Jogja
Senin, 18 September 2017 - 10:55 WIB

Kisah Widodo, Tak Tidur karena Melayani Warga yang Datang Memetik Cabainya secara Gratis

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Widodo, 25, warga Dusun Kalipakem, Seloharjo, Pundong di lahan cabai miliknya pada Minggu (17/9/2017). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Harga cabai yang terjun bebas akhir-akhir ini membuat Widodo, 25, warga Dusun Kalipakem, Seloharjo, Pundong menggratiskan cabainya untuk dipetik warga

 
Harianjogja.com, BANTUL–Harga cabai yang terjun bebas akhir-akhir ini membuat Widodo, 25, warga Dusun Kalipakem, Seloharjo, Pundong menggratiskan cabainya untuk dipetik warga.

Advertisement

Tak hanya warga setempat yang memanfaatkan kesempatan memetik cabai tanpa membayar, warga dari berbagai wilayah di DIY pun ramai-ramai datang.

Apalagi informasi bagi-bagi cabai gratis tersebut berawal dari media sosial. Pada Jumat lalu, Widodo memposting pemberitahuan melalui laman akun facebooknya. Isi mengundang bagi siapa saja yang ingin memetik cabai secara cuma-cuma untuk datang ke ladang miliknya.

Advertisement

Apalagi informasi bagi-bagi cabai gratis tersebut berawal dari media sosial. Pada Jumat lalu, Widodo memposting pemberitahuan melalui laman akun facebooknya. Isi mengundang bagi siapa saja yang ingin memetik cabai secara cuma-cuma untuk datang ke ladang miliknya.

Sontak postingan itu menjadi viral hingga Widodo kewalahan melayani warga yang datang dari berbagai wilayah di DIY. “Jumat pagi saya upload, siangnya dari Yogya dan Gunungkidul datang rombongan,” ucapnya saat disambangi di ladangnya pada Minggu (17/9/2017).

Widodo mengizinkan semua warga yang datang untuk mengambil cabai dengan dua syarat. Yaitu harus memetik sendiri dan tiap satu orang hanya boleh memetik maksimal satu kilogram cabai saja.

Advertisement

Alasan Widodo menggratiskan cabai di lahannya yang berada tidak jauh dari bantaran Sungai Opak itu akibat anjloknya harga cabai akhir-akhir ini. Menurutnya jika ia nekad memanen dan menjualnya ke pasaran, kerugian yang dialaminya akan semakin besar.

Lebih lanjut ia menjelaskan untuk memanen cabai tersebut mebutuhkan tenaga panen dua orang per hari dengan hasil panen sekitar 20 kilogram cabai. Dengan harga jual dari petani yang hanya Rp4.500 perkilogram, dipastikan bukan untung namun ia malah akan menanggung kerugian.

“Dulu modal tanam sekitar Rp2,5 juta, tapi daripada tambah rugi saya ikhlaskan dipetik warga mungkin lebih bermanfaat,” katanya.

Advertisement

Sebenarnya lahan cabai tersebut tidak luas, hanya tersisa 15 lubang dari total lahan sebelumnya yang mencapai 80 lubang. Widodo menuturkan sebagian besar tanaman cabai rawit merah tersebut mati dan gagal panen akibat tidak mendapat pasokan air. Seperti yang dialami lahan pertanian lain di wilayah itu, tanaman petani seperti jagung tidak mampu bertahan.

Selain air hujan, petani mengandalkan sumur yang sejak dua minggu terakhir juga sudah mulai mengering. Pria yang juga bekerja di sebuah perusahaan periklanan ini menjelaskan lahannya hanya berjarak sekitar 1 km dari bantaran Sungai Opak.

Namun karena lokasinya berada di lereng perbukitan dan lebih tinggi dibandingkan sungai, maka tidak ada saluran irigasi yang bisa mengaliri lahan tesebut. Lahan miliknya dan milik warga lain seluas hampir 8 hektare itu efektif ditanami ketika musim penghujan saja.

Advertisement

Jika nekad menanam saat kemarau, Widodo menyebut nasibnya akan sama seperti tanaman sayur tomat miliknya yang sudah mati jauh sebelum cabainya berbuah.

Advertisement
Kata Kunci : Cabai Bantul Cabai Gratis
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif