Kolom
Senin, 18 September 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Ayo Sowan Simbah

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Joko Setiyono (istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Kamis (14/9/2017). Esai ini karya Joko Setiyono, pustakawan di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. Alamat e-mail penulis adalah jjoko@gmail.com.

Solopos.com, SOLO — Banyak orang tidak tahu 14 September bagi bangsa Indonesia merupakan Hari Kunjung Perpustakaan. Dua puluh dua tahun lalu Presiden Soeharto mencanangkan hari berbudaya literer itu.

Advertisement

Joko Setiyono (istimewa)

Kunjungan ke perpustakaan diharapkan mampu memantik minat baca masyarakat. Bangsa Indonesia memiliki masalah akut berupa rendahnya minat membaca warga bangsa ini secara umum. Hari Kunjung Perpustakaan diramu sebagai obat agar masalah akut ini tidak terus berkepanjangan.

Untuk semakin memperbesar keberhasilan, selama satu bulan penuh September ditetapkan pula sebagai Bulan Gemar Membaca. Timbul pertanyaan menggoda atas imbaun Hari Kunjung Perpustakaan pada era digital seperti saat sekarang ini. Masih relevankah bujukan tersebut?

Kini tingkat kepercayaan masyarakat kepada Internet dan mesin pencari (search engine) begitu besar. Kini adalah saat segala tanya dan keingintahuan melabuh kepada Internet, bukan ke perpustakaan. Kini adalah ketika katalog perpustakaan kalah populer daripada mesin pencari bernama Google. Si mesin ini mendapat julukan mBah walau berusia masih seumur jagung.

Simbah atau mBah adalah julukan bernada pengakuan atas kepakaran atau keparipurnaan. Ramai-ramailah orang menyebut simbah, jadilah mBah Google. Sementara, perpustakaan yang bagi bangsa Indonesia dimaknai sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka (UU No. 43/2007) wajib berjuang keras untuk menjadi wahana pembelajaran masyarakat demi mempercepat tercapainya tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selanjutnya adalah: Mengunjungi perpustakaan setara wisata arsitektur pengetahuan…

Advertisement

Arsitektur Pengetahuan

Mengunjungi perpustakaan setara dengan wisata ke destinasi arsitektur pengetahuan. Membaca bahan pustaka yang tersedia di perpustakaan bagaikan menjelahi ruang demi ruang, pilar demi pilar, dinding, hamparan lantai, dan sebagainya. Sensasi yang muncul akan memberikan pengalaman estetis yang memperkaya batin.

Begitulah membaca bahan pustaka di perpustakaan yang perbendaharaannya sangat luar biasa. Perpustakaan merupakan instrumen penting untuk mewujudkan potensi besar dari pengetahuan yang terkandung dalam media penyimpan pengetahuan baik dalam buku, atau sebelum dan sesudah tablet tanah liat, papirus, perkamen, lontar, manuskrip, sampai dalam format portable document format (PDF).

Memasuki perpustakaan mengantarkan orang ke dalam kekuatan yang tiada tanding. Menyelami kedalaman palung pemikiran dan penelitian sesuai pilihan. Menerjemahkan diri ke waktu dan tempat yang ingin dijalani. Tidak terbelenggu dogma tunggal, namun merdeka di atas kerajaan pengetahuan.

Perpustakaan 1.000 buku yang disatukan menyajikan faedah yang jauh berbeda daripada yang bisa dipersembahkan oleh 1.000 buku di tempat terpisah.  Dalam perpustakaan terjalin komunikasi pengetahuan tidak hanya dari satu orang ke orang lain, dari satu budaya ke budaya yang lain, tapi dari satu generasi ke generasi yang lain.

Khazanah bahan pustaka menyatukan pemahaman yang menghubungkan dan memungkinkan generasi berbagi pengalaman manusia dari waktu ke waktu dan mewujudkan visi hidup manusia ke masa yang jauh. Sekali lagi, perpustakaan adalah instrumen penting untuk mengejawantahkan potensi pengetahuan untuk keabadian.

Bagi John Wood dalam Room to Read perpustakaan adalah instrumen untuk mewujudkan demokratisasi pengetahuan. Wood mendedikasikan diri bagi pendidikan anak-anak di negara berkembang. Wood telah membangun 10.000 perpustakaan selama 10 tahun. Ia memiliki misi menciptakan pembaca independen dan pembelajar seumur hidup. Semboyan Wood di Room to Read tetap konsisten yaitu perubahan dunia dimulai dengan anak-anak berpendidikan (Wood, 2014:10).

Advertisement

Selanjutnya adalah: Pada mulanya manusia menyimpan pengetahuan dalam ingatan…

Menyimpan Pengetahuan

Pada mulanya manusia menyimpan pengetahuan dalam ingatan serta mengomunikasikan secara lisan. Pengetahuan pada masa itu dikomunikasikan berdasarkan daya ingat orang per orang. Pengetahuan disimpan dan diumpankan kembali secara mnemonik dan berformula.

Walter J. Ong mengungkapkan dalam satu judul bab buku Kita Tahu Apa yang Bisa Kita Munculkan Kembali: Mnemonik dan Formula. Orang harus berpikir dengan pola mnemonik, yang dirancang agar mudah diulang secara lisan. Pemikiran harus menjelma dalam pola-pola sangat ritmis yang seimbang, dalam pengulangan atau antitesis, dalam aliterasi dan purwakanti, dalam ungkapan berepitet atau ungkapan berformula lain, dalam latar tematis standar…, dalam pepatah yang terus-menerus didengar oleh semua orang sehingga dengan mudah muncul di pikiran dan memang dipola untuk disimpan dan siap dipanggil kembali, atau dalam bentuk mnemonik lain. (Ong, 2013: 50-51).

Pada masa budaya lisan, pengetahuan disimpan dan dikomunikasikan dengan syair, ungkapan, mantra, pepatah, folklor, mitos, cerita, atau legenda. Saat manusia mengenal aksara, pengetahuan disimpan dalam benda-benda yang dapat ditulisi. Bahan pustaka masih terbatas lempeng tanah liat (clay tablets) dan berkembang perlahan dengan bahan-bahan lain yang bisa ditulisi, seperti papirus, perkamen, dan vellum.

Merunut sejarah, ”DNA” (gen pembawa sifat) perpustakaan muncul sekitar tahun 2000 SM di Sumeria, Mesopotamia, Mesir. Kala itu perpustakaan merupakan bagian dari sebuah institusi, bisa bagian dari kuil, candi, atau bagian dari perguruan/perdikan.

Advertisement

Perpustakaan sebagai penyimpan pengetahuan hanya dapat diakses oleh sekelompok pemakai terbatas. Hadirnya mesin cetak karya Gutenberg pada pertengahan abad ke-15 serta penemuan kertas sebagai bahan pustaka menjadikan buku cetak sebagai media pengetahuan utama.

Selanjutnya adalah: Pengetahuan mendapatkan media penyebaran baru…

Media Penyebaran

Pengetahuan mendapatkan media penyebaran baru yang lebih luas cakupannya dan lebih cepat. Perpustakaan mengalami perkembangan dan semakin kukuh eksistensinya. Layanan perpustakaan kepada masyarakat semakin kukuh fondasinya ketika perpustakaan melengkapi diri dengan sistem katalog dan klasifikasi.

Dewey Decimal Classification (DDC) dan Anglo-American Cataloguing Rules (AACR) menjadi pedoman penting dalam pengelolaan perpustakaan. Evolusi perpustakaan memasuki babak baru ketika teknologi komputer muncul. Pengetahuan manusia mulai dicatat ke dalam format digital, bit-bit data telah mengambil dan melengkapi fungsi tinta dan pena.

Otomasi dan digitalisasi menjadi rutinitas pekerjaan baru di perpustakaan, namun sebagai pranata sosial fungsi dasar perpustakaan untuk mengelola khazanah pengetahuan adalah terus melekat dalam setiap masa; sejak dari zaman tablet tanah liat (clay tablets), papirus, perkamen, kertas manuskrip, buku cetak, sampai tablet iPad, dan era PDF.

Advertisement

Produk teknologi informasi berupa komputer menjadi biang perubahan di segala lini kehidupan. Komputer menjadi mediator antara manusia dengan khazanah perbendaharaan pengetahuan. Komputer yang saling terhubung secara wireless maupun wired telah mengejawantahkan apa yang diangankan Sir Arthur Charles Clarke sebagai ”perpustakaan global”.

Perpustakaan diwacanakan Clarke dalam serangkaian esai majalah mulai 1958 yang akhirnya menjadi buku berjudul Profil Masa Depan yang diterbitkan pada 1962. Internet menjadi realitas virtual bagi sistem perpustakaan global sesungguhnya.

Internet menjadi padanan kata yang sebangun dengan perpustakaan persis saat perpustakaan berada dalam era buku tercetak. Internet dan mesin pencari telah mengamplifikasi ”DNA” perpustakaan secara jenius. Peran dan fungsi perpustakaan masa kini telah mengejawantah secara berkali lipat dengan hadirnya Internet serta mesin pencari.

Selanjutnya adalah: Terjadi proses yang resiprokal…

Resiprokal

Terjadi proses yang resiprokal antara perpustakaan dengan Internet. Perpustakaan berada dalam Internet atau sebaliknya Internet berada di perpustakaan, begitu sulit untuk mengidentifikasi. Pada era digital seperti saat ini format PDF menjadi standar baru bagi penyimpanan dan pendistribusian khazanah pengetahuan di perpustakaan.

Advertisement

Pemustaka generasi milenial sudah terbiasa membaca e-book melalui telepon seluler di tangan. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan iPusnas adalah contoh baik upaya perpustakaan masa kini dalam mengikuti langgam zaman. iPusnas merupakan aplikasi perpustakaan digital berbasis media sosial yang dilengkapi dengan e-reader untuk membaca e-book. iPusnas dapat diunduh lewat Google Playstore dari telepon seluler.

Dengan fitur-fitur media sosial pemustaka dapat terhubung dan berinteraksi dengan pengguna lain. Dapat memberikan rekomendasi buku yang sedang dibaca. Dapat menyampaikan ulasan buku serta mendapatkan teman baru. Membaca e-book di iPusnas jadi lebih menyenangkan karena dapat membaca ebook secara online maupun offline.

Ada beberapa fitur unggulan iPusnas. Pertama, Koleksi Buku. Ini adalah fitur yang mengantarkan pemustaka menjelajahi ribuan judul e-book di iPusnas. Pilihlah judul yang diinginkan, pinjamlah, dan bacalah hanya dengan ujung jari. Kedua, ePustaka. Ini fitur unggulan iPusnas yang memungkinkan bergabung menjadi anggota perpustakaan digital dengan koleksi beragam dan menjadikan perpustakaan berada dalam genggaman.

Selanjutnya adalah: Fasilitas untuk melihat semua aktivitas…

Semua Aktivitas

Ketiga, Feed. Ini fasilitas untuk melihat semua aktivitas pengguna iPusnas seperti informasi buku terbaru, buku yang dipinjam pengguna lain, dan beragam aktivitas lainnya. Keempat, Rak Buku. Ini merupakan rak buku virtual milik pemustaka tempat semua riwayat peminjaman buku tersimpan di dalamnya.

Advertisement

Kelima, eReader. Ini fitur yang memudahkan pembaca membaca e-book di dalam iPusnas. Selain iPusnas telah bermunculan perpustakaan-perpustakaan digital lain seperti iJak, iKaltara, ijogja, iJateng, iKaltim, dan sebagainya.

Dengan aplikasi perpustakaan digital ini kita dapat mencari, meminjam, dan membaca buku dari mana pun dan kapan pun kita mau laiknya berberkunjung ke perpustakaan konvensional karena diri kita telah diwakilkan oleh akun media sosial (Facebook) atau e-mail sebagai realitas virtual kita. Ini selaras gaya hidup kekinian. Perpustakaan benar-benar berada di ujung jari kita.

Pengertian perpustakaan masa kini berlabuh pada pemahaman bahwa perpustakaan adalah alamat terkonsentrasinya khazanah pengetahuan sehingga pengetahuan dapat diabadikan dan dikomunikasikan melintasi batas ruang dan waktu.

Selanjutnya perpustakaan merupakan wahana belajar sepanjang hayat untuk mencerdaskan kehidupan umat manusia. Jadi jangan sungkan-sungkan lagi ayo sowan simbah.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif