Jogja
Selasa, 26 September 2017 - 13:20 WIB

Pemda DIY Kesulitan Entaskan Desa Rawan Pangan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang petani menggendong jerami melewati persawahan di tengah padi yang sudah menguning dan siap panen di Desa Ngawu, Kecamatan Playen, Gunungkidul, pada awal Februari lalu. (JIBI/Irwan A. Syambudi)

Tiga kecamatan di DIY masih mendominasi desa rawan pangan

Harianjogja.com, JOGJA–Tiga kecamatan masih mendominasi desa rawan pangan. Sayangnya, tahun pemerintahan hanya targetkan pengurangan dua desa rawan pangan saja.

Advertisement

Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) DIY, jumlah desa rawan pangan di DIY pada tahun 2016 adalah 16 desa. Angka itu mengalami penurunan dari tahun 2015 yang mencapai 20 desa. Sedangkan di tahun 2017 ini, pemerintah DIY menargetkan desa rawan pangan berkurang menjadi 14 desa.

Kepala BKPP DIY Arofah Noor Indriani menjelaskan, setidaknya ada tiga indikator penting dalam menentukan peta desa rawan pangan tersebut. Ketiga indikator itu masing-masing adalah ketersediaan pangan, aksesibilitas dan faktor kemiskinan, serta kesehatan.

Advertisement

Kepala BKPP DIY Arofah Noor Indriani menjelaskan, setidaknya ada tiga indikator penting dalam menentukan peta desa rawan pangan tersebut. Ketiga indikator itu masing-masing adalah ketersediaan pangan, aksesibilitas dan faktor kemiskinan, serta kesehatan.

“Indikator ketersediaan pangan biasanya dialami desa-desa padat pemukiman yang berbatasan dengan wilayah perkotaan. Kalau di DIY, indikator desa rawan pangan paling banyak adalah terkait kemiskinan,” kata Arofah, Senin (25/9/2017).

Indikator kemiskinan itu, terbanyak memang ada di dua kabupaten, Kulonprogo dan Gunungkidul. Di Kulonprogo misalnya, jumlah desa yang tercatat di zona merah kemiskinan mencapai 10 desa. Sedangkan di Gunungkidul, setidaknya terdapat 14 desa.

Advertisement

Dengan adanya LAPM, kebutuhan pangan masyarakat itu nantinya akan dibeli untuk kemudian dijual lagi ke masyarakat yang masih rawan pangan dengan harga yang sama dengan daerah sentra produksi.

Dikatakannya, LAPM sudah tersebar di seluruh desa rawan pangan. Hanya saja yang difasilitasi pemerintah tak lebih dari empat unit saja.

Sebagai catatan, LAPM muncul di DIY sejak 2010 dan dari daerah lain sering mencontoh dari DIY. Sejauh ini ada 57 LAPM yang tersebar di seluruh DIY.
Meski begitu, pengentasan desa rawan pangan, diakui Arofah bukan tanpa kendala.

Advertisement

Selain faktor bencana dan kemiskinan, minimnya anggaran juga menjadi batu sandungan pihaknya untuk merealisasikan program tersebut. Hal itulah yang menyebabkan pemerintah lebih realistis dalam menetapkan target penanganan terhadap desa rawan bencana.

Di tahun ini saja, anggaran untuk desa rawan pangan tak lebih dari Rp150 juta saja yang bersumber dari Dana Hibah. Anggaran itu nantinya akan didistribusikan untuk beberapa kegiatan, meliputi pengembangan desa mandiri pangan, pengembangan LAPM, pengembangan kawasan rumah pangan lestari yang diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan area pekarangan, serta pengembangan cadangan pangan.

Khusus untuk LAPM sendiri, diakuinya memang hanya ada anggaran untuk 2 unit LAPM saja. “Kalau jumlah anggarannya, sekitar 25 persen dari total anggaran untuk desa rawan pangan,” tambahnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif