Umum
Rabu, 6 September 2017 - 13:55 WIB

PFI Jogja Ajak Pengunjung Mencari Garuda Dalam Foto

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jogja menggelar pameran foto bertajuk Di Mana Garuda mulai tanggal 5 hingga 13 September 2017 di Bentara Budaya

Harianjogja.com, JOGJA –Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jogja menggelar pameran foto bertajuk Di Mana Garuda mulai tanggal 5 hingga 13 September 2017 di Bentara Budaya. Ada 48 foto tunggal dan 8 foto cerita yang dipentaskan dan sekaligus menjadi saksi yang merekam pencarian para pewarta foto tentang makna Garuda.

Advertisement

Budayawan Sindhunata yang menjabarkan maksud tema pameran ini menyatakan, jika ada pertanyaan di mana garuda? Maka mungkin ia hilang lalu dicari. Jika garuda adalah burung, maka dicari di pohon-pohon, atau di hutan-hutan. Tapi, imbuhnya, garuda bukan sekadar burung.

“Lalu apakah atau siapakah dia? Kita sendiri juga sedang meraba-rabanya. Syukur, jika situasi akhir-akhir ini sempat membuat kita jadi resah hingga berhasrat mencarinya. Kalau tidak, mungkin kita terlena, lalu lupa untuk kembali menangkapnya. Bersama PFI Jogja, kami  berusaha menangkap garuda itu dengan jepretan foto-fotonya. Ternyata di sana pun mereka tidak beroleh burung garuda. Namun, betapa pun tiada garuda di sana, kita merasa, sungguh kita menemukan garuda. Dan sebagian pertanyaan kita “di mana garuda?”, sedikit banyak terjawablah sudah,” kata Sindhunata, saat pembukaan pameran, Selasa (5/9/2017).

Menurut Romo Sindhu, panggilan akrabnya, Garuda adalah kebersamaan. Dalam kebersamaan, orang saling menghargai dan menghormati. Hal itu, imbuhnya, tergambar pada salah satu karya foto berjudul Berbagi di Hari Suci.

Advertisement

Foto karya Boy T Harjanto itu mengambarkan prosesi ritual pindapata di Pecinan Magelang. Pada foto tersebut, perempuan-perempuan, siapa saja termasuk ibu-ibu Muslim yang berhijab, memberikan sedekah pada para biksu Buddha yang sedang berjalan untuk meminta-minta. Menurutnya, tak ada rasa risih untuk memberi pada mereka yang berbeda keyakinannya.

“Karena kebersamaan, juga di hari raya Idul Fitri, orang-orang Katolik memberikan ucapan selamat Hari Raya kepada saudara-saudara Muslim. Senyum dan kegembiraan terukir di wajah-wajah mereka. Maaf lahir batin tak hanya diberikan kepada sesama Muslim, tapi juga kepada saudara-saudara lain. Orang jadi merasa terlepas dari beban, terbebas dari kesalahan, karena menerima maaf dari saudaranya di saat warga Muslim merayakan hari raya kemenangan,” terang Romo Shindu yang merujuk pada salah satu foto karya Ferganta Indra Riatmoko yang berjudul Mengucapkan Selamat Idul Fitri.

Ia melanjutkan, Garuda adalah kerinduan. Kerinduan akan saat di mana kebersamaan dan persatuan, kendati kemajemukan dan perbedaan, dapat dijaga dan diandalkan. Kerinduan itu menjadi makin dalam, di saat orang mengalami, bagaimana kebersamaan dan persatuan itu memudar, seperti terjadi sekarang.

Advertisement

Pada kesempatan yang sama, Ketua PFI Jogja, Talchah Hamid mengatakan tema Di Mana Garuda dipilih karena dirinya dan rekan-rekannya yang lain merasa terketuk dengan kondisi sosial di Masyarakat. Di mana kerap terjadi debat tak sehat di media sosial yang menonjolkan dan mempertentangkan simbol-simbol keagamaan secara berlebihan.

“Di Mana Garuda menjadi bagian dari kegelisahan para anggota PFI Jogja yang menganggap sisi-sisi kemanusiaan, keberagaman, dan nasionalisme mulai luntur. Para fotografer media cetak maupun elektronik mengemban tugas tidak hanya memenuhi pekerjaan kantor saja. Tetapi lebih dari itu, pewarta foto harus menjadi bagian dalam menyadarkan dan mengembalikan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemuda, orang tua dan seluruh lapisan masyarakat untuk bisa menjadi menjaga keharmonisan, kerukunan, solidaritas dan rasa nasionalisme,” tutupnya.

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif