Soloraya
Jumat, 28 Juli 2017 - 05:35 WIB

PERTANAHAN BOYOLALI : Tak Ada Payung Hukum, Perangkat Desa Jadi Korban Prona

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pungli (Dok/JIBI/Solopos)

Pertanahan Boyolali, Apdesi menyebut perangkat desa menjadi korban Prona karena payung hukumnya tidak jelas.

Solopos.com, BOYOLALI — Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Jawa Tengah (Jateng) menilai perangkat desa telah menjadi korban Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona).

Advertisement

Hal itu lantaran program tersebut tak memberikan kewenangan kepada perangkat desa untuk memungut biaya-biaya teknis yang tak ditanggung Prona. Ketua DPD Apdesi Jateng, Agung Heri Susanto, menjelaskan semangat Prona sebenarnya sangat mulia.

Sayangnya, kata dia, program itu tak menjangkau masalah-masalah teknis di lapangan. Akibatnya, ketika perangkat desa menjadi pelayan warganya dalam mengurus Prona, mereka berada di wilayah abu-abu yang rentan terjebak masalah hukum.

Advertisement

Sayangnya, kata dia, program itu tak menjangkau masalah-masalah teknis di lapangan. Akibatnya, ketika perangkat desa menjadi pelayan warganya dalam mengurus Prona, mereka berada di wilayah abu-abu yang rentan terjebak masalah hukum.

“Mestinya, perangkat desa diberi kewenangan mengambil keputusan terkait biaya teknis yang tak ditanggung Prona. Kalau tak ada kewenangan, perangkat desa bisa dianggap mengambil keputusan tanpa payung hukum,” jelasnya kepada Solopos.com, Kamis (27/7/2017).

Seperti diketahui, kasus dugaan pungli Prona menyeret perangkat Desa Wonosegoro, Boyolali. Polda Jateng sempat memanggil perangkat desa setempat setelah menerima laporan ada warga yang dikenai biaya Rp600.000-Rp750.000 atas pengurusan sertifikat tanah gratis itu.

Advertisement

“Padahal, biaya-biaya itu riil ada saat pengurusan sertifikat tanah yang belum sepenuhnya atas nama sendiri. Kalau sudah atas nama sendiri, ya memang gratis pengurusan serifikatnya,” jelasnya.

Agung mendesak pemerintah mengeluarkan surat setingkat menteri. Isinya berupa pelimpahan kewenangan kepada perangkat desa untuk memungut biaya-biaya teknis yang tak ditanggung pemerintah dalam program Prona.

“Biaya teknis itu harus dijelaskan apa diambilkan dari APB desa atau swadaya dari pemohon. Surat itu harus menjelaskan dari mana pembiayaannya. Jangan seperti ini, enggak jelas! Ujung-ujungnya perangkat desa jadi korban,” tegasnya.

Advertisement

Agung yakin perangkat desa sangat antusias melayani warganya yang ikut program pengurusan tanah gratis. Meski demikian, mereka juga harus mendapatkan payung hukum agar tak dituding melakukan pungli.

Sementara itu, Ketua DPC Apdesi Boyolali, Sugeng, meminta perangkat desa menunjuk tim yang mengurusi program prona. Dengan begitu tak ada tudingan-tudingan miring yang dialamatkan kepada perangkat desa.

“Saran saya, perangkat desa jangan menangani prona sendiri. Serahkan kepada tim dari masyarakat. Agar kasus tudingan pungli tak menjerat perangkat desa lagi,” jelasnya.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif