Jogja
Minggu, 3 September 2017 - 07:22 WIB

PEMKAB BANTUL : Pengelolaan Sampah Desa Wisata Disusun

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Pemkab Bantul serius mengelola sampah

Harianjogja.com, BANTUL–Dinas Pariwisata Bantul sedang menyusun sistem pengelolaan sampah yang akan diterapkan pada 37 desa wisata di Bantul. Sistem ini nantinya akan terintegrasi dengan jejaring pengelola sampah nasional (JPSN) dan diharapkan mampu memberikan solusi terhadap masalah sampah yang selama ini menjadi kendala desa wisata.

Advertisement

Apalagi, menurut Kepala Bidang Kapasitas Dinpar Bantul Antoni Hutagaol, makin banyak organisasi dan fasilitas pariwisata Bantul yang berhasil berkompetisi di lomba tingkat nasional. Tahun ini saja ada satu pokdarwis (kelompok sadar wisata) dan empat homestay yang maju untuk penilaian nasional. Yaitu Pokdarwis Kampung Batik Giriloyo dan Homestay Sahara, Homestay Mulyono, Homestay Joyo dan Homestay Anang yang seluruhnya berada di Desa Wisata Kaki Langit, Mangunan.

“Tahun lalu kita sudah menang tingkat nasional yaitu Homestay Adiluhung Wukirsari dan Homestay Tembi,” katanya pada Kamis (31/8/2017).

Antoni mengatakan Pokdarwis Giriloyo tersebut memiliki keunggulan sehingga menjadi satu-satunya wakil DIY di lomba tingkat nasional. Profil yang lengkap serta program kerja yang jelas menjadi salah satu alasan. Tidak kalah penting, Antoni menyebut multi efek keberadaan pokdarwis ini bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

Advertisement

“Fungsi mereka dalam pengembangan wisata di Desa Wukirsari bisa dirasakan langsung dan terukur,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Kelembagaan Pariwisata Dinpar Bantul, Joko Wintolo menjelaskan homestay yang maju ke tingkat nasional telah berhasil lolos proses seleksi yang cukup ketat. Sehingga pihaknya yakin akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Terlebih saat ini pengelola homestay terus berbenah melengkapi seluruh unsur penilaian sesuai standar internasional namun tak meninggalkan konsep lokal. Ditilik dari bentuk bangunan yang berupa limasan dan rumah joglo.

Meski begitu Joko mengakui tidak mudah untuk menerapkan standar minimum pengelolaan homestay. Pertama dari segi fasilitas. Satu homestay memiliki kapasitas dua kamar dengan masing-masing empat tamu, ditambah extrabed. Menurut evaluasi sebelumnya, dapur dan toilet menjadi unsur yang harus banyak dipoles. Dapur biasanya tidak begitu diperhatikan oleh pengelola, padahal tamu homestay pasti akan berinteraksi dengan pemilik rumah. Tidak jarang wisatawan akan menggunakan fasilitas dapur, sehingga kebersiham dan kerapihannya wajib diperhatikan.
“Sedangkan toilet, kalau standar ASEAN harus pakai closet duduk. Sekarang pengelola sedang proses mengganti closet jongkok menjadi closet duduk,” sebutnya.

Advertisement

Evaluasi yang kedua dari segi pengelola homestay. Pemilik rumah rata-rata merupakan pemain baru yang belum pernah mengelola homestay sebagai tempat tinggal sementara wisatawan. Sehingga pihaknya harus fokus memberikan pendampingan. Untungnya,  pendampingan pengelolaan juga dibantu salah satu hotel di Jogja. Harapannya pemilik rumah dapat memberikan pelayanan prima kepada tamu atau wisatawan.

“Pengelola tidak perlu meninggalkan pekerjaan utama seperti bertani atau beternak. Asal paham caranya, pengelola dapat memberikan pelayanan prima,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif