Jogja
Jumat, 11 Agustus 2017 - 05:22 WIB

FASILITAS DIFABEL : Rumah Ibadah Belum Ramah untuk Penyandang Disabilitas

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pendeta Palti H.Panjaitan? (Kiri), Ketua PBNU Kyai Haji Abdul Manan Ghani (dua dari kiri)?, Kabag Kesejahteraan Pemkab Gunungkidul Bambang Sukemi (dua dari knan), dan pemandu diskusi Winarta Hadiwiyono dalam diskusi lintas iman soal penguatan rumah ibadah yang ramah difabel. (Ujang Hsanudin/JIBI/Harian Jogja)

Fasilitas difabel yang menjadi sorotan adalah rumah ibadah.

Harianjogja.com, JOGJA — Keberadaan rumah ibadah di DIY baru sedikit yang ramah untuk penyandang disabilitas. Bahkan hampir semua rumah ibadah semua agama disebut masih diskriminatif.

Advertisement

Kondisi itu dikeluhkan para penyandang disabilitas dalam diskusi lintas iman bertema ‘Penguatan Rumah Ibadah sebagai Agen Pengembangan Peradaban Kemanusiaan’ di Edu Hostel, Jalan Letjen Suprapto, Ngampilan, Rabu (9/8/2017).

“Kami sudah berkali-kali lobi dan audiensi dengan berbaga instansi pemerintah, tapi kendanya memang antar dinas belum ada persfektif yang sama.” kata Program Manager Dria Manunggal, Ninik Dwiyana. Dria Manunggal merupakan lembaga yang konsen dalam kajian tentang disabilitas untuk transformasi sosial.

Advertisement

“Kami sudah berkali-kali lobi dan audiensi dengan berbaga instansi pemerintah, tapi kendanya memang antar dinas belum ada persfektif yang sama.” kata Program Manager Dria Manunggal, Ninik Dwiyana. Dria Manunggal merupakan lembaga yang konsen dalam kajian tentang disabilitas untuk transformasi sosial.

Ninik meminta komitmen pemerintah dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, termasuk hak untuk mengakses rumah ibadah. Menurutnya, bantuan pemerintah pada rumah ibadah sejauh ini baru sebatas pembinaan yang sifatnya non fisik.

Sementara fasilitas fisik yang aksesibel bagi difabel belum terpenuhi. Ia mengungkapkan, banyak rumah ibadah yang tidak menyediakan guiding Block atau ubin pemandu berjalan bagi tunanetra, tangga rumah ibadah yang tidak dilengkapi pegangan serta tidak menyediakan jalur khusus untuk kursi roda, dan lantai licin yang membahayakan.

Advertisement

Sementara penyediaan fasilitas fisiknya belum bisa dilakukan. Ninik mengatakan sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY sudah mengeluarkan edaran ke semua pengelola masjid dan musola untuk mewujudkan aksebilitas peribadatan bagi difabel. Namun edaran yang dikeluarkan 2016 lalu itu, kata dia, belum maksimal.

Keuskupan Agung Semarang tahun ini, sambung Ninik, merencanakan 50 persen gereja aksesibel bagi difabel.

“Kami menunggu implementasinya,” ucap Ninik.

Advertisement

Ia menambahkan belum lama ini Dria Manunggal berhasil mendorong pengelola Vihara di Banguntapan dan Pura yang akan merubah struktur bangunan tangganya agar bisa diakses difabel.

Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disbilitas DIY, Setia Adi Purwanta mengatakan masih kuatnya diskriminasi yang dihadapi difabel dari latar belakang agama dan kepercayaan dalam menjalankan ibadah, maka menjadi pertanyaan sejauh mana rumah ibadah difungsikan sebgai agen pengembangan peradaban kemanusiaan.

“Disamping kondisi fisik bangunannya yang tidak ramah difabel, pelaksanaan kegiatan peribadatan dan materi ajaran peribadatannya juga belum berperspektif difabel,” kata Setia Adi.

Advertisement

Dalam diskusi tersebut menghadirkan tiga pembicara, yakni Kyai Haji Abdul Manan Ghani dari PBNU, Pendeta Palti H.Panjaitan dari Sobat Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, dan Kepala Bagian kesejahteraan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Bambang Sukemi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif