Kolom
Minggu, 20 Agustus 2017 - 04:00 WIB

GAGASAN : Pelajaran dari First Travel

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga menunggu mengurus refund terkait permasalahan umrah promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Sigid Kurniawan)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (18/8/2017). Esai ini karya Riwi Sumantyo, dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret. Alamat e-mail penulis adalah riwi_s@yahoo.com.

Solopos.com, SOLO — Ditangkap dan ditahannya Direktur Utama PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) Andika Surachman dan istrinya, yang juga direktur di perusahaan tersebut, Anniesa Desvitasari, yang juga dikenal sebagai Anniesa Hasibuan, menjadi klimaks dari pengungkapan kasus dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan PT First Travel.

Advertisement

Riwi Sumantyo (Istimewa)

Andika Surachman dan istrinya ditangkap aparat Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia pada 10 Agustus 2017. Dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan adalah penipuan, penggelapan, dan kemungkinan terkait dengan tindak pidana pencucian uang.

Pada 3 Agustus 2017, Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama mencabut izin PT First Travel sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah. Yang mencengangkan adalah banyak orang yang diduga menjadi korban biro perjalanan haji dan umrah tersebut.

Pendaftar umrah di biro perjalanan umrah itu yang sudah membayar lunas biaya ibadah umrah tapi belum diberangkatkan mencapai sekitar 35.000 orang. Mereka berasal dari seluruh Indonesia, termasuk sekitar 500 orang warga kawasan Soloraya (Solopos, 13 Agustus 2017).

Para pendaftar paket umrah itu berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat biasa sampai orang yang telah mencapai derajat akademis tertinggi. Sejauh ini yang sudah mendaftar sebagai peserta paket ibadah umrah di PT itu 70.000 orang dan separuhnya sudah diberangkatkan.

PT First Travel dalam waktu relatif singkat secara luar biasa berhasil menarik minat kaum muslim karena menawarkan paket ibadah umrah dengan harga promosi yang dianggap oleh banyak orang sangat murah dibandingkan dengan rata-rata harga yang ditawarkan biro perjalanan haji dan umrah yang lain.

Menurut laman PT First Travel, www.firstravel.co.id, perusahaan tersebut menawarkan dua paket umrah, yaitu umrah very important person atau VIP dengan biaya sekitar Rp55,9 juta dan paket umrah reguler dengan biaya mulai dari Rp30 juta. Di laman tersebut tidak disebutkan ada paket umrah promosi.

Advertisement

Dalam praktiknya justru paket promosi ini yang paling menyedot antusiasme masyarakat karena harga yang ditawarkan sangat miring, yaitu hanya Rp14,3 juta. Rata-rata biro perjalanan umrah yang lain menawarkan paket dengan harga Rp21 juta. Dengan biaya “sekecil” itu, dari mana mendapatkan margin keuntungan? Hal inilah yang patut dipertanyakan dan seharusnya ditelaah secara kritis oleh masyarakat.

Ibadah Bernilai Bisnis?

Menjamurnya perusahaan yang melayani jasa perjalanan ibadah umrah dan haji secara ekonomi dapat dipahami dengan teori permintaan dan penawaran yang sederhana. Semakin meningkatnya taraf hidup dan daya beli sebagian kaum muslim menyebabkan mereka yang ingin mendaftar ibadah haji semakin banyak dan menyebabkan masa tunggu menjadi sangat lama.

Selanjutnya adalah: Sebagian orang memilih umrah yang masa tunggunya singkat…

Masa Tunggu

Sebagian orang kemudian memilih melaksanakan ibadah umrah yang masa tunggunya hanya dalam hitungan bulan. Fenomena ini yang kemudian ditangkap oleh para pelaku usaha untuk menerjuni usaha ini. Beberapa pesohor dengan serius ikut menggarap bisnis ini.

Biro perjalanan umrah dan haji dianggap sebagai bisnis yang mulia karena memfasilitasi kaum muslim yang ingin berkunjung ke Tanah Suci Mekah dan sisi bisnis dari usaha ini juga sangat menjanjikan.

Advertisement

Menurut data Kementerian Agama dan Umrah Arab Saudi, pada 2016 Indonesia berada di peringkat ketiga dari sisi jumlah jemaah umrah berdasarkan visa yang diterbitkan negara itu. Peringkat pertama adalah Mesir dengan jumlah 1,3 juta orang. Peringkat kedua Pakistan dengan jumlah 991.300 orang.

Peringkat ketiga Indonesia dengan 699.600 orang. Selanjutnya adalah Turki dengan jemaah 473.700 orang. Di urutan kelima adalah Yordania dengan jemaah 434.500  orang. Dengan angka yang hampir menyentuh 700.000 orang dan rata-rata biaya umrah Rp21 juta rupiah, maka secara kasar bisnis ini bernilai sekitar Rp14,7 triliun rupiah per tahun, angka yang sangat menggiurkan.

Pada 2017 dan tahun-tahun mendatang diprediksi jumlah orang yang berniat umrah akan semakin meningkat, apalagi sekarang banyak biro perjalanan haji dan umrah yang semakin kreatif dalam mengemas jasa.

Mereka tidak hanya memfasilitasi kaum muslim untuk berkunjung ke Arab Saudi, tapi biasanya dipaket (bundling) dengan wisata ziarah ke negara lain yang lokasinya berdekatan dengan Arab Saudi dan mempunyai tempat-tempat wisata ziarah yang bernilai historis.

Saat ini pemerintah melalui Kementerian Agama telah menetapkan standar pelayanan ibadah umrah, namun aturannya belum sedetil ibadah haji. Mungkin ke depan perlu dipikirkan regulasi yang lebih ketat terkait penyelenggaraan jasa ibadah umrah, seperti ibadah haji yang dipayungi dengan UU No. 13/2008.

Regulasi tersebut seandainya dikeluarkan harus secara hati-hati betul, jangan sampai bertentangan dengan visi dan misi yang disung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Semangatnya adalah memberikan perlindungan dan pelayanan sebaik mungkin agar biro-biro haji dan umrah tidak hanya berorientasi keuntungan dalam menawarkan jasa.

Beleid juga diperlukan untuk mengeliminasi praktik nakal yang selama ini sering dilakukan beberapa biro perjalanan umrah dan haji. Kasus PT First Travel bukanlah yang pertama karena sebelum ini sudah sering kita baa berita penelantaran jemaah umrah dan haji.

Advertisement

Menurut Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), standar minimal biaya perjalanan umrah senilai 1.700 dolar Amerika Serikat. Angka sebesar itu untuk mencakup berbagai komponen biaya seperti tiket pesawat Indonesia-Arab Saudi pergi-pulang, hotel di Mekah dan Madinah, katering, visa, transportasi selama di Arab Saudi, wisata ziarah/tur, oleh-oleh termasuk air zam-zam, seragam, pembimbing manasik dan ibadah umrah.

Selanjutnya adalah: Keuntungan yang diambil biro perjalanan umrah…

Keuntungan

Di luar itu tentu ada keuntungan yang diambil oleh biro perjalanan umrah. Menurut AMPHURI, margin keuntungan dari jasa fasilitasi ibadah umrah 3%-5%, angkanya kalah dibanding ibadah haji yang sebesar 15%-20%, namun frekuensi pemberangkatan yang lebih sering menjadikan usaha di bidang ini relatif menggiurkan.

Keberhasilan PT First Travel memberangkatkan puluhan ribu orang untuk beribadah umrah, ditambah testimoni dari beberapa pihak, semakin meyakinkan masyarakat untuk mendaftar sebagai pesert abadah umrah di biro ini. Ketika timbul masalah, yaitu lamanya masa tunggu keberangkatan, barulah timbul kecurigaan di masyarakat.

Lazimnya masa tunggu sejak pelunasan sampai keberangkatan adalah satu sampai dua bulan, tetapi yang terjadi di PT First Travel akhir-akhir ini masa tunggu ada yang melebihi satu tahun. Permasalahan memuncak dan pendaftar umrah menjadi panik ketika Kementerian Agama membebukan izin perusahaan ini sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah.

Advertisement

Persoalan menjadi semakin pelik saat pers memberitakan sebagian uang pendaftar umrah diduga diinvestasikan di Koperasi Pandawa yang bermasalah.

Koperasi Pandawa saat ini berstatus pailit dan pemiliknya, Nuryanto, telah dinyatakan sebagai tersangka. PT Pandawa melakukan praktik investasi bodong, menawarkan investasi dengan imbal hasil sekitar 10% per bulan, sebuah angka yang tidak masuk akal.

Seandainya dugaan di atas benar adanya maka ada kemungkinan PT First Travel selama menjalankan bisnisnya mirip dengan model multi level marketing (MLM). Orang yang mendaftar pada awal bisa berangkat karena ”dibiayai” pendaftar belakangan.

Jika hal ini benar, biro perjalanan umrah ini telah menyalahi ketentuan dan yang paling dirugikan tentu saja masyarakat. Skema ini seperti money game dengan skema Ponzi. Begitu ada masalah maka semakin membesar dan akhirnya entitas usahanya berpotensi ambruk.

Secara ekonomis, sebagai konsumen wajar berusaha mencari harga barang/jasa yang paling kompetitif. Di sinilah kurangnya literasi keuangan masyarakat kita. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan, dan keterampilan konsumen serta masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan baik.

Yang memprihatinkan adalah peringkat literasi keuangan masyarakat Indonesia berada di peringkat ke-14 dari 16 negara di Asia- Pasifik. Ini hasil survei OJK pada 2013. Pada tahun tersebut tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya sebesar 59,7%. Pada survei yang yang diperbarui pada 2016, angkanya meningkat menjadi 67,8%.

Artinya masyarakat yang mengenal produk keuangan seperti tabungan, reksadana, asuransi, pegadaian, dan produk keuangan lainnya masih relatif rendah. Tidak mengherankan sejauh ini berbagai kasus kejahatan di bidang keuangan seperti investasi bodong dan lainnya terus berulang.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Masyarakat harus kritis dan selektif…

Kritis dan Selektif

Yang terpenting sekarang adalah masyarakat harus lebih kritis dan selektif dalam memilih biro perjalanan haji dan umrah jika ingin menunaikan ibadah tersebut. Jangan terlalu mudah tergoda iming-iming harga yang murah. Sekali lagi, hal ini penting dilakukan tidak hanya oleh masyarakat awam, tetapi juga golongan masyarakat yang masuk kategori sangat terpejar (well educated).

Faktanya adalah seperti kasus PT First Travel dan kasus-kasus sebelumnya, banyak korban di antara mereka yang mendaftar secara berombongan bersama keluarga besar serta kerabatnya. Pendaftar harus tahu pedoman ”lima pasti umrah”.

Pertama, biro perjalanan umrah memiliki izin resmi dari Kementerian Agama. Kedua, pastikan jadwal keberangkatan, kepulangan, maskapai, dan rute penerbangan. Ketiga, pastikan harga dan paket layanan yang ditawarkan supaya hak-hak pendaftar terpenuhi.

Keempat, pastikan hotel dan lokasi penginapan tidak terlalu jauh dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Kelima, pastikan visa diterima sekitar dua atau tiga hari sebelum keberangkatan. Semoga kita semua bisa belajar dari kasus PT First Travel ini supaya tidak terulang pada kemudian hari.

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : First Travel Gagasan Umrah
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif