Kolom
Senin, 25 September 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Komunisme dan Logika Kita

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Lukmono Suryo Nagoro (istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Sabtu (23/9/2017). Esai ini karya Lukmono Suryo Nagoro, seorang editor buku yang tinggal di Kota Solo. Alamat e-mail penulis adalah lukmono.sn@gmail.com.

Solopos.com, SOLO — Mungkin kita pernah membaca pernyataan bahwa adanya kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang lebar merupakan benih munculnya komunisme. Para siswa SMP, SMA, dan mahasiswa perguruan tinggi pasti kesulitan menyangkal pernyataan di atas.

Advertisement

Pernyataan tersebut didasarkan pada kondisi perekonomian umum zaman Orde Lama. Perekonomian yang tidak dikelola dengan akal sehat berakibat uang yang beredar dengan cepat melonjak tajam dari 37% pada 1960 menjadi 302% pada 1965.

Ini menimbulkan inflasi yang meningkat dari 19% persen pada 1960 menjadi 594% pada 1965. Setahun kemudian (1966) melonjak jadi 650%. Inflasi yang membubung tinggi, harga-harga melonjak tajam, menyulitkan masyarakat membeli barang kebutuhan mereka dan pada akhirnya kemiskinan kian merebak.

Perekonomian yang memburuk mengakibatkan ketegangan politik, yaitu peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S) 1965 yang dimulai dari peristiwa penculikan sejumlah jenderal Angkatan Darat. Jika G 30 S dikaitkan dengan pernyataan adanya kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang lebar merupakan benih munculnya komunisme relasinya sangatlah lemah.

Advertisement

Kemiskinan dan ketimpangan ekonomi tidak hanya menjadi tempat tumbuh suburnya komunisme, tetapi juga fanatisme dan radikalisme agama, separatisme, dan sebagainya, namun logika itulah yang dipelihara oleh rezim Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaannya.

Belakangan ini kampanye anti komunis semakin gencar. Peristiwa terakhir adalah dibubarkannya seminar pelurusan sejarah tragedi 1965 yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Acara pada hari berikutnya yang membahas darurat demokrasi juga dibubarkan dengan alasan disusupi ajaran komunisme.  Isu komunisme terus mengalami pasang surut. Sejak 2014, ketika ada pemilihan presiden yang melibatkan Joko Widodo dan Prabowo Subianto, isu komunisme terus meliar dan melebar sampai sekarang.

Ketika melihat pasang surut isu komunisme, saya berpendapat isu ini sangat berkaitan dengan ketegangan di kalangan elite politik. Semakin tegang situasinya, akan semakin gencar pula isu-isu komunisme diamplifikasi.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Situasi sekarang semakin tegang karena penggorengan…

Semakin Tegang

Situasi sekarang semakin tegang karena penggorengan isu-isu ketimpangan ekonomi, rendahnya daya beli masyarakat, masih banyaknya pengangguran, atau hal-hal yang diasosiasikan dengan kesulitan hidup.

Advertisement

Penggorengan isu tersebut menyebabkan kesimpulan (ngawur) merebaknya kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang lebar merupakan benih munculnyakKomunisme menemukan ”kebenarannya”.

Apakah memang benar begitu? Tulisan saya tentang ketimpangan di Indonesia (Harian Solopos edisi 15 Maret 2017) menyebutkan indeks ketimpangan/indeks Gini di Indonesia adalah 0,39. Coba bandingkan dengan negara kapitalis seperti Amerika Serikat (0,45) dan Hong Kong (0,533).

Berdasarkan hal tersebut seharusnya ada banyak pejuang komunis di Amerika serikat dan Hong Kong karena ketimpangan ekonomi di negara tersebut lebih parah jika dibandingkan dengan Indonesia. Yang terjadi ternyata tidak demikian.

Sebagian besar orang Indonesia berpendapat tidak tumbuhnya komunisme di Amerika Serikat menggambarkan di negara tersebut telah ada pemerataan. Jika benar begitu, berarti memang ada kesalahan dalam berlogika.

Advertisement

Kesalahan logika merebaknya kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang lebar merupakan benih munculnya komunisme dan tidak tumbuhnya komunisme di Amerika Serikat menggambarkan di negara tersebut telah ada pemerataan telah berkembang selama masa Orde Baru dan sengaja dilanggengkan sampai sekarang.

Logika warga bangsa kita pascareformasi semakin jeblok. Berikut ini buktinya. Berdasarkan studi yang dilakukan Programme for International Student Assessment (PISA) dari 2003 hingga 2012 menunjukkan kemampuan matematika pelajar sekolah dasar Indonesia mengalami perlambatan.

Pelajaran matematika sangat berkaitan dengan logika. Perlambatan artinya terjadi penurunan skor nilai matematika dalam periode hampir 10 tahun. Ini menunjukkan pelajar menjadi bertambah bodoh dalam matematika.

Selanjutnya adalah: Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi…

Pertumbuhan Ekonomi

Advertisement

Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut, namun para pelajarnya dalam hal matematika bertambah bodoh. Perlu diketahui bahwa Indonesia mengalami pembodohan sebesar 0,7 dalam matematika.

Selain itu, kecenderungan semakin bodoh atau semakin pintar dalam matematika juga berlaku dalam membaca. Pelajar sekolah dasar di Indonesia juga mengalami proses pembodohan dalam membaca pada periode observasi tersebut dengan tingkat pembodohan sebesar 0,4.

Kalau mereka pada 2003 duduk di bangku sekolah menengah, berarti sebagian besar penduduk yang berusia 25 tahun hingga 28 tahun di negara ini sepertinya mengalami pembodohan nyata. Mereka saat ini bisa saja merupakan pendukung konseo flat earth yang logikanya tidak lagi jernih.

Ketidakjernihan logika disebabkan banyaknya indoktrinasi yang masuk dan menjejali otak mereka. Hal ini ditambah era banjir informasi. Kecenderungan semakin bodoh membuat mereka tidak mampu memilah-milah informasi mana yang benar dan mana yang hoaks.

Generasi muda negeri ini seperti telah mengalami pembodohan yang sedemikian lamanya. Mereka dijejali film propaganda tentang G 30 S dan bacaan sejarah yang merupakan bahan indoktrinasi, bukan ilmu pengetahuan yang layak diperdebatkan. Cobalah juga melihat film lain seperti Jagal, Senyap, dan Surat dari Praha yang mempertontonkan kegigihan para mahasiswa berbeasiswa ikatan dinas yang belajar di luar negeri bertahan hidup.

Tidak ada tanah air, tidak ada sanak saudara, bahkan paspor mereka dicabut. Kegigihan yang demikian perlu ditiru generasi muda sekarang. Generasi sekarang perlu banyak membaca buku-buku sejarah alternatif agar logika mereka terbuka sehingga tidak mudah dijejali hoaks dan pengetahuan palsu yang dibaca melalui pesan Whatsapp.

Kalau logika terbuka, mereka bisa mengetahui dengan pasti bahwa isu-isu kebangkitan komunisme merupakan akibat semakin meningkatnya ketegangan di kalangan elite politik dan penggorengan isu tentang kesulitan hidup yang dilebih-lebihkan.

Advertisement
Kata Kunci : G30S/PKI Gagasan Komunisme Pki
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif