Jogja
Jumat, 15 September 2017 - 06:22 WIB

Dinkes Investigasi Penyebab Siswa SMP Meninggal Usai Imunisasi Measless Rubella, Ini Hasilnya

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Kesehatan melihat proses imunisasi Measles Rubella di Madrasah Tsanawiyah Negeri 10, Jl. Damai, Sleman, Selasa (1/8/2017). (Gigih.M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Imunisasi Measless Rubella, DIY merupakan salah satu daerah pilot project.

Harianjogja.com, SLEMAN — Meninggalnya Nana Puspita Sari, 14, remaja asal Kecamatan Kasihan yang diduga akibat imunisasi Measless Rubella (MR) resmi dibantah oleh pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY. Mereka menegaskan penyebab meninggalnya remaja tersebut sama sekali tidak terkait dengan program pemerintah yang pencanangannya dilakukan oleh Presiden Jokowi di Yogyakarta dua bulan silam.

Advertisement

Baca Juga : Siswi SMP Meninggal Seusai Imunisasi Measles Rubella, Begini Kronologinya

Hal itu dibenarkan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska-Imunisasi (Komda PP-KIPI) DIY, Meineni Sitaresmi saat menggelar jumpa pers di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (14/9/2017). Menurut dia, siswa SMP 3 Kasihan itu meninggal bukan akibat imunisasi MR, melainkan karena penyakit lain.

“Dari hasil diagnosa dokter, pasien menderita leukimia akut,” katanya.

Advertisement

Meineni menjabarkan di usia remaja, hampir semua penyakit leukimia memang terjadi secara akut. Tak terkecuali yang menimpa Nana.

Setelah mendengar kabar meninggalnya Nana, ia dan anggota Komda PP-KIPI DIY lainnya segera melakukan rapat darurat. Tak hanya pihak Dinkes DIY dan Kabupaten Bantul yang dipanggilnya, ia pun memanggil semua tenaga medik yang terlibat, mulai dari dokter, pemberi vaksin, hingga pihak puskesmas penyedia layanan.

“Kami kumpulkan semua pihak terkait. Kami lakukan investigasi,” tegas Mei.

Advertisement

Dari hasil investigasi yang dilakukannya, ia pun menegaskan bahwa tak ada kesalahan prosedur yang dilakukan petugas medis saat melakukan vaksinasi di sekolah Nana. Sembilan orang petugas yang terdiri dari delapan orang tenaga medis dan satu orang dokter diakuinya telah menjalankan seluruh prosedur, mulai dari menanyakan kondisi anak hingga menunda pemberian vaksin kepada anak yang kondisinya tengah tidak sehat.

“Saat ditanya, pasien itu mengaku dalam kondisi sehat. Tidak mungkin juga, satu orang dokter harus memeriksa 390 anak sekaligus di sekolah tersebut,” imbuh Mei.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif