Jogja
Selasa, 19 September 2017 - 18:55 WIB

PENTAS TEATER : Yang Lain Korupsi, Pemimpin Malah Nyanyi-nyanyi

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu fragmen dalam pementasan teater Alugara dengan lakon Republik Petruk, Sabtu (16/9/2017) di GOR Wates. (Foto istimewa/dokumen Alugara)

Pentas teater yang diadopsi dari kisah pewayangan Petruk Dadi Ratu ini diharapkan bisa mengena pada generasi muda

Harianjogja.com, KULONPROGO– Kisah bermula, saat Mustakaweni berhasil mencuri pusaka Pandawa milik Kerajaan Lojitengara, yaitu jimat Kalimasada, dengan cara menyamar sebagai Gatotkaca. Namun, jimat Kalimasada memiliki jalan kisahnya sendiri.

Advertisement

Bahkan di sebuah laga pertarungan, Srikandi yang dikenal sebagai seorang pahlawanpun, tak berhasil merebut kembali Kalimasada. Pada saat bersamaan, datang ksatria bagus bernama Priambada. Dia sedang mencari ayahnya, Arjuna. Ia meminta Srikandi membantunya. Srikandi sendiri bersedia menolong dengan syarat, sang ksatria harus pula membantunya merebut kembali jimat Kalimasada. Priambada bersedia.

Terjadilah lagi perebutan yang seru. Mustakaweni yang ternyata jatuh hati kepada Priambada, berpura-pura melawannya. Namun sesungguhnya ia membiarkan Priambada merebut jimat Kalimasada. Tetapi Priambada merasa kerepotan, akhirnya ia menitipkan jimat Kalimasada kepada Petruk.

Advertisement

Terjadilah lagi perebutan yang seru. Mustakaweni yang ternyata jatuh hati kepada Priambada, berpura-pura melawannya. Namun sesungguhnya ia membiarkan Priambada merebut jimat Kalimasada. Tetapi Priambada merasa kerepotan, akhirnya ia menitipkan jimat Kalimasada kepada Petruk.

Petruk tak tenang begitu saja menyimpan jimat tersebut. Dua dewa menggodanya, Kaladurgi dan Kanekaratena membuat Petruk berhasrat menggunakan jimat Kalimasada untuk dirinya sendiri.

“Titipan harus dimaksimalkan, kekuasaan di depan mata akan jadi milikmu. Peluang tak bakal datang dua kali,” kalimat dua dewa itu terngiang di telinganya.

Advertisement

Di tengah kepemimpinan Petruk, Kerajan Lojitengara kacau. Apa saja diperbolehkan. Korupsi asal tak ketahuan, oke-oke saja. Anehnya, Lojitengara masih tetaplah nagari yang makmur. Penyelewengan terjadi di mana-mana. Namun ironisnya, Prabu Belgeduwelbeh santai saja. Ia justru banyak makan, banyak menyanyi, dan banyak menari.

Fragmen-fragmen tadi, hanyalah sekelebat kisah dari lakon Republik Petruk, yang ditampilkan oleh teater seni Alugara, di Gedung Olah Raga Wates, Sabtu (16/9/2017) sore.

Lakon ini seakan menggambarkan keadaan Indonesia saat ini yang mulai mengabaikan keberagaman. Teater karya N. Riantiarno dan disutradarai oleh Abimanyu Prasastia Perdana itu menjadikan Petruk sebagai tokoh utama. Kepemimpinan Petruk di suatu kerajaan, justru membuat kerajaan itu terpuruk.

Advertisement

Sutradara Lakon Republik Petruk, Abimanyu Prasastia Perdana mengungkapkan, dalam pementasan teater kali ini, selain ingin menyampaikan pesan moral tentang pluralisme, Abimanyu juga menyebut ingin mengenalkan budaya Jawa pada generasi muda.

Lakon teater yang diadopsi dari kisah pewayangan Petruk Dadi Ratu ini diharapkan bisa mengena pada generasi muda.

“Orang Jawa harus kenal wayang. Kalau orang Jawa tidak kenal wayang berarti Jawanya sudah tercerabut,” kata dia.

Advertisement

Pimpinan Produksi pementasan teater Republik Petruk, Ita Lufiana mengatakan, persiapan pementasan telah dilakukan sejak dua bulan lalu. Mulai dari pemilihan pemain hingga lakon tersebut dipentaskan.

Perpaduan antara latar pewayangan, dialog jenaka dengan bumbu berbagai isu menarik rasa takjub untuk timbul. Ditambah dengan tata lampu, tata musik serta panggung yang pas, membuat teater ini asik disimak hingga akhir.

“Ini merupakan pementasan teater dengan durasi lama yang pertama di Kulonprogo, yaitu empat jam. Biasanya pementasan teater di Kulonprogo hanya berdurasi sekitar satu sampai dua jam,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif