News
Senin, 18 September 2017 - 23:45 WIB

Kewalahan, Pemerintah Bangladesh Batasi Ruang Gerak Pengungsi Rohingya

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh (Aljazeera.com)

Pemerintah Bangladesh yang mulai kewalahan membatasi ruang gerak pengungsi Rohingya.

Solopos.com, DHAKA – Pemerintah Bangladesh melarang pengungsi Rohingya keluar dari tenda pengungsian di Cox’s Bazar. Peraturan ini diberlakukan sejak Sabtu (16/9/2017). Bukan tanpa alasan, peraturan itu dibuat agar pemerintah Bangladesh lebih mudah mendata dan menyalurkan bantuan kepada pengungsi.

Advertisement

“Pengungsi Rohingya tidak diizinkan meninggalkan tenda pengungsian. Mereka harus tinggal di tenda pengungsian sampai situasi aman dan bisa kembali ke Myanmar,” kata Sahely Ferdous, Juru Bicara Kepolisian Bangladesh, seperti dikutip Solopos.com dari Aljazera, Senin (18/9/2017).

Pemerintah Bangladesh meminta warga Rohingya tidak berlindung di rumah teman atau saudara mereka. Penduduk setempat juga dilarang menyewakan rumah bagi pengungsi. “Pengungsi Rohingya tidak diperkenankan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain melalui jalan darat, kereta api, atau jalur air, sebelum situasi aman,” demikian bunyi perintah tersebut.

Pihak Kepolisian Bangladesh telah menyiapkan pos pemeriksaan di berbagai titik untuk memastikan tidak ada warga Rohingya yang keluar dari tenda pengungsian. Pemerintah Bangladesh berencana membangun tempat pengungsian yang lebih besar guna menampung sekitar 400.000 muslim Rohingya yang datang ke Bangladesh selama tiga pekan terakhir.

Advertisement

Tempat penampungan itu bakal dibangun dalam waktu 10 hari di lokasi seluas delapan kilometer persegi yang terletak di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh. Tempat penampungan itu dibangun agar pengungsi Rohingya tidak berdesakan lagi di Cox’s Bazar.

Muslim Rohingya telah dilanda krisis dan mengalami diskriminasi selama 10 tahun terakhir. Mereka tidak diakui sebagai warga Myanmar meski telah tinggal di Rakhine selama puluhan tahun. Akibatnya, pemerintah Myanmar terus melakukan kekejaman yang dianggap PBB sebagai upaya pembersihan etnis alias genosida.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif