Soloraya
Senin, 31 Juli 2017 - 05:35 WIB

KORUPSI WONOGIRI : Proyek Sumur Bor Berpotensi Rugikan Negara Rp2,7 Miliar, Kejari Turun Tangan

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Bulusulur, Desa Bulusulur, Kecamatan Wonogiri, Sukino, menunjukkan sumur bor dalam buatan 2016, belum lama ini. (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Kejari Wonogiri menyidik proyek pembuatan sumur bor 2016 yang diduga dikorupsi.

Solopos.com, WONOGIRI — Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri menyidik kasus dugaan korupsi proyek pembangunan 15 unit sumur bor dalam di 10 kecamatan pada 2016 lalu.

Advertisement

Proyek yang didanai dari APBD 2016 senilai Rp5,75 miliar itu dinilai berpotensi merugikan negara Rp2,7 miliar. Informasi yang dihimpun Solopos.com, sejak beberapa pekan lalu, Kejari menyelidiki kasus tersebut setelah mendapatkan informasi dari warga yang mengeluhkan proyek sumur bor tak rampung sehingga belum bisa dimanfaatkan pada pertengahan Juni lalu.

Kejari lalu menyelidiki dengan memeriksa sejumlah saksi hingga akhirnya penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan, belum lama ini. Penelusuran di situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Wonogiri, proyek itu dari Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (PESDM) dengan rekanan PT Gidhisa Bangun Persada, Kabupaten Bandung.

Advertisement

Kejari lalu menyelidiki dengan memeriksa sejumlah saksi hingga akhirnya penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan, belum lama ini. Penelusuran di situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Wonogiri, proyek itu dari Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (PESDM) dengan rekanan PT Gidhisa Bangun Persada, Kabupaten Bandung.

Pembayaran proyek lump sum, pekerjaan tahun tunggal pada Mei-Desember 2016. Kasipidsus Kejari Wonogiri, Hafidz Muhyiddin, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Jumat (30/7/2017), membenarkan tengah menyidik kasus dugaan korupsi proyek sumur bor.

Penyidikan berdasar Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejari (Kajari) Tri Ari Mulyanto bernomor PRINT-01/0.3.35/Fd.1/07/2017 tertanggal 10 Juli 2017. Saat penyelidikan Kejari memeriksa lebih dari 40 saksi dari pihak-pihak terkait, seperti dinas pengguna anggaran dan rekanan.

Advertisement

Menurut Hafidz, kasus itu ditingkatkan menjadi penyidikan karena penyidik menilai realisasi proyek terdapat unsur penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Bahkan, berdasar penyidikan diketahui terdapat potensi kerugian negara cukup besar.

Hanya, Hafidz belum dapat menyampaikan letak penyimpangan dan nilai potensi kerugian negara karena alasan tertentu. Dia berjanji akan menyampaikan secara jelas jika waktunya tiba.

“Penyidikan ini dilakukan untuk membuat terang pengusutan dalam rangka mencari siapa orang yang bertanggung jawab atau tersangka. Sementara ini mereka yang sudah diperiksa masih jadi saksi,” kata Hafidz mewakili Kajari, Dodi Budi Kelana, yang baru pekan lalu menggantikan Kajari Tri Ari Mulyanto.

Advertisement

Sebelumnya, Tri Ari kepada Solopos.com membeberkan penyimpangan dalam kasus sumur itu berlapis. Penyimpangan pertama terjadi akibat diubahnya kontrak yang semula lump sum menjadi kontrak harga satuan.

Hal itu menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) No. 5/2015 perubahan kelima atas Perpres No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pada kontrak lump sum, seharusnya pengguna anggaran tidak perlu membayar pekerjaan apabila proyek tak rampung 100 persen.

Kontrak lump sum diubah saat capaian memasuki masa kritis, yakni 42 persen. Pengubahan kontrak dilakukan sepihak oleh PPK. Setelah diubah, proyek diperpanjang. Hingga batas akhir, pekerjaan hanya mencapai 62 persen.

Advertisement

Akibatnya pengguna anggaran membayar proyek sesuai capaian tersebut senilai lebih dari Rp3 miliar. Pembayarannya pun menyalahi ketentuan. Pembayaran dilakukan apabila capaian proyek minimal mencapai 65 persen.

Faktanya, meski capaian hanya 62 persen pembayaran tetap dilakukan. Selain itu seluruh pekerjaan tidak ada yang selesai. “Kerugian negaranya total loss [kerugian total]. Semua dana yang dibayarkan dikurangi pajak-pajak, menjadi kerugian negara. Angkanya kurang lebih Rp2,7 miliar,” kata Tri yang kini bertugas di Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Bengkulu.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif