Jateng
Senin, 18 September 2017 - 20:50 WIB

APTRI Adukan Monopoli Gula oleh Bulog ke KPPU

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kasubdit I Industri Perdagangan dan Investasi Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Egy Andrian Suez (kedua dari kanan) memaparkan kasus dugaan produksi dan penjualan obat kuat serta pelangsing ilegal di Semarang, Jateng, Senin (18/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

APTRI kehabisan kesabaran dengan pemerintah yang tak kunjung berpihak kepada petani sehingga mengadukan Perum Bulog ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Semarangpos.com, KUDUS — Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengadukan dugaan adanya monopoli dalam penjualan gula pasir kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). “Laporan ke KPPU tersebut kami sampaikan pada tanggal 15 September 2017 beserta sejumlah alasan dan bukti yang kami miliki,” ungkap Sekretaris Jenderal DPN APTRI M. Nur Khabsyin di Kudus, Jawa Tengah, Minggu (17/9/2017).

Advertisement

Melalui laporan tersebut, lanjut dia, APTRI juga mengungkapkan keberatan dengan adanya aturan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian lewat surat nomor S-202/M.EKON/08/2017 bahwa yang membeli gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN hanya Bulog dangan harga Rp9.700/kg. Kebijakan tersebut, lanjut dia, mengindikasikan ada monopoli gula petani oleh Perum Bulog, karena pemerintah mengeluarkan kebijakan gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN dibeli Bulog dengan harga Rp9.700/kg.

Hal itu, kata dia, berdampak pada pemasaran gula petani yang hanya bisa dilakukan oleh Perum Bulog, sehingga pedagang tidak bisa membeli langsung ke petani, karena harus melalui Bulog. “Pedagang nantinya juga hanya bisa menjual gula secara eceran, tidak dalam bentuk curah lagi,” ujarnya.

Menurut dia, kebijakan tersebut tentu merugikan petani, karena petani merasa dipaksa harus menerima harga pembelian gula sebesar Rp9.700/kg. Patokan harga jual gula tersebut, kata dia, masih di bawah biaya produksi sebesar Rp10.600/kg.

Advertisement

Ia menduga, praktik monopoli penjualan gula pasir tersebut bertentangan dengan UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada Pasal 17 undang-undang tersebut, dimuat ketentuan pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selain itu, lanjut dia, pada ayat (2) dijelaskan bahwa pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya. “Pelaku usaha lain juga tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama,” ujarnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif