Jogja
Selasa, 1 Agustus 2017 - 03:20 WIB

EKONOMI KREATIF : Dari Tugas Kuliah Jadi Bisnis Sederhana Tapi Menguntungkan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Andri Yunianto, pemilik Jogja Handycraft berada di gerai produksinya, Dusun Tanjung, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Bantul belum lama ini. (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Ekonomi kreatif dirintis seorang pemuda sejak kuliah

Harianjogja.com, BANTUL — Berawal dari tugas akhir kuliahnya di Jurusan Manajemen Informatika STMIK El Rahma, Jogja, pemuda bernama lengkap Andri Yunianto ini berpikir untuk terjun di dunia bisnis online. Terbatasnya modal yang ia punya tak membuatnya surut.

Advertisement

Hampir tanpa modal Andri memulai usaha. Ia mendapatkan kesempatan menjualkan barang kerajinan hasil produksi saudaranya sendiri. Barang itu berbentuk kotak jam tangan.

“Kebetulan tugas akhir saya membuat aplikasi penjualan online. Nah barang yang saya jual itu ya barang milik saudara saya. Eh, ternyata laku,” ujar warga Dusun Tanjung, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Bantul itu, mengenang awal mula ia memulai usaha.

Awalnya, ia menjual produk saudaranya itu dengan menggunakan website beralamatkan www.jogjahandycraft.info. Situs itulah yang ia desain saat mengerjakan tugas akhir.

Advertisement

Berbekal situs itulah, sekitar 2011 silam ia mulai aktif menjual kotak jam tangan produksi saudaranya itu. Sayangnya, saat pesanan mulai menumpuk, saudaranya itu gagal menjaga kualitas produksi.

Alhasil, ia yang kerap berhadapan langsung dengan pembeli, perlahan pun merasa enggan. Dari situlah, ia pun berpikir untuk memproduksi sendiri barang serupa. Tentu saja, tak ingin dikatakan kompetitor bagi saudaranya, ia pun memproduksi kotak jam tangan dengan kualitas yang jauh lebih baik dari produksi saudaranya. Proses produksi dilakukan di rumahnya, Dusun Tanjung.

“Harganya tentu sedikit lebih mahal,” katanya kepada Harianjogja.com, beberapa waktu lalu. Ia juga mengganti alamat websitenya menjadi jogjahandycraft.id.

Meski dengan harga yang sedikit lebih mahal, tetapi kualitas yang terjaga ternyata jauh membuat pembeli kerasan. Setidaknya itulah yang ia alami sampai sekarang. Tak heran, ia selalu menempatkan kualitas dan pelayanan sebagai hal utama.

Advertisement

Tak hanya pada kualitas produksi, ia pun menomorsatukan kualitas barang hingga pengemasan. Jika di awal menjalankan usaha itu, ia hanya menggunakan kardus bekas, kini ia sudah menggunakan kardus baru.

Sadar adanya peluang bisnis yang lumayan terbuka, ia pun tak menyia-nyiakannya. Hanya bermodalkan uang sebesar Rp10 juta yang didapatnya dari hasil meminjam di bank, ia pun semakin yakin untuk mengembangkan bisnis itu.

Modal itu lantas ia gunakan untuk membeli bahan-bahan baku. Mulai dari lembaran kulit sintetis yang ia beli dengan harga maksimal Rp23.000, serta beberapa lem sintetis dari toko langganannya, karton tebal, membayar ongkos jahit, hingga membayar karyawan dan suplier yang berjumlah hingga belasan.

Biaya Produksi

Advertisement

Untuk memproduksi satu buah boks jam tangan, biaya produksinya memang tak begitu mahal, hanya berkisar antara Rp30.000-60.000. Namun, biaya operasional itu dapat membengkak hingga dua kali lipat jika ia menerima pesanan khusus dengan bahan kulit sintetis bermotif.

Setidaknya, itulah yang membuatnya sejak awal memilih bahan kulit sintetis sebagai bahan bakunya. Menurut dia, selain harga terjangkau, bahan kulit sintetis relatif lebih mudah didapatkan. Dengan begitu, ongkos produksi bisa lebih ditekan.

Kendati begitu, jika dibandingkan dengan harga jualnya, biaya produksi memang tak sebanding. Betapa tidak, harga per itemnya, biasa ia jual dengan harga mulai dari Rp30.000-Rp350.000. Permintaan terbanyak, diakuinya ada pada kotak jam modifikasi dengan harga kisaran Rp200.000.

“Lumayan lah. Meski bisnis saya ini sederhana, tapi cukup menguntungkan,” kata Andri yang juga membuka gerai di Jalan Imgoiri Barat KM.5 dan Jalan Ateka, Tanjung RT.01, Bangunharjo, Sewon, Bantul.

Advertisement

Meski tak bersedia menyebutkan omzet, bisa dibilang usaha yang dirintis oleh anak kedua dari tiga bersaudara ini berjalan cukup mulus.

“Buktinya, hingga kini saya belum pernah meminjam uang lagi untuk tambahan modal. Saya hanya akan meminjam uang [di bank] lagi kalau nanti hendak ekspansi,” katanya.

Inovasi Justru Datang dari Pembeli

Sebagai sebuah karya kerajinan, inovasi harus mutlak jalan terus. Prinsip itulah yang selalu dipegang oleh Andri Yunianto, pemilik kerajinan Jogja Handycraft. Tak hanya mengedepankan kualitas, model juga terus ia kembangkan demi meraih pasar yang lebih luas.

Berawal dari kotak jam tangan dengan kapasitas isi enam buah, ia terus mengembangkan hasil karya. Memang, meski kotak jam tangan model seperti itulah yang laku di pasaran, bukan berarti inovasi terhenti.

Uniknya, ide inovatif itu justru tak muncul dari usaha sendiri. Ide itu justru kerap muncul dari pembeli yang datang. Tak jarang, pembeli memesan kotak jam tangan dengan model yang mereka kehendaki.

Advertisement

“Setelah saya coba posting model yang saya buat dari pesanan itu, ternyata laku,” katanya belum lama ini.

Salah satu yang dicontohkan adalah kotak jam tangan model bertingkat. Jika awalnya kotak yang ia produksi hanya berupa kotak biasa, dirinya mencoba berkreasi dengan membuatnya bertingkat, baik itu dalam bentuk tumpuk maupun menggunakan sistem laci.

Ternyata, dengan semakin beragamnya bentuk itu, pesanan semakin membanjir. Setiap minggunya, ia mengaku bisa memproduksi hingga ratusan buah kotak jam tangan. Sedangkan per harinya, ia mampu menjualnya kisaran 50-80 item melalui penjualan retail.

“Hampir 90 persen saya pasarkan lewat online sih,” akunya.

Tak hanya itu, pesanan partai pun tak kalah membanjir. Dalam seminggu saja, dirinya bisa mengirim dua hingga tiga kali pesanan partai dalam jumlah banyak. “Sekali kirim ya bisa antara 50-100 item ke beberapa kota. Kebanyakan Jakarta dan Surabaya,” kata Andri.

Kalau sudah begitu, ia pun kerap kelimpungan. Alhasil, para suplier pun mau tak mau dimaksimalkannya. Untuk hal ini, Andri beruntung memiliki para tenaga supplier yang berpengalaman.

Kebanyakan supplier-nya memang seorang perajin spesialis bahan kulit sintetis. Pasalnya, jika hanya mengandalkan sembilan orang karyawannya saja, jelas permintaan itu tak akan bisa terselesaikan.

“Tapi tidak semua partai kami terima. Tergantung, apa kami sanggup tidak. Sering kami batalkan pesanan, lantaran kami kesulitan mencari tenaga penggarap,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif