News
Minggu, 30 Juli 2017 - 15:05 WIB

Daya Beli Masyarakat Turun Jelang Pilpres 2019, Pengusaha Ketar-Ketir

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy (kedua kanan) menyerahkan laporan hasil kerja kepada pimpinan sidang, Fadli Zon (tengah), disaksikan Ketua DPR Setya Novanto (kedua kiri), Agus Hermanto, Taufik Kurniawan, dan Fahri Hamzah saat Rapat Paripurna ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2016-2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Kalangan pengusaha di DKI Jakarta mulai ketar-ketir mengingat daya beli masyarakat yang turun hingga dua tahun jelang Pilpres 2019.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang berharap pengesahan UU Pemilu oleh DPR belum lama ini tidak berdampak buruk terhadap aktivitas dunia usaha terutama di Jakarta. Indonesia mulai tahun politik pada 2018 dan 2019.

Advertisement

“Dunia usaha sangat berharap agar memasuki tahun politik persiapan Pemilu serentak 2019 peta perpolitikan kita tetap kondusif dan tidak gaduh,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis/JIBI, Minggu (30/7/2017).

Menurutnya, kondisi ekonomi global dan nasional yang belum stabil seperti saat ini sangat dibutuhkan kondisi politik yang aman untuk memberikan rasa kenyamanan terhadap pasar, pelaku usaha, dan investor.

Dia mengatakan kendati pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi semester II 2017 ini tetap tumbuh. Tetapi, penurunan daya beli masyarakat harus diwaspadai dan dicari faktor penyebabnya serta diatasi segera masalahnya.

Advertisement

Menurutnya, jika penurunan daya beli masyarakat ini berkepanjangan, maka akan berdampak pada ketahahan ekonomi. Pasalnya, konsumsi rumah tangga masih menjadi faktor utama yang mendukung perekonomian nasional.

Sarman menjelaskan indikator turunnya daya beli masyarakat dapat dilihat dari tutupnya toko-toko di pusat perdagangan Glodok. Selain itu, turunnya omzet sektor ritel dan juga beberapa industri seperti properti, industri berat, pabrik semen, tekstil, bahkan usaha jual beli mobil bekas pun banyak yang sudah berhenti.

Dengan demikian, kata dia, pemerintah harus membuat terobosan dan kebijakan agar daya beli masyarakat pulih kembali. Penyediaan lapangan kerja baru bagi warga yang berusia produktif, tambahnya, menjadi salah satu yang harus dilakukan.

Advertisement

“Harus ada kebijakan investasi yang pro bisnis untuk menarik calon investor secepatnya masuk dan menanamkan modalnya di Indonesia,” paparnya.

Selain itu, yang harus dilakukan pemerintah adalah memaksimalkan dana desa untuk kegiatan yang produktif guna menambah pendapatan masyarakat. Hal itu diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan daya tarik wisata asing masuk ke Indonesia.

“Kami berharap agar kondisi ekonomi kita semakin membaik, pertumbuhan ekonomi sebagaimana harapan pemerintah juga stabil bahkan juga naik, iklim investasi kondusif dan daya beli masyarakat pulih kembali sangat dibutuhkan situasi politik yang kodusif,” katanya.

Dia mengimbau para politikus peka dengan situasi ekonomi saat ini. Dia berharap para politikus untuk ikut menjaga agar kondisi politik di Tanah Air mendukung aktivitas usaha dan perekonomian yang nyaman. “Tidak sebaliknya, terjadi ketidak pastian yang mengakibatkan dunia bisnis kita semakin terpuruk,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif