Jateng
Sabtu, 23 September 2017 - 13:50 WIB

TURN BACK HOAX : Media Mainstream Harus Laksanakan Watchdog Journalism!

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dosen Komunikasi Politik Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Semarang, Suryanto, (JIBI/Solopos/Antara/Istimewa)

Turn back hoax atau menangkal kabar bohong menurut dosen salah satu kampus di Kota Semarang bisa dilakukan oleh media massa mainstream yang melaksanakan watchdog journalism.

Semarangpos.com, SEMARANG – Media massa mainstream seyogianya melaksanakan watchdog journalism atau jurnalisme pengawas guna mempersempit ruang gerak media nonpers dalam menyebarkan hoaks atau berita bohong di media sosial. Kiat turn back hoax atau penangkalan berita bohong itu disampaikan dosen komunikasi politik Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang Suryanto di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (22/9/2017).

Advertisement

Menurut dosen salah satu kampus swasta di Semarang itu, karena media massa massa-media massa mainstream tidak melaksanakan watchdog journalism, maka media massa nonpers atau media abal-abal melakukan fungsi tersebut. Itulah sebabnya, Suryanto mendorong media massa massa-media massa mainstream segera bertindak untuk teguh melaksanakan kiat turn back hoax yang dosen Stikom Semarang itu sarankan.

Pada era rezim sekarang, lanjut Suryanto, ada anggapan bahwa media massa massa-media massa mainstream tidak berpihak kepada publik, mengabaikan elemen jurnalisme first loyalty to the citizen. “Pers bawah tanah adalah opsi lain untuk memublikasikan berita atau gagasan yang tidak dipublikasikan media konvensional,” terang Suryanto.

Pemerintah dan Dewan Pers, lanjut dia, sedang memerangi hoaks, antara lain dengan menekan media nonpers yang dianggap sebagai media abal-abal. “Dewan Pers bahkan akan memasang barcode bagi media yang terdaftar di Dewan Pers untuk membedakannya dengan media nonpers,” katanya.

Advertisement

Namun, lanjut Suryanto, Dewan Pers juga mestinya sadar bahwa muncul dan menggejalanya hoaks dan media abal-abal karena media massa massa-media massa mainstream hampir semuanya tidak berimbang dalam pemberitaan. “Hal ini menjadi lahan subur bagi para pengelola media hoaks untuk berbagai kepentingan,” kata dosen Stikom Semarang itu.

Suryanto lantas mencontohkan pengungkapan sindikat Saracen oleh polisi. Menurut pengajar di salah satu kampus di Kota Semarang itu, kasus Saracen cukup besar dampaknya kepada masyarakat, khususnya bagi mereka yang selama ini belum percaya bahwa penyebaran hoaks itu ada yang mengorganisasi.

Polri mengungkapkan penangkapan tiga pimpinan sindikat Saracen yang diduga berada di balik sejumlah berita bohong dan provokatif bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di media sosial. Penyebaran hoaks itu, antara lain berisi berita yang memojokkan pemerintah, agama Islam, Kristen, dan kelompok lain yang dapat memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa.

Advertisement

Kasus hoaks, katanya lagi, bukan hanya terjadi di abad modern ini, melainkan sejak ratusan tahun lalu sudah banyak bermunculan para pemalsu yang membuat seolah-olah apa yang mereka miliki atau mereka ciptakan adalah sebuah kenyataan untuk memengaruhi atau mendapat keuntungan. Hoaks yang terjadi pada tahun 1938, misalnya muncul di kala salah satu stasiun radio menyiarkan versi dari HG Wells, War of the Worlds. Namun, buntutnya adalah histeria massal dan kepanikan bagi para pendengarnya. Siaran tersebut dibacakan oleh Orson Welles pada malam Halloween.

Kisah tersebut ditampilkan seolah-olah seperti sebuah laporan berita, kemudian di sela oleh sebuah laporan cuaca. Hal ini menyebabkan banyak orang percaya bahwa siaran berita radio tersebut tentang invasi dari Mars ke Bumi benar-benar terjadi. Pada waktu itu, sambung dia, ada serangan balasan atas siaran radio tersebut dari media massa lainnya.

Akhirnya, lanjut dia, stasiun radio CBS menyiarkan hal yang sebenarnya bahwa informasi itu merupakan narasi dari sebuah novel, kemudian media itu mengemasnya seperti sebuah pembacaan berita. “Media itu lantas berjanji untuk tidak pernah melakukan hal serupa,” kata Suryanto.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif