Soloraya
Minggu, 13 Agustus 2017 - 13:15 WIB

KEKERINGAN SRAGEN : Belik di Tengah Sungai Kering Jadi Tumpuan Warga Glagah Tangen

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dua warga mengangsu air di belik tengah sungai yang mengering di Dukuh Glagah, Desa Dukuh, Kecamatan Tangen, Sragen, Kamis (10/8/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kekeringan Sragen mulai berdampak pada warga.

Solopos.com, SRAGEN — Aliran air di Sungai Glagah, Desa Dukuh, Kecamatan Tangen, Sragen, mengering sejak dua bulan terakhir dan meninggalkan beberapa genangan air dangkal.

Advertisement

Kini, sungai itu menjadi tumpuan warga setempat untuk mencari air bersih.

Wagiyem, 60, tampak sibuk mencuci baju sendirian di tengah sungai. Sebongkok kayu bakar dan caping diletakkan tak jauh dari tempatnya mencuci pakaian. Nenek-nenek asal Dukuh Glagah RT 030 Desa Dukuh, Tangen, Sragen, itu hanya memanfaatkan lubang berdiameter 30 sentimeter dan sedalam 40 sentimeter di tengah sungai.

Advertisement

Wagiyem, 60, tampak sibuk mencuci baju sendirian di tengah sungai. Sebongkok kayu bakar dan caping diletakkan tak jauh dari tempatnya mencuci pakaian. Nenek-nenek asal Dukuh Glagah RT 030 Desa Dukuh, Tangen, Sragen, itu hanya memanfaatkan lubang berdiameter 30 sentimeter dan sedalam 40 sentimeter di tengah sungai.

Lubang itu ternyata mengeluarkan air bersih yang tidak mengering kendati airnya diambili terus. Air di lubang kecil itu berasal dari rembesan genangan air sungai yang tersaring oleh lapisan pasir dan bebatuan di dasar sungai.

“Banyak warga yang memanfaatkan air dari lubang ini. Ada yang mandi. Ada yang mencuci seperti saya dan ada pula yang mengangsu dibawa pulang. Air ini dari sungai ini tidak untuk memasak tetapi untuk mandi dan cuci saja. Kalau musim kemarau seperti ini banyak sumur warga yang mengering,” ujar Wagiyem, Kamis (10/8/2017) siang.

Advertisement

Warga secara swadaya kemudian membuat sumur di sebelah barat sungai yang berjarak hanya 3 meter dari bibir sungai. Sumur sedalam 3-4 meter itu menjadi sumber air bagi warga Glagah di samping belik kecil itu. Jarak sumur baru dan belik cukup dekat, sekitar 15 meter.

“Belik itu hanya digunakan warga sepulang dari alas atau ladang. Belakangan belum begitu banyak yang mengangsu ke belik. Warga masih mengandalkan sumur baru itu untuk mengangsu. Warga biasanya membeli air senilai Rp5.000 per jeriken untuk kebutuhan memasak dan minum,” ujar Wagiyem.

Wagiyem biasanya membeli air sebanyak dua jeriken berkapasitas 30 liter dengan harga Rp10.000. Dua jeriken air itu baru habis selama sepekan. Hal yang sama juga dilakukan Sarmi, 57, warga Dukuh Glagah RT 032. Sarmi membeli air sebanyak dua jeriken hanya habis selama empat hari.

Advertisement

“Sebenarnya sumur di belakang rumah masih ada airnya tetapi menipis. Untuk kebutuhan minum ternak kambing, saya mengangsu air ke belik di tengah sungai itu. Kalau untuk mencuci dan mandi masih memanfaatkan air di sumur belakang rumah. Paling air sumur itu hanya bisa bertahan sebulan lagi sudah mengering,” ujarnya.

Sarmi ingat biasanya mulai Agustus tak sedikit warga yang bingung mencari air bersih. Dia berharap pada musim kemarau tahun ini tidak panjang seperti 2015 lalu.

Kalau terjadi kemarau panjang, ujarnya, biasanya ada bantuan air dari Kabupaten Sragen. Selama ini belum ada bantuan apa-apa dari Kabupaten Sragen.

Advertisement

Kini, bantuan air untuk warga yang membutuhkan dikoordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang sebelumnya menjadi wewenang Dinas Sosial.

Kepala Pelaksana BPBD Sragen, Dwi Sigit Kartanto, hanya mengalokasikan anggaran untuk 100 tangki air berkapasitas 3.000-4.000 liter untuk bantuan air bersih. Dia mengatakan pelaksana bantuan air bersih dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirto Negoro dengan biaya Rp250.000 per tangki.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif