News
Sabtu, 2 September 2017 - 00:00 WIB

Tiga Kesalahan Bahasa Ini Sering Muncul di Media Massa

Redaksi Solopos.com  /  Ayu Prawitasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Koordinator Bidang Pembinaan Bahasa Indonesia Balai Bahasa Jateng, Agus Sudono, menyampaikan materi tentang penyuntingan di FIB UNS Solo, Kamis (31/8/2017) (Ayu Prawitasari/JIBI/Solopos)

Balai Bahasa Jateng mencatat tiga kesalahan berbahasa media cetak di sekolah, perguruan tinggi, maupun media arus utama.

Solopos.com, SOLO—Tiga kesalahan itu berkaitan dengan ejaan terutama tanda baca, pilihan kata, serta penyusunan kalimat yang kurang tepat. Demikian hasil penelitian Balai Bahasa Jateng terhadap kurang lebih 10 media cetak di Solo dan Banyumas belum lama ini.

Advertisement

Penelitian tersebut menghasilkan rekomendasi berupa kegiatan Penyuluhan Bahasa Indonesia bagi Pengelola Media Cetak Kota Surakarta yang merupakan kerja sama Balai Bahasa Jateng dengan Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (FIB UNS) Solo. Acara digelar di Ruang Seminar FIB UNS, Kamis (31/8/2017).

Kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia berlangsung Selasa (29/8/2017) hingga Kamis. Peserta kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia merupakan pengelola media cetak (majalah, buletin) dan majalah dinding di SMA/SMK serta perguruan tinggi di Solo.

Salah seorang panitia yang merupakan pengkaji kebahasaan di Balai Bahasa Jateng, Sunarti, mengatakan ada banyak materi yang disampaikan sejumlah narasumber kepada para peserta sejak hari pertama. “Kami memberikan materi kebahasaan di media; praktik penulisan berita, opini, esai, praktik penyuntingan; dan masih banyak lagi lainnya,” kata Sunarti ketika dijumpai Solopos.com di sela acara, Kamis.

Advertisement

Sementara itu, Koordinator Bidang Pembinaan Bahasa Indonesia Balai Bahasa Jateng yang juga menjadi salah satu narasumber, Agus Sudono, mengatakan media di sekolah, kampus, sampai media arus utama kerap menjadi acuan warga dalam berpraktik berbahasa. “Media mainstream [arus utama] khususnya [yang jadi acuan]. Kami berharap praktik yang salah di media itu tidak lantas menjadi pegangan. Melalui pelatihan ini semoga para pengelola media kampus dan sekolah yang kelak menjadi pengelola media mainstream bisa belajar menggunakan bahasa sesuai kaidah,” jelas dia.

Setelah mengikuti pelatihan selama tiga hari, Agus berharap kesalahan ejaan, terutama yang berkaitan dengan tanda baca berkurang. “Kesalahan penempatan koma itu sering terjadi, selalu muncul. Semoga dengan pelatihan ini tidak lagi muncul kesalahan yang sama. Penempatan di sebagai awalan juga harus dipahami. Dalam kata dicek atau didesain, misalnya, di kan tidak perlu dipisah,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif