Jogja
Sabtu, 16 September 2017 - 21:22 WIB

Alami Kehamilan Tak Diinginkan, Nayli Tetap Dapat Bekerja, Kuliah & Asuh Anak

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Istimewa/healthdoctrine.com)

Kehamilan tak diinginkan tidak harus berakhir dengan aborsi

Harianjogja.com, SLEMAN — Tidak semua korban kehamilan tak diinginkan terpuruk. Nayli, 24, mampu bertahan dan menata hidup. Tekanan sosial akibat hamil di luar nikah tak menumbangkannya. Alih-alih aborsi, Nayli melahirkan jabang bayi dan membesarkannya secara ikhlas, meski dia adalah orang tua tunggal.

Advertisement

Pintu salah satu kafe di Ngaglik, Sleman, didorong terbuka pada tengah hari yang terik, Jumat (15/9/2017) kemarin. Senyum cerah gadis berkulit putih berjilbab menyambut dari balik daun pintu. Nayli, mahasiswi yang sudah menjadi ibu satu anak berumur tiga tahun dapat giliran sif siang. Jadwalnya cukup padat. Ia bekerja dari pagi hingga pukul 15.00 WIB. Setelah Magrib, dia diantar kekasihnya menempuh jarak sekitar 40 kilometer untuk pulang ke Magelang.

Dia sudah teramat kangen dengan putri kecilnya dan mesti bertemu barang beberapa jam saja. Keesokan harinya pada pagi-pagi buta, Nayli sudah harus naik bus agar bisa sampai di kampus negeri sebelum pukul 07.00 WIB untuk ikut ujian. Tenaganya tak boleh habis agar semua bisa berjalan baik.

“Aku enggak bisa kalau enggak ketemu anakku, tak selak-selakke [saya sempatkan], nanti biar tidur dan belajar di bus saja pas pulang ke Jogja,” ujar dia.

Advertisement

Gaya bicaranya menggebu-gebu dengan senyum yang terus mengembang, kontras dengan kehidupannya lima tahun lalu. 2012 adalah tahun suram yang melenceng jauh dari rencana hidup Nayli. Sebagai remaja yang belum pintar benar mengendalikan diri, dia berpacaran dan menjalin hubungan kelewat batas. Pada semester awal kuliah, Nayli berbadan dua. Kehamilannya tak disangka dan baru diketahui saat dia dirawat di rumah sakit karena maag. Orang tuanya murka dan sedih. Sementara, kekasihnya tak menunjukkan sikap serius untuk bertanggungjawab.

“Waktu saya ajak ketemu orang tuaku, dia menghindar, alasannya ada ujian,” kata dia mengenang, sambil agak geram. Saking dongkolnya dengan mantan pacar, Nayli ogah mengingat-ingat profilnya secara detail, seperti menyebut nama dan menjelaskan latar belakangnya.

Nayli terpukul. Dia sering kepikiran untuk menggugurkan kandungan dan dua kali mencoba mewujudkan niat itu. Upaya pertama adalah minum jamu, namun niat itu tak pernah diwujudkan. Yang kedua adalah mendatangi dokter. Ibunya, yang kini sudah almarhumah, tak keberatan dan menemaninya ke dokter untuk aborsi. Namun pada saat-saat terakhir Nayli berubah pikiran. Kala menanti giliran di ruang tunggu pasien, Nayli memutuskan memelihara dan melahirkan janinnya

Di depan dokter yang seharusnya membantu aborsinya, dia minta vitamin kehamilan agar kandungannya kuat.

Advertisement

“Pokoknya aku putuskan dengan semangat usia 20 tahun yang berapi-api. Begitulah,” ujar dia sambil tertawa.

Keputusan yang dia ambil di ruang praktik dokter kandungan beberapa tahun lalu itu diambil saat Nayli bahkan belum tahu kelak dia hidup dengan cara apa. Untungnya, mendiang ibunya, juga kakak laki-lakinya, menyokong apa pun ketetapan Nayli, entah itu aborsi atau merawat bayi yang dihasilkan dari hubungan di luar nikah.

Pada sisa kehamilannya, Nayli berpikiran positif dan mengisi hari-harinya dengan hal ihwal kebaikan.

“Agar anak saya punya energi positif yang sama,” ujar dia.

Advertisement

Perempuan kelahiran 1992 ini tetap mengikuti kegiatan kemahasiswaan, bahkan hingga larur malam hari.

“Semuanya demi menghilangkan tekanan batin,” ucap dia.

Hidup di lingkungan konservatif sangat menyulitkan perempuan yang hamil di luar nikah seperti Nayli. Tatapan tajam dan cibiran yang menyakitkan perasaan sering dia terima saat perutnya membesar. Pacarnya kurang ajar. Saat Nayli mengandung, pria yang membenamkan benih di rahimnya menyeleweng. Nayli sempat memaafkannya. Namun, ketika polah tak setia terulang, Nayli tak mau terus-terusan dicurangi.

“Ketika anak saya berumur 1,5 tahun, saya putuskan tak mau menikah dengannya. Sampai sekarang komunikasi kami putus,” kata dia.

Advertisement

Sesial-sialnya Nayli, dia masih punya keluarga dan sahabat dekat yang tak gampang menghakimi.

Baca Juga : Mengabaikan Omongan Miring

Mengabaikan Omongan Miring

Putrinya lahir sempurna pada 2013. Dan kehidupannya tambah berat. Dia harus menyusui selang beberapa jam secara rutin, kuliah, dan refreshing untuk menghilangkan penat. Cemoohan juga tak serta merta hilang.  Membagi waktu yang sangat sedikit menjadi semakin sukar karena banyak omongan miring.

“Setiap aku keluar rumah, orang bertanya kok malah main dan enggak ngurusin bayiku. Bikin stres, padahal aku juga butuh me time [waktu untuk diri sendiri],” kata dia menggerutu.

Advertisement

Lagi-lagi, kakak dan ibunya menjadi tameng dari tekanan orang-orang yang suka menghakimi. Kedua sosok tersebut menguatkan mentalnya dan membantu meringankan bebannya dengan mengasuh si bayi saat Nayli pergi.

Ibunya sekarang sudah tiada. Anaknya tinggal di Magelang, bersama kakek dan pakdenya. Nayli sekarang mengontrak rumah di Jogja. Dia yang sudah punya dua toko daring dan masih nyambi pramusaji kafe sambil kuliah itu memungkasi rindu dengan anaknya dengan cara pulang sesering dia bisa.

Tak jadi masalah jika ia harus berjaga semalaman demi bermain bersama anaknya.

“Paling utama tetap dia, semuanya harus diakalin dan dikalahin demi anakku,” ujar dia.

Nayli kini terbiasa mengacuhkan omongan orang. Hidupnya dijalani dalam lingkaran kecil yang jadi pusat kasih sayangnya. Setelah lulus kuliah, dia ingin mengembangkan bisnis agar bisa jadi pengusaha.
Pengalaman buruknya pada masa lalu membuatnya menjadi pribadi penuh percaya diri. Seperti diktum yang ditulis filsuf tersohor asal Jerman Friedrich Nietzsche dalam buku Twilight of The Idols, bahwa, “Apa yang tidak bisa membunuh kita akan membuat kita semakin kuat.”

Dia punya pesan bagi para perempuan-perempuan. Bagi para perempuan muda yang masih memiliki masa depan sangat panjang, jangan dekati seks bebas yang berisiko kehamilan. Kehamilan tak dikehendaki bukan hal yang mudah dijalani.

Adapun bagi perempuan yang sudah kadung senasib-sepenanggungan dengannya, yang kini terpaksa menutup-nutupi kehamilan lantaran malu, dan bagi mereka yang terpaksa menggugurkan kandungan lantaran ditolak lingkungan, yang jumlahnya tak sedikit (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia DIY mencatat hingga Agustus, kehamilan tak diinginkan dialami 354 remaja dan tahun sebelumnya oleh 863 remaja), Nayli berpesan, “Janin jangan diaborsi, kasihan badannya, bisa kok dijalani, itu tantangan dan pasti bisa.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif