Diwaspadai.

Pelacakan kondisi tersebut tidak bisa hanya melalui platform situs e-dagang yang besar seperti Bukalapak atau Blibli, karena banyak pedagang yang berjualan via Instagram atau Facebook.

Advertisement

“Lacaknya dari mana? Jasa kurir. Kalau saya [berpikirnya] sama dengan Bapak Ibu, yang praktis-praktis saja. Makronya harus tahu, tetapi mikronya juga harus dikejar,” tutur Presiden.

Sementara itu, imbuhnya, soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik hingga 12,14%, artinya, terdapat aktivitas ekonomi. Kemudian, pertumbuhan penerimaan pajak, dari sektor industri naik 16,36% dibandingkan dengan tahun lalu.

Hal serupa juga terjadi untuk sektor perdagangan yang naik hingga 18,7%, sektor pertambangan naik 30,1%, dan sektor pertanian yang naik 23% dibandingkan dengan tahun lalu. “Angka seperti ini gimana, masa enggak percaya,” ujarnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif