News
Senin, 18 September 2017 - 05:00 WIB

Perguruan Tinggi Umum Rentan Disusupi Gerakan Radikal, Pemerintah Gandeng LDK

Redaksi Solopos.com  /  Ayu Prawitasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi sarjana (JIBI/Solopos/Reuters)

Perguruan tinggi rentan disusupi gerakan radikal.

Solopos.com, SOLO — Perguruan tinggi (PT) umum rentan disusupi gerakan radikal. Lembaga Dakwah Kampus (LDK) menjadi organisasi potensial untuk mencegahnya.

Advertisement

Peningkatan aktivitas keagamaan di sejumlah kampus, terutama PT umum disinyalir bisa menjadi tempat potensial berkembangnya aktivitas keagamaan yang eksklusif dan radikal.

PT umum lebih mudah menjadi target perekrutan gerakan-gerakan radikal dibandingkan PT berbasis keagamaan. Hal tersebut mengemuka dalam Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Birokasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) bekerja sama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo di Ruang Sidang II Gedung Rektorat dr. Prakosa UNS Solo, Rabu (13/9/2017).

Ketua FKPT Jawa Tengah, Najahan Musyafak, mengemukakan civitas akademika perguruan tinggi, khususnya LDK, sangat strategis untuk dilibatkan dalam pencegahan penyebaran radikalisme di kampus. LDK bersentuhan dengan masyarakat kampus, khususnya mahasiswa.

Advertisement

“Kegiatan ini cukup strategis terlebih Soloraya menjadi daerah prioritas. Menurut data, di sini banyak ditemukan kasus munculnya gerakan radikalisme,” ungkap Najahan.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Hamli, mengemukakan hasil penelitian Lembaga Penelitian Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2011 yang dilakukan di lima PT ternama di Indonesia, terdapat pola-pola gerakan radikal di Indonesia, salah satunya melalui penyusupan di organisasi-organisasi kemahasiswaan.

Kondisi itu banyak terjadi di PT umum. Kelima perguruan tinggi itu adalah UGM, UI, Unair, IPB, dan Undip. “Penelitian menunjukkan peningkatan pemahaman fundamentalisme keagamaan di kalangan mahasiswa di kampus-kampus umum,” beber Hamli. Berdasarkan survei LIPI yang dilakukan pada 2015 lalu, 4 persen orang Indonesia menyetujui kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kebanyakan berusia 19-25 tahun.

Advertisement

Perekrutan ISIS menggunakan situs-situs media sosial atau Internet. “Dan yang perlu kita sadari adalah sasaran target mereka adalah pemuda dan pemudi yang memiliki semangat perubahan besar,” jabar Hamli. Ada sejumlah elemen kunci dalam memerangi radikalisme, di antaranya sinergitas seluruh komponen bangsa. Butuh keterlibatan semua pihak, bukan hanya pemerintah.

Wakil Rektor (WR) III (Bidang Kemahasiswaan dan Alumni) UNS, Darsono, menyampaikan UNS memiliki komitmen kuat mencegah radikalisme dan terorisme. Dia menyambut baik kegiatan BNPT dan FKPT dilaksanakan di kampusnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif