Soloraya
Selasa, 12 September 2017 - 19:15 WIB

2 Peleton Polisi Jaga Ketat Sidang Dugaan Penistaan Agama Kasek Sambirejo Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JPU berdialog dengan majelis hakim saat sidang kasus dugaan pelanggaran UU ITE dan penistaan agama di PN Sragen, Selasa (12/9/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Sidang kasus dugaan penistaan agama dan pelanggaran UU ITE digelar di PN Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Kasus dugaan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan dugaan penistaan agama dengan terdakwa Sutoto, seorang kepala sekolah dasar (SD) asal Sambirejo, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Sragen, Selasa (12/9/2017).

Advertisement

Dua peleton polisi dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang perdana kasus itu. Penjagaan ekstra tersebut dilakukan lantaran puluhan aktivis Forum Umat Islam Sragen (FUIS) ikut menyaksikan persidangan itu.

Sidang berlangsung pukul 10.30 WIB. Puluhan aktivis FUIS dan beberapa mahasiswa Solo sudah memadati kursi di belakang terdakwa. Aparat dari Satuan Sabhara Polres Sragen dan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sragen menjaga jalannya sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu.

Advertisement

Sidang berlangsung pukul 10.30 WIB. Puluhan aktivis FUIS dan beberapa mahasiswa Solo sudah memadati kursi di belakang terdakwa. Aparat dari Satuan Sabhara Polres Sragen dan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sragen menjaga jalannya sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu.

Sidang dibuka majelis hakim yang terdiri atas tiga orang, yakni Agus Ardianto, Ari Karlina, dan Wahyu Bintoro. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen mengutus Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Sri Murni sebagai jaksa penuntut umum (JPU) didampingi Suwarti dan Kusmini.

Terdakwa Sutoto duduk di kursi pesakitan didampingi penasihat hukumnya, Sri Sumanta, dari Sumareva and Associate Solo. “Kami mengerahkan dua peleton polisi untuk mengamankan jalannya sidang. Kami tidak tahu berapa kali sidang ke depan. Yang penting, kami melihat eskalasinya seperti apa dan hasil komunikasi dengan FUIS bagaimana. Kami hanya antisipasi,” ujar Pejabat Sementara Kabag Operasional Polres Sragen AKP Yohanes Trisnanto mewakili Kapolres Sragen AKBP Arif Budiman saat ditemui Solopos.com seusai sidang.

Advertisement

Ancaman hukuman sesuai pasal ini yakni penjara selama enam tahun. Selain itu, Murni juga menggunakan Pasal 156 KUHP tentang permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap sesuatu atau golongan sebagai dakwaan alternatif dengan ancaman lima tahun penjara.

“Tadi hakim sempat bertanya kepada terdakwa terkait eksepsi. Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum, terdakwa tidak mengajukan eksepsi. Jadi pada Selasa [19/9/2017] depan tinggal pengajuan saksi-saksi. Nanti bila dakwaan kesatu itu terbukti berarti dakwaan alternatif tidak dipakai,” ujarnya.

Penasihat hukum terdakwa dari Sumareva and Associate Solo, Sri Sumanta, menjelaskan terdakwa tidak mengajukan eksepsi karena wewenang peradilan ada di Pengadilan Negeri Sragen dan prosedur serta proses penyidikan hingga penahanan tidak menyalahi KUHAP.

Advertisement

“Dalam sidang sempat ada keberatan dari terdakwa tetapi yang dimaksud pada kata-kata sengaja pada surat dakwaan. Terdakwa menyakini tindakan yang dilakukannya untuk meng-share ke grup Whatsapp terkait konten dugaan penistaan agama itu tidak sengaja dilakukan,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Front Pembela Islam (FPI) Sragen, Ustaz Mala Kunaefi, menyatakan sidang dugaan penistaan agama itu dikawal sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dari FUIS, seperti FPI dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Dia mengklaim ada 50-an aktivis muslim yang ikut mengawal dalam sidang perdana itu. “Agendanya ada 26 kali sidang. Semua sidang itu akan kami kawal terus agar sidang benar-benar adik, tidak ada intervensi, dan berjalan sesuai prosedur dan normatif. Siapa pun yang salah harus dihukum,” tuturnya.

Advertisement

Sutoto dilaporkan ke polisi oleh warga Sambirejo yang mengatasnamakan FUIS pada Mei lalu lantaran menyebarkan konten yang dinilai berbau SARA dan penistaan agama. Konten dalam bentuk screenshot postingan sebuah akun Faceboook itu disebarkan lewat grup di aplikasi pesan Whatsapp.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif