Jateng
Senin, 28 Agustus 2017 - 15:50 WIB

Petani Tebu Kudus Demo ke Jakarta, Ini Tuntutan Mereka…

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah petani tebu asal Kabupaten Kudus, Jateng, Minggu (27/8/2017) membentangkan spanduk yang berisi tuntutan yang akan disampaikan pada aksi unjuk rasa di Jakarta. (JIBI/Solopos/Antara/Akhmad Nazaruddin Lathif)

Petani tebu Kudus berangkat demonstrasi ke Jakarta demi menuntut keberpihakan pemerintah kepada mereka.

Semarangpos.com, KUDUS —  Puluhan petani tebu di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Minggu (27/8/2017), berangkat ke Jakarta untuk mengikuti unjuk rasa menuntut pengehentian impor gula yang disertai kenaikan harga pembelian gula petani oleh pemerintah.

Advertisement

“Selain itu, kami juga menuntut harga eceran tertinggi [HET] gula pasir dinaikkan menjadi Rp14.000/kg, kompensasi jaminan rendemen 8,5% dari impor tahun lalu, serta kenaikan rendemen,” papar Agus, salah seorang petani tebu asal Kudus yang ditemui Kantor Berita Antara di sela-sela persiapan menuju Jakarta bersama 49 petani lain di Kudus, Jateng, Minggu.

Tuntuan lainnya, kata dia, penghentian impor gula saat musim giling dan penyetopan impor gula maupun gula rafinasi masuk pasar, mengingat gula petani hingga kini belum terserap ke pasar. Ia berharap, pemerintah juga melakukan revitalisasi pabrik gula, sehingga produktivitasnya juga meningkat dan petani juga ikut diuntungkan.

Advertisement

Tuntuan lainnya, kata dia, penghentian impor gula saat musim giling dan penyetopan impor gula maupun gula rafinasi masuk pasar, mengingat gula petani hingga kini belum terserap ke pasar. Ia berharap, pemerintah juga melakukan revitalisasi pabrik gula, sehingga produktivitasnya juga meningkat dan petani juga ikut diuntungkan.

Terkait dengan harga gula yang dibeli pemerintah melalui Perum Bulog senilai Rp9.700/kg, kata dia, belum memberikan keuntungan terhadap petani, karena biaya produksinya saja mencapai Rp10.600/kg. Idealnya, kata dia, harga yang menguntungkan petani tebu Rp11.000/kg.

Menurut dia, sejumlah kebijakan pemerintah saat ini cenderung merugikan petani, sedangkan hasil panen tanaman tebunya justru sedang terpuruk. Akibat curah hujan tinggi, kata dia, hasil panen tanaman tebu milik petani mengalami penurunan, karena sebelumnya bisa menghasilkan 1.000 kuintal per hektare hingga 1.200 kuintal per hektare, kini turun menjadi 500 kuintal – 600 kuintal per hektare.

Advertisement

Apalagi, kata dia, masa tanam tanaman tebu mencapai 10 bulan lebih, sehingga penghasilan yang diterima harusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga selama setahun. “Jika tidak memenuhi, tentunya daya tarik menanam tanaman tebu akan berkurang,” ujarnya.

Meskipun demikian, dia juga mengapresiasi kebijakan pemerintah yang akhirnya menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) 10% karena merugikan petani.

Sekretaris Jenderal DPN APTRI M. Nur Khabsyin menegaskan bahwa petani menolak gula petani dibeli Perum Bulog dengan harga Rp9.700/kg karena masih di bawah biaya pokok produksi (BPP). Adapun besarnya BPP gula tani, kata dia, Rp10.600/kg.

Advertisement

Terkait rendahnya harga gula lokal, kata dia, disebabkan banyaknya gula impor di pasar dan rembesan gula rafinasi. Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah perlu menindak tegas pelaku yang mengedarkan gula rafinasi.

Tuntutan lainnya, yakni permudah subsidi pupuk untuk petani tebu, beri petani tebu subsidi bibit unggul, serta kemudahan mendapatkan pinjaman permodalan bagi petani tebu. Keberpihakan pemerintah terhadap industri gula dalam negeri diyakini bakal menyejahterakan rakyat.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif