Jogja
Senin, 21 Agustus 2017 - 11:20 WIB

TRADISI BANTUL : Jelang Iduladha, Warga Pokoh Mandikan Ternak dan Mengarak Keliling Kampung

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kepala kaum, Legiman memercikkan air kembang dengan menggunakan daun dadap serep ke sapi pada ritual Gumbregan pada Minggu (20/8/2017). (rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Tradisi masyarakat Dusun Pokoh 2, Dlingo menuntun belasan hewan ternak keliling kampung digelar menjelang hari Iduladha

Harianjogja.com, BANTUL– Berbeda dengan arak-arakan gunungan rajakaya pada umumnya, masyarakat Dusun Pokoh 2, Dlingo menuntun belasan hewan ternak keliling kampung.

Advertisement

Ritual tahunan yang digelar sebelum Hari Raya Idul Adha ini diakhiri dengan memandikan sapi dan kambing yang biasa disebut ritual Gumbregan.

Wajah Jupri, 83, cerah, beberapa kali ia mematut dirinya di depan rumah mengenakan surjan lurik berwarna hijau lumut dan topi bundar berbahan kulit. Di halaman rumahnya yang ditumbuhi pohon kelapa gading, ia mengikatkan dua kambing etawa miliknya.

Advertisement

Wajah Jupri, 83, cerah, beberapa kali ia mematut dirinya di depan rumah mengenakan surjan lurik berwarna hijau lumut dan topi bundar berbahan kulit. Di halaman rumahnya yang ditumbuhi pohon kelapa gading, ia mengikatkan dua kambing etawa miliknya.

Mereka mengembik dan bergerak ke sana ke mari dengan tali tetap terpancang di batang pohon. Beberapa kali Jupri menjulurkan kepalanya ke arah utara, ke jalan kampung yang dihiasi bendera dan anyaman bambu di kanan kirinya.

Sayup-sayup terdengar suara bonang dipukul dari kejauhan. Wajah Jupri makin sumringah, ia bergegas ke belakang rumah, menuntun sapi abu-abu miliknya dibantu oleh seorang anak perempuannya. Sesaat ia kebingungan, kambing etawa yang mulanya akan dibawa cucu dan tetangganya malah berontak.

Advertisement

Meski tak muda lagi, langkah Jupri masih tegap. Ia berjalan beriringan dengan cucu laki-lakinya yang kala itu mengenakan blangkon dan mengenggam gawai. Beberapa kali Jupri bahkan jadi objek jepretan cucunya itu.

“Jalannya kira-kira dua ratus meter, sampai Kali Kotes,” tutur Jupri.

Minggu (20/8) ratusan warga Dusun Pokoh 2, Dlingo memang sedang menggelar ritual tahunan Rasulan yakni ritual yang diadakan menjelang hari raya Idul Adha dengan Gumbregan yaitu guyangan [memandikan] hewan ternak. Sebelum sampai di tanah lapang dekat Kali Kotes, hewan-hewan ternak milik warga tersebut lebih dahulu diarak keliling kampung bersama kirab budaya lainnya.

Advertisement

Sambil berjalan Jupri menuturkan selama tiga tahun diadakan, ia tak pernah absen mengikuti Gumbregan ini. Semua hewan ternak yang ia miliki selalu ia ikut sertakan dalam ritual guyangan. Meski harus berjalan kaki cukup jauh hingga berpeluh, ia tak mengeluh. Baginya rangkaian acara Rasulan ini adalah salah satu tradisi yang perlu diuri-uri.

“Sekarang pemerintah makin susah kalau mau menguri-uri budaya, jamannya sudah berubah,” ujarnya sambil tersenyum, memperlihatkan giginya yang tinggal beberapa saja.

Sesampainya di tanah lapang dekat Kali Kotes, Jupri segera menempatkan diri. Ia mengikatkan sapinya pada batang bambu yang telah disediakan, di sebelah ternak lain yang sudah diikat sedari tadi. Ketua kaum, Legiman mulai memimpin ritual doa-doa dan diikuti oleh seluruh warga.

Advertisement

Ia mencampurkan kembang setaman pada air yang akan digunakan untuk memandikan ternak. Dengan menggunakan ember, air kembang dipercikkan menggunakan daun dadap serep, yang dipercaya dapat memberikan kententraman, ke hewan ternak.

“Kami berdoa semoga setelah di doakan hewan-hewan kami cepat beranak pinak,” ucapnya sambil memercikkan air ke kepala sapi dan kambing yang berbaris rapi di pinggir Kali Kotes.

Menurut Legiman, selain agar hewan ternak beranak-pinak, Gumbregan ini bertujuan agar sapi dan kambing yang nantinya akan disembelih untuk Idul Adha jinak dan mudah diatur. Selain itu maksud ritual ini juga sebagai wujud penyucian hewan ternak sebelum disembelih nantinya.

Usai dibersihkan dengan air kembang, satu persatu hewan ternak diberi makan sega gudangan. “Gudangan ini sama seperti yang dikonsumsi oleh warga, lengkap dengan nasi dan sayur mayurnya,” imbuh Legiman.

Tak hanya itu saja, Gumbregan ini juga diadakan bersamaan dengan Merti Dusun Pokoh 2. Warga bergotong-royonh membangun pasar tiban yang ddisebut dengan Pasar Trukan. Lapak-lapak pedagang ini merupakan wadah pameran sekaligus jual beli seluruh potensi setempat. Kuliner khas, kerajinan, dan berbagai potensi lain dipamerkan selama empat hari.

“Warga kita ajak untuk bisa menunjukkan potensi wilayahnya,” ujar Dukuh Pokoh 2, Haryono.

Ia menambahkan, selama tiga tahun terakhir kegiatan ini dikemas sebagai atraksi wisata. Sehingga mampu menarik minat pengunjung untuk datang dan menyaksikan langsung tradisi ritual masyarakat lokal. Ia juga menyiapkan rumah-rumah warga sebagai homestay. Setidaknya belasan pengunjung yang memanfaatkan homestay tersebut untuk mengikuti kegiatan selama dua hari.

Bupati Bantul, Suharsono yang menghadiri ritual Gumbregan yang diselenggarakan dengan cukup meriah ini mengatakan tradisi-tradisi lokal macam ini perlu dilestarikan agar tak hilang ditelan zaman. Ia juga mendorong agar seluruh potensi baik budaya, kerajinan maupun kuliner selalu digali melalui acara semacam ini. “Harus ada dan beda karena potensi lokal kita beragam sekali,” tuturnya.

Gumbregan diakhiri dengan penampilan reog, warga yang mengikuti kirab tumplek blek menyaksikan sambil duduk melingkar di tanah lapang. Jupri bersama anak dan cucunya bersiap pulang, menuntun kembali sapi abu-abunya kembali ke kandang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif