Soloraya
Selasa, 1 Agustus 2017 - 19:15 WIB

TRANSPORTASI KLATEN : Ojek Pangkalan Berminat Gabung Grab Bike, Tapi...

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga mendaftar driver Grab Bike di stand Grab di Metro Swalayan, Bramen, Desa Jebugan, Klaten Utara, Selasa (1/8/2017). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Para pengemudi ojek pangkalan di Klaten ada minta bergabung dengan Grab Bike.

Solopos.com, KLATEN — Sejumlah pengemudi ojek pangkalan di Stasiun Klaten mengaku sebenarnya berminat bergabung dengan Grab Bike. Namun, mereka terkendala usia motor yang menjadi salah satu syarat bergabung dengan penyedia layanan ojek online tersebut.

Advertisement

Salah satu pengemudi ojek pangkalan, Sunaryo, 62, warga Dukuh Tegalsepur, Kelurahan Klaten, Klaten Tengah, mengatakan ketertarikannya bergabung Grab Bike pupus lantaran usia kendaraannya tidak memenuhi persyaratan. (Baca juga: Ojek Online Grab Bike Rambah Klaten)

Sepeda motor Sunaryo merupakan keluaran 2002. Sedangkan Grab Bike mensyaratkan sepeda motor berusia minimal 2008. “Tukang ojek di sini kebanyakan motornya tua-tua seperti 2002, 2004. Sekitar itulah,” ujar Yoyok, sapaan akrabnya, saat ditemui Solopos.com di kawasan Stasiun Klaten, Selasa (1/8/2017).

Advertisement

Sepeda motor Sunaryo merupakan keluaran 2002. Sedangkan Grab Bike mensyaratkan sepeda motor berusia minimal 2008. “Tukang ojek di sini kebanyakan motornya tua-tua seperti 2002, 2004. Sekitar itulah,” ujar Yoyok, sapaan akrabnya, saat ditemui Solopos.com di kawasan Stasiun Klaten, Selasa (1/8/2017).

Hal senada juga disampaikan Sanyoto, 53, warga Puri Mojayan, Kelurahan Mojayan, Klaten Tengah. Ketertarikannya bergabung Grab kandas lantaran sepeda motor Supra Fit miliknya keluaran 2003.

“Saya ingin gabung sebetulnya. Tapi motor saya tua. Tapi ya nanti melihat teman-teman lainnya bagaimana, saya ikut,” tutur dia.

Advertisement

Baik Sunaryo maupun Sanyoto mengeluhkan pendapatan keduanya turun setelah ojek berbasis aplikasi online berseliweran di Klaten khususnya kawasan Stasiun Klaten. Sunaryo mengaku pendapatannya susut hingga setengahnya.

“Biasanya sehari bisa Rp100.000. Sekarang paling Rp50.000. Kadang juga enggak narik blas,” keluh dia.

Di kawasan itu terdapat sekitar 150 pengemudi ojek pangkalan. Grab Bike atau Gojek disebut-sebut Sanyoto lebih disukai calon penumpang lantaran tarifnya yang lebih murah ketimbang ojek pangkalan.

Advertisement

Ia mencontohkan untuk rute Stasiun Klaten ke SMPN 1 Klaten yang berjarak 2 kilometer bertarif Rp20.000. “Kalau Gojek atau Grab paling Rp6.000. Pelanggan jelas lebih suka yang lebih murah,” terang Yoyok.

Akibatnya, pengemudi ojek pangkalan dan pengemudi ojek aplikasi membikin semacam kesepakatan yaitu jangan menarik penumpang di Stasiun Klaten dalam radius satu kilometer. Kendati demikian, masih saja ditemui pengemudi ojek aplikasi menarik penumpang di kawasan itu dengan modus membalik jaket.

“Kan kelihatan kalau penumpangnya pegang ponsel, kami datangi mereka. Kami tegur jangan narik di kawasan sini,” ujar Yoyok yang dibenarkan Sanyoto.

Advertisement

Terpisah, anggota tim akuisisi Grab Klaten, Sagung Widiatma, berharap pengemudi ojek pangkalan bisa bergabung dengan Grab. Mereka bisa melakukan dua jasa sekaligus sebagai ojek pangkalan dan sebagai driver Grab.

“Mereka bisa dapatkan dua pendapatan. Di Grab, mereka juga mendapatkan asuransi kecelakaan. Kami berharap mereka bergabung,” kata Sagung, saat ditemui Solopos.com di stand Grab Bike di Metro Swalayan, Bramen, Klaten Tengah, Selasa.

Ia mengakui ada sekitar 50 driver Grab yang beroperasi di wilayah Klaten. Jumlah itu tak sekaligus semuanya di Klaten sebab mereka juga beroperasi di hingga ke Jogja dan Magelang.

Rekrutmen Grab di Metro Swalayan, lanjut Sagung, diikuti sekitar 50 pendaftar mulai Senin (31/7/2017) hingga Selasa kemarin. Seusai mendaftar, mereka harus mengikuti training dan materi keselamatan berkendara.

“Terhitung dua hari sejak mendaftar mereka boleh beroperasi. Jadi hari ini daftar, lusa mereka bisa narik,” terang Sagung.

Salah satu pendaftar, Budi Eko Prasetyo, 25, warga Desa Banaran, Delanggu, mengaku bergabung Grab lantaran menganggur. Ia menerima informasi rekrutmen Grab dari media sosial.

“Ikut Grab Bike lebih santai bisa buat sampingan kalau sudah pekerjaan tetap,” tutur Budi.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif