Jogja
Minggu, 1 Oktober 2017 - 09:22 WIB

TPST Piyungan Sudah Tidak Layak, Lalu?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sampah di TPST Piyungan berjubel di pinggir jalan aspal lantaran lahan tempat pembuangan sudah kelebihan muatan. Gambar diambil, Jumat (29/9/2017). (Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja)

TPST Piyungan kelebihan kapasitas

Harianjogja.com, BANTUL— Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Sitimulyo, Piyungan, Bantul kini beroperasi dengan kondisi memprihatinkan. Kapasitas TPST telah overload alias kelebihan muatan hingga 900.000 ton sampah dan memicu berbagai masalah.

Advertisement

Baca Juga : TPST PIYUNGAN : Buang Sampah ke TPST Piyungan Harus Bayar, Bantul Siapkan Anggaran
TPST Piyungan yang menampung limpahan sampah dari Kabupaten Bantul, Sleman dan Kota Jogja saat ini berada dalam kondisi memprihatinkan. Usia Tempat Pembungan Akhir (TPA) tersebut harusnya telah berakhir sejak 2012. Namun, keberadaanya terus dipaksakan menampung sampah hingga lima tahun terakhir karena tidak ada lahan alternatif lain sebagai tempat pembuangan.

Padahal dalam sehari, sebanyak 500 ton sampah dibuang ke tempat ini. Artinya dalam lima tahun terakhir sejak 2012, TPST tersebut telah menampung kelebihan muatan hingga 900.000 ton sampah.

“Jelas sudah tidak layak. Usia TPST ini sudah berakhir sejak 2012, tapi terus dipaksakan menerima kiriman sampah,” kata Kepala TPST Piyungan Sarjani, Jumat (29/9/2017).

Advertisement

Berjubelnya sampah yang melebihi kapasitas penampungan tersebut menimbulkan berbagai persoalan. Mulai dari sulitnya akses truk pengangkut sampah menumpahkan muatannya ke tengah lahan TPST lantaran tak ada lagi ruang, antrean truk sampah selama berjam-jam untuk masuk ke lokasi yang sempit, kerusakan peralatan berat karena dipaksa beroperasi terus menerus memadatkan gunungan sampah tersebut serta sejumlah masalah pelik lainnya.

Bahkan kata dia, sampah telah meluber ke jalanan karena tak ada lagi ruang yang bisa menampung dengan baik. “Jangan heran kalau lihat truk mengantre berjam-jam di sini. Karena mau membawa sampah masuk ke tengah itu sulitnya bukan main, karena sudah tidak ada ruang. TPST ini sudah tua, sudah tidak layak digunakan,” tegasnya terdengar kesal saat disambangi ke TPST.

Belum lagi dampak buruk ke para pemulung. Luberan sampah itu membuat serbuan lalat semakin menjadi-jadi terutama saat musim hujan. Tak jarang petugas TPST harus berkonflik dengan warga ikhwal keterlambatan menyemprot lingkungan sekitar TPST akibat serbuan lalat.

Advertisement

Sejatinya kata dia, Pemerintah DIY telah membeli lahan seluas 2.300 hektare yang berada di sebelah timur TPST saat ini sebagai lahan pembuangan baru. Namun memanfaaatkan lahan berupa perbukitan itu bukan semudah membalik telapak tangan. “Lahan itu pertama harus diratakan, dikeruk. Lalu dibangun akses jalannya supaya kendaraan bisa lewat. Ini belum diapa-apakan sama sekali. Pembeliannya saja baru selesai tahun ini,” tutur dia.

Alhasil, hingga lima tahun berlalu sejak 2012 TPST yang lama masih dipaksakan menerima beban sampah. Sarjani mengakui, dirinya sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) tidak bisa berbuat banyak mengatasi peliknya persoalan TPST. Sebab, pembangunan lahan baru TPST, penerapan teknologi dan sebagainya merupakan kebijakan makro Pemerintah DIY yang harus melibatkan berbagai instansi terkait.

Kepala Desa Sitimulyo, Piyungan Juweni mengatakan, kondisi buruk TPST saat ini menyebabkan limbah lindi dari lokasi tersebut tidak tertangani dengan baik. Limbah tersebut mengalir ke sungai dan mencemari lingkungan. “Sekarang ini limbah dari TPST itu makin buruk kondisinya,” tutur Juweni.  Koordinator Pemulung di TPST Maryono beberapa waktu lalu juga menyampaikan protesnya kepada pihak pengelola TPST, terkait penyemprotan lalat yang terhenti beberapa bulan terakhir, sementara kondisi lingkungan di sekitar TPST semakin buruk.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif