Jatim
Senin, 31 Juli 2017 - 19:05 WIB

HAJI 2017 : Naik Haji, Tukang Sapu Masjid di Tulungagung Merasa Dapat Keajaiban

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Calon jemaah haji Mulyono Minsar Tokarso, 75, menunjukkan tas koper haji dari Kantor Kementerian Agama Tulungagung di rumahnya Desa Rejoagung, Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (25/7/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Destyan Sujarwoko)

Haji 2017, seorang tukang sapu masjid tahun ini naik haji.

Madiunpos.com, TULUNGAGUNG — Seorang tukang sapu masjid jami’ Al-Munawar di Tulungagung, Mulyono, 75, tahun ini melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci. Kakek-kakek yang tinggal di Dusun Kebonagung, Desa Rejoagung, Tulungagung, itu merasa mendapatkan keajaiban sehingga berkesempatan menunaikan rukun Islam kelima.

Advertisement

Siang itu, Jumat (28/7/2017), wajah Mulyono tampak cerah. Mantan tukang becak yang kemudian memilih menjadi sukarelawan kebersihan di masjid agung di pusat kota marmer itu duduk santai di tengah ruangan rumah mungilnya.

Di dekatnya duduk, tas koper haji seukuran dua karung beras kapasitas medium ditaruh di atas dipan. Rupanya Mbah Mulyono baru saja berkemas ulang. Ia memastikan seluruh barang bawaannya telah lengkap tidak terlewat, sebelum mengikuti tahapan awal keberangkatan calon jamaah haji kloter 9 pada 29 Juli pukul 15.00 WIB.

Dalam satu perbincangan, Mulyono mengaku menunaikan ibadah haji laiknya mimpi yang tak akan pernah kesampaian. Latar belakangnya yang hanya seorang tukang becak dengan tiga anak angkat membuat Mulyono hanya bisa berdoa.

Advertisement

“Semoga Engkau beri hambamu ini kesempatan memeluk dan mencium Hajar Aswat-Mu yaa Rabb”, begitulah penggalan doa yang selalu dipanjat Mulyono tiap kali bersujud usai salat di Masjid Agung Al-Munawar, dari waktu ke waktu.

Sampailah suatu ketika Mulyono pada sekitar 2011 menghadiri ziarah haji salah seorang jamaah masjid Al-Munawar. Mimpi dan angan Mulyono yang sudah kian uzur tiba-tiba membuncah.

Sepulang dari ziarah, Mulyono “kelepasan” mencurahkan isi hatinya menunaikan ibadah suci itu ke istrinya yang kini sudah almarhum, Muslikah, dan terdengar anak bungsunya, Lilik Mulyani, 29.

“Sebelum daftar, ayah saya ini sempat curhat, apakah bisa berangkat haji dengan gaji segitu. Saya bilang, kalau Allah menghendaki pasti bisa,” kata Lilik bertutur.

Advertisement

Rasa sayang kepada sang ayah, mendorong hati bungsu tiga bersaudara yang baru saja diterima menjadi honorer guru ini untuk berikhtiar mencari informasi pendaftaran haji yang terjangkau.

“Dari situlah saya mendapat informasi program dana talangan haji yang dikeluarkan sebuah bank syariah,” kata Lilik yang kini sedang mengandung. Atas permintaan Lilik, pihak bank lalu memesan kursi untuk Mulyono, senilai Rp25 juta.

Namun kabar baik tak langsung disampaikan Lilik kepada bapaknya yang tiap siang berangkat ke Masjid Al-Munawar yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumahnya dengan jalan kaki.

Sampai akhirnya pada November 2011, Lilik resmi mendaftarkan haji sang bapak dengan mahar atau biaya awal Rp2,5 juta. Dana talangan Rp25 juta harus diangsur Mulyono selama enam tahun. Dari jadwal tunggu, seharusnya Mulyono berangkat pada 2021 mendatang.

Advertisement

“Bapak beruntung jadwal keberangkatannya maju, beberapa tahun lebih awal berkat adanya penambahan kuota haji dari pemerintah Arab untuk Indonesia, serta sebagian calon peserta jamaah haji yang menunda keberangkatan dengan berbagai alasan,” tutur Lilik.

Infak Jemaah

Usia Mulyono yang yang masuk kategori lanjut usia atau lansia memperlapang jalannya untuk segera menjejak Tanah Suci, Makkah. Mulyono mendapat jatah prioritas. Setelah melakukan pelunasan pada Bulan Juni, ada pemberitahuan bahwa Mulyono lolos dan akan diberangkatkan tahun ini. Setelah dicek di Kantor Kementerian Agama Tulungagung, nama Mulyono memang tercantum.

Mulyono diminta melakukan pelunasan sebesar Rp11 juta.

Advertisement

Lilik mengatakan meski dirinya terlibat dalam pendaftaran awal untuk keberangkatan haji, semua biaya yang diperlukan berasal dari hasil jerih payah ayahnya. Terutama dari infak jemaah yang tergerak hatinya, setelah tahu Mulyono akan berangkat haji.

Sebelumnya Mulyono sempat mengeluhkan sakit, karena sebelumnya menjadi perokok berat. Jantungnya juga bermasalah. Namun setelah cek kesehatan, Mulyono dinyatakan sehat. “Di KBIH tempat ayah saya ini ada tujuh orang lansia. Ayah saya satu-satunya yang tidak memerlukan pendamping,” tutur Lilik.

Mulyono adalah petugas kebersihan Masjid Agung Al Munawwar Tulungagung, sejak 30 tahun silam. Setiap bulan ayah tiga anak dan kakek lima cucu ini mendapat upah Rp300.000.

“Dari dulu honornya ya segitu tidak pernah berubah. Tapi saya selalu mensyukurinya, karena niatan saya adalah untuk ibadah,” tutur Mulyono.

Perlahan namun pasti, uang lelah bekerja sebagai relawan kebersihan di masjid Al-Munawar ia kumpulkan. Demikian pula infak, sebagian diberikan almarhum istrinya Muslikah, dan sebagian dia tabung secara konvensional di sebuah kotak bekas kaleng roti.

Setelah terdaftar resmi di salah satu bank syariah atas bantuan putri bungsunya, setiap bulan Muyono tertib mengangsur pembayaran sebesar Rp500.000.

Advertisement

Seluruh uang hasil jerih payahnya membersihkan masjid digunakan semua untuk membayar angsuran, ditambah uang tabungan selama bertahun dia kumpulkan.

“Begitu saya niat berangkat haji, banyak jamaah yang memberi infaq kepada saya. Hasilnya dikumpulkan untuk angsuran. Kalau ada sisa dipakai untuk keperluan,” tutur Mulyono.

Dari banyak infak itu pula Mulyono terbantu melakukan pelunasan yang nilainya sekitar Rp11 juta.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif