Soloraya
Selasa, 26 September 2017 - 16:35 WIB

PERTANIAN SRAGEN : Jelang Penutupan Dam Colo, Petani Toyogo Pilih Panen Dini

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang petani di Toyogo, Sambungmacan, Sragen, memangkas padi yang masih hijau tetapi kering dan tidak bisa berbuah karena kekurangan air, Selasa (26/9/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Petani di Toyogo, Sragen, memilih panen dini karena khawatir tanaman mati kekurangan air.

Solopos.com, SRAGEN — Sejumlah petani di wilayah Desa Toyogo, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, nekat memanen dini padi mereka karena khawatir kekurangan pasokan air dari Dam Colo Timur. Tanaman padi yang baru berusia 70 hari terpaksa dipangkas padahal umur padi saat panen seharusnya 90 hari.

Advertisement

Di sisi lain sejumlah petani mengalami gagal panen dan memilih memangkasi padinya yang hijau kering untuk makanan ternak. Para petani rugi hingga jutaan rupiah karena pasokan air saluran Colo Timur tidak sampai ke Sambungmacan. (Baca: Besok, TKPSDA Jateng dan Jatim Bertemu Bahas Penutupan Dam Colo)

Salah satu petani yang memanen dini padinya asalah Samiyem, 50, warga Dukuh/Desa Toyogo RT 005, Sambungmacan, Sragen. Pantauan Solopos.com, Selasa (26/9/2017), Samiyem memangkasi tanaman padinya yang sudah berisi tapi belum maksimal.

Advertisement

Salah satu petani yang memanen dini padinya asalah Samiyem, 50, warga Dukuh/Desa Toyogo RT 005, Sambungmacan, Sragen. Pantauan Solopos.com, Selasa (26/9/2017), Samiyem memangkasi tanaman padinya yang sudah berisi tapi belum maksimal.

Dia mengatakan tanaman padinya baru berumur 70 hari. Sementara sebagian tanaman padi lainnya baru berumur 60 hari karena baru mulai berbuah.

“Terpaksa saya pangkas daripada tidak bisa hasil sama sekali karena kekurangan air. Kalau pasokan air tidak sampai ke Toyogo ya satu patok tanaman padi saya sudah pasti tidak bisa panen. Sebenarnya kalau airnya bisa cukup, saya bisa menjual padi senilai Rp15 juta. Sekarang saya panen sendiri,” ujarnya.

Advertisement

“Kami hanya mengandalkan aliran dari Dam Colo Timur itu. Kalau airnya tidak sampai ke sini, ya dipastikan kami tidak bisa panen,” ujarnya.

Wakil Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Toyogo, Mariman, saat ditemui Solopos.com, Selasa siang, menjelaskan debit air saluran Colo Timur berkurang sejak 2-3 bulan lalu. Mariman mengaku sudah menyerahkan biaya pengairan senilai Rp700.000 kepada gabungan P3A (GP3A) sebelum jatah air sampai ke Toyogo.

“Uang itu diberikan setiap pekan. Uang itu merupakan hasil iuran para petani untuk operasional P3A Desa Toyogo. Mestinya Selasa-Kamis itu jatah kami di bawah ternyata sampai sekarang belum ada air,” ujarnya.

Advertisement

Wakil Ketua GP3A Sragen, Tri Hartono, menduga ada indikasi jual beli air irigasi di Dam Colo Timur karena ada yang berani memberi biaya melebihi Rp700.000/pekan agar air diserahkan ke kelompok tersebut. “Kalau air diperdagangkan ya petani yang rugi. Padahal kebutuhan air di Sambungmacan itu sangat banyak. Di Toyogo saja ada 200 hektare dan 40% di antaranya dipastikan gagal panen,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua GP3A Sragen, Goman Sastro Purwoko, memastikan aliran air Colo Timur sampai ke wilayah Toyogo pada Rabu (27/9/2017) ini. Dia menyampaikan air Colo Timur pada Selasa pagi masih di Masaran dan pukul 14.00 WIB sampai ke Kroyo, Karangmalang.

“Hari ini [kemarin] memang jatahnya di daerah bawah tetapi airnya tidak ada. Soal duit saya tidak tahu. Air tidak sampai itu karena banyak petani yang menyedot air di saluran Colo Timur menggunakan pompa air. Kalau tidak disedot mungkin airnya bisa sampai ke Toyogo. Mereka juga mencari air agar padinya tidak gagal panen,” tambahnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif