Soloraya
Kamis, 21 September 2017 - 21:35 WIB

BUPATI KLATEN DITANGKAP KPK : Divonis 11 Tahun Penjara, Sri Hartini Pertimbangkan Banding

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati nonaktif Klaten Sri Hartini (kedua dari kanan) dipapah pendukungnya ke ruang tahanan seusai divonis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Jateng, Rabu (20/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Bupati nonaktif Klaten, Sri Hartini, masih mempertimbangkan upaya banding atas vonis 11 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Semarang.

Solopos.com, KLATEN — Penasihat hukum Bupati nonaktif Klaten, Sri Hartini, masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang. Vonis 11 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Sri Hartini dinilai terlalu memberatkan.

Advertisement

Penasihat hukum Sri Hartini, Deddy Suwadi, mengatakan masih berunding dengan tim kuasa hukum serta Sri Hartini terkait upaya banding. “Ada beberapa hal yang belum dipertimbangkan oleh majelis hakim berkaitan dengan kasus itu. Yang memperingankan ibu [Hartini] lah. Kami anggap itu juga penting. Kalau saya berpendapat masih tidak adil dengan menghukum seberat itu. Kami berupaya semaksimal mungkin untuk koperatif. Terlepas bagaimanapun bentuknya kami berharap kalau itu memungkinkan memohon upaya hukum dalam rangka mohon keringanan ke pengadilan tinggi. Kami pertimbangkan untuk banding,” kata Deddy saat dihubungi Solopos.com, Kamis (21/9/2017).

Deddy mengatakan selama proses penyidikan hingga persidangan Sri Hartini kooperatif. Hartini juga sudah mengakui perbuatannya. Suap promosi jabatan sudah menjadi tradisi di Pemkab Klaten dari pejabat sebelumnya.

“Itu suatu kebiasaan dan memang Ibu [Hartini] tidak mampu menanggulangi kebiasaan yang ada, kemudian masuk di dalamnya akhirnya terlibat,” ungkapnya.

Advertisement

Deddy kembali menegaskan vonis yang dijatuhkan hakim terlalu berat. Ia mencontohkan mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, yang terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging divonis hukuman penjara delapan tahun.

“Patrialis saja yang seorang hakim, lebih memahami tentang aturan hukum divonis delapan tahun. Sementara Ibu itu lugu, seorang ibu rumah tangga, dan mengakui belum membaca peraturan perundang-undangan di persidangan divonis sedemikian rupa,” urai dia.

Terkait kepastian mengajukan banding, Deddy menuturkan kesempatan Hartini mengajukan banding yakni tujuh hari setelah vonis dibacakan. “Ibu [Hartini] masih shock bagaimana pun itu di luar dugaan. Untuk Mas Andi [Andi Purnomo, putra Sri Hartini] selama ini terus mendampingi Ibu. Kondisinya juga masih shock,” ungkapnya.

Advertisement

Hartini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT), Desember 2016 lalu. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap jabatan dan gratifikasi penempatan pejabat dalam susunan organisasi tata kerja (SOTK) baru.

Selain Hartini, KPK menetapkan mantan Kasi SMP Disdik Klaten, Suramlan, sebagai tersangka pemberi suap. Suramlan sudah menghadapi persidangan serta divonis hukuman 1 tahun delapan bulan penjara.

Dalam perkembangannya, KPK kembali menetapkan dua tersangka yakni Kabid Pendidikan Pembinaan SD Disdik Klaten Bambang Teguh Setya dan Sekretaris Disdik Klaten Sudirno. Bambang dan Sri Hartini diduga menerima hadiah dari Suramlan terkait pengisian jabatan kepala sekolah.

Sementara Sudirno bersama-sama Sri Hartini diduga menerima hadiah terkait proyek di Disdik pada 2016. Hingga saat ini, Bambang dan Sudirno masih aktif sebagai dua pejabat di Disdik.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif