Soloraya
Minggu, 17 September 2017 - 11:00 WIB

Festival Payung 2017, Mangkunegaran Solo Penuh & Fashion Show Rasa Nusantara

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa SMP berswafoto di Pamedan Pura Mangkunegaran Solo, Selasa (12/9/2017). (M Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Festival Payung Indonesia digelar hingga Minggu (17/9/2017) ini.

Solopos.com, SOLO — Festival Payung Indonesia 2017 bertema Sepayung Senusantara digelar di Pamedan Mangkunegaran Solo hingga Minggu (17/9/2017) ini.

Advertisement

Hingga pagi ini, ribuan warga menikmati beragam seni instalasi payung yang digelar di Pura Mangkunegaran. Tak hanya dari Solo juga dari luar Solo.

Sementara pada Sabtu (16/7/2017) malam digelar peragaan busana. Adu kreativitas empat desainer dari empat kabupaten/kota di Indonesia tersaji di hari kedua Festival Payung Indonesia (FPI) 2017, Sabtu (16/9/2017) malam. Pendapa Ageng Pura Mangkunegaran, bersalin wajah menjadi panggung utama peragaan busana bertajuk Umbrella Fashion.

Advertisement

Sementara pada Sabtu (16/7/2017) malam digelar peragaan busana. Adu kreativitas empat desainer dari empat kabupaten/kota di Indonesia tersaji di hari kedua Festival Payung Indonesia (FPI) 2017, Sabtu (16/9/2017) malam. Pendapa Ageng Pura Mangkunegaran, bersalin wajah menjadi panggung utama peragaan busana bertajuk Umbrella Fashion.

Model memeragakan busana karya desainer asal Kota Solo, Rory Wardana, di Pura Mangkunegaran, Solo, Sabtu (16/9/2017) malam. (M. Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Di bawah pendar lampu kristal Istana yang mewah; desainer Rory Wardana (Solo), Maharani Setyawan (Klaten), Ofie Laim (Bandung), dan Dian Oerip (Jakarta), menampilkan rancangan yang menunjukkan kecintaan mereka pada wastra Nusantara.

Advertisement

Untuk representasi busana khas Bali misalnya, Rory menampilkan tube dress bergaya mermaid berbahan tenun perada yang dipadukan dengan selendang tenun merah khas Pulau Dewata. Keseluruhan penampilan makin glamor dengan aksesori hiasan kepala khas mempelai perempuan Bali.

Rancangan busana yang terinspirasi dari pakaian khas kerajaan Jogja juga istimewa. Ia membuat kebaya putih berbahan lace Prancis dan bawahan jarik batik bermotif kontemporer dengan aksen ekor menyapu lantai. Atasan busana ini dipadukan dengan cape berbahan beledu untuk luarannya.

“Yang ditampilkan malam ini mewakili cara saya mencintai keindahan Indonesia. Saya sengaja merombak image beberapa pakaian tradisional supaya lebih modern,” terang Rory.

Advertisement

Tarian

Presentasi unik lain ditampilkan desainer Dian Oerip. Dian menggandeng koreografer sekaligus penari Dhea Fandari bersama timnya untuk menampilkan sembilan rancangan bertema Riding The Wave. Desainer yang hobi menjelajah Nusantara untuk berburu wastra tradisional ini mengeksplorasi kain tenun khas Sumba untuk berkarya.

Pengrajin payung hias, Rasimun, mempresentasikan proses pembuatan payung ngepot pada acara Festival Payung Indonesia 2017 di Pura Mangkunegaran, Solo, Sabtu (16/9/2017). (M. Ferri Setiawan/JIBi/Solopos)

Advertisement

Busananya secara spesial juga dibawakan secara apik oleh peselancar belia Salini Rengganis serta maskot FPI 2017 Putri KGPAA Mangkunagara IX, Gusti Raden Ajeng Ancillasura Marina Sudjiwo. Bebunyian musik latar yang berpadu dengan suara ombak laut, derap langkah kuda, tambur, dan tiupan peluit, mengiringi pertunjukan kolaborasi tari-fesyen itu.

Dian sengaja meminimalkan jahitan dan mengaplikasikan teknik tanpa potong kain untuk memberikan penghormatan kepada para penenun Sumba yang mengolah kain dengan segenap hati.

Sebagai konsekuensi, ia menggunakan teknik ikat dan lilit. Kreativitas memadu padankan kain pemilik brand Oerip Batik itu terlihat lewat caranya memainkan kontras dan motif tenun. Hasilnya, sebuah rancangan tumpang tindih yang primitif namun artistik ala Boheimian.

Ada juga rancangan bertema Secret Garden-Treasure Hunt yang diusung desainer Ofie Laim. Ia membuat rancangan gaun bergaya kolonial khas noni-noni Belanda menggunakan material batik lawasan. Rancangan Ofie didominasi batik berwarna pastel yang lembut.

Nuansa feminin kian kental dengan bumbu tulle, renda, dan aplikasi bordir. Ia memainkannya sebagai tambahan untuk membuat presentasi ultraromantis. Salah satu rancangannya menampilkan dress batik antik peranakan Tiongkok khas pesisiran. Gaun ini dibuat midi panjang dengan potongan A dan akses ruffle tulle di bagian lengan.

Peragaan busana malam itu juga menampilkan lurik khas Klaten kreasi Maharani Setyawan. Ia mengubah wajah kain bermotif utama garis yang digunakan sejak abad kesembilan itu lebih modern menjadi short pants, atasan penguin, dress berlengan cape, hingga terusan dengan lengan terompet ultralebar.

Salah seorang penonton, Riani Candra, 29, menuturkan pergelaran busana malam itu cukup menginspirasi penyuka peragaan busana.

“Semoga ke depan makin banyak desainer yang dilibatkan. Panggungnya juga perlu dipikirkan, sehingga semua penonton dari berbagai sudut bisa jelas melihat. Ini lebar sekali untuk ukuran fashion show,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif