Soloraya
Sabtu, 26 Agustus 2017 - 09:35 WIB

KETAHANAN PANGAN SRAGEN : KTNA Protes HET Beras Tak Untungkan Petani

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi beras (par.com.pk).

KTNA Sragen memprotes kebijakan soal harga eceran tertinggi (HET) beras.

Solopos.com, SRAGEN — Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen memprotes kebijakan pemerintah pusat soal harga eceran tertinggi (HET) produk pertanian. Mereka mendesak pemerintah tak hanya menetapkan HET beras tetapi juga gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG).

Advertisement

Penetapan HET beras medium Rp9.450/kg dan premium Rp12.800/kg dinilai KTNA tidak membela dan melindungi petani tetapi hanya menguntungkan konsumen. Pernyataan itu sempat disampaikan Ketua KTNA Sragen, Suratno, langsung kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam diskusi perberasan di Hotel Diamond Solo, Jumat (25/8/2017) siang.

Dia memprotes kebijakan HET beras yang tidak dibarengi penetapan HET gabah. Dia menyampaikan kalau HET beras Rp9.450/kg dan Rp12.800/kg itu masih mempertimbangkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp3.700/kg karena rantai niaga perberasan dari petani sampai ke konsumen itu terlalu panjang.

“Rantai niaga perberasan inilah mestinya yang harus diputus dan dipendekkan sehingga petani diuntungkan. Rantai niaga itu mulai dari petani, penebas, pengepul gabah, penggilingan, pengepul beras, pedagang, baru konsumen. Selama ini juga belum pernah ada kebijakan HET gabah. Selama ini kebijakan yang ditempuh hanya HPP itu pun selalu terlambat dan tidak mengikuti perkembangan harga di tingkat petani,” ujarnya.

Advertisement

Dia menemukan HPP masih Rp3.700/kg pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 27/2017 padahal sempat muncul HPP di angka Rp4.070/kg di Peraturan Presiden (Perpres). Kebijakan HPP itu pun, kata dia, belum berpihak kepada petani.

Kemudian muncul kebijakan HET beras yang dianggap Suratno lebih menguntungkan konsumen bukan petani sebagai produsen beras. “Fakta di Sragen itu sebagai penyumbang beras terbesar kedua di Jateng tetapi angka kemiskinan di Sragen masih masuk zona merah. Fakta ini menunjukkan kebijakan pemerintah belum melindungi nasib petani yang selama tetap miskin. Kalau dihitung-hitung penghasilan petani itu masih jauh di bawah upah buruh,” ujarnya.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Suratno mendesak pemerintah pusat menetapkan HET gabah senilai Rp6.000/kg untuk GKP dan Rp7.800/kg untuk GKG. Kebijakan HET gabah itu, ujar dia, harus dibarengi revisi HET beras Rp12.000-Rp14.000/kg.

Advertisement

Bila Pemerintah masih mempertahankan HPP, Suratno berpendapat HPP harus dievaluasi setiap musim tanam atau setidaknya setiap 3-4 bulan sekali sehingga benar-benar bisa menyejahterakan petani. Dia mencontohkan hasil petani pada musim panen II lalu harga berasnya masih kisaran Rp3.500-Rp3.600/kg dan ada pula yang di bawah Rp3.500/kg.

Harapan harga gabah naik sampai level Rp4.000/kg itu, ujar dia, hanya pada musim panen III nanti tetapi biaya petani untuk pengairan juga tinggi pada musim kemarau tahun ini. “Artinya, kalau dihitung-hitung hasil petani masih masih sama saja dengan dua musim panen sebelumnya,” tambahnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif