Soloraya
Jumat, 28 Juli 2017 - 15:47 WIB

Brakkk! Marah, Pejabat Pemkab Sukoharjo Tendang Pintu Kantor Kelurahan Mandan

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Babinkamtibmas Polsek Sukoharjo, Aiptu Wandino, menunjukkan bekas tendangan di pintu Kantor Kelurahan Mandan, Kecamatan Sukoharjo, Jumat (28/7/2017). (Trianto Hery Suryono/JIBI/Solopos)

Seorang pejabat Pemkab Sukoharjo datang ke Kantor Kelurahan Mandan dan menendang pintunya.

Solopos.com, SUKOHARJO — Seorang pejabat Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Sukoharjo, Tsp, datang ke Kantor Kelurahan Mandan, Kecamatan Sukoharjo, dan langsung menendang pintunya, Jumat (28/7/2017) pagi.

Advertisement

Perbuatan pejabat itu mengagetkan para pegawai kantor kelurahan tersebut. Ada beberapa pegawai yang saat ditemui Solopos.com sekitar pukul 10.50 WIB masih gemetar dan ketakutan.

Lurah Mandan, Supri Handayani, saat ditemui wartawan di kantornya bercerita sekitar pukul 08.30 WIB hingga 09.00 WIB ada tamu yang meminta tanda tangan surat keterangan penghasilan. “Saya belum meneken surat tersebut karena nilainya kurang tepat. Kemudian tamu bernama Fauzi itu pulang ke rumah,” jelas Supri.

Advertisement

Lurah Mandan, Supri Handayani, saat ditemui wartawan di kantornya bercerita sekitar pukul 08.30 WIB hingga 09.00 WIB ada tamu yang meminta tanda tangan surat keterangan penghasilan. “Saya belum meneken surat tersebut karena nilainya kurang tepat. Kemudian tamu bernama Fauzi itu pulang ke rumah,” jelas Supri.

Tidak berapa lama kemudian, Fauzi datang lagi bersama ayahnya, Tsp. Fauzi mengendarai sepeda motor sedangkan Tsp datang dengan mobil berpelat merah. Sesampai di kantor, lanjut Supri, Tsp yang tampak marah langsung menendang pintu kantor.

“Perangkat [kelurahan] ada yang gemetar melihatnya. Saya bergegas menelepon Kapolsek Sukoharjo untuk mengantisipasi kejadian tak diinginkan. Setelah marah-marah Pak Tsp keluar. Fauzi datang dan meminta maaf atas nama bapaknya untuk tindakan yang dilakukannya.”

Advertisement

Ketua LPM Mandan, Sony, mengiyakan dirinya meminta lurah tak menandatangani surat keterangan yang diminta Fauzi. Menurutnya, nilai penghasilan yang tercantum yakni Rp1 juta tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan.

“Toko kelontong lumayan sehingga penghasilannya lebih dari Rp1 juta. Saya melarang Lurah Mandan memberikan tanda tangan. Selain itu seorang pejabat tidak etis menendang pintu kantor kelurahan.”

Tsp hingga berita ini diunggah belum bisa dimintai konfirmasi. Solopos.com mendatangi Kantor PKP Sukoharjo dan rumahnya di Dukuh Banjarsari, Kelurahan Mandan, tetapi tidak berhasil menemuinya.

Advertisement

Istri Tsp, Sri, saat ditemui wartawan, mengatakan suaminya pergi. Dia bercerita kemarahan suaminya kemungkinan akibat kecapaian. “Anak kami sudah meminta maaf atas kejadian di Kantor Kelurahan Mandan,” katanya.

Sri bercerita Jumat pagi sekitar pukul 08.00 WIB, anaknya yang hendak masuk perguruan tinggi mengurus surat keterangan penghasilan ke Kantor Kelurahan Mandan. Menurutnya, surat keterangan penghasilan atas nama dirinya itu sebagai kelengkapan berkas pengisian uang kuliah tunggal (UKT).

“Surat keterangan penghasilan dibutuhkan karena saya bekerja sebagai pedagang kelontong. Di surat tersebut diisi penghasilan saya Rp1 juta dan diketahui kelurahan. Namun Lurah Mandan tidak mau membubuhkan tanda tangan.”

Advertisement

Lebih lanjut dia mengatakan Lurah Mandan keberatan dengan nilai penghasilan yang tertulis Rp1 juta dan mengusulkan diganti Rp2 juta. “Anak saya sudah mengubahnya tetapi hingga sekarang belum ditandatangani. Saat itu bapak [Tsp] datang dan marah-marah karena mendapati surat keterangan penghasilan belum ditandatangani. Padahal surat tersebut dibutuhkan anak saya untuk persyaratan registrasi perguruan tinggi.”

Sri menjelaskan sebelumnya surat penghasilan itu sudah dibuat dan sudah mendapatkan tanda tangan dari pegawai Kelurahan Mandan. “Surat keterangan tersebut telanjur dimasukkan ke perguruan tinggi dan tidak difotokopi. Nominal penghasilan saya yakni Rp1 juta dan sudah ditandatangani pegawai kelurahan. Namun, pagi tadi anak saya datang ke Kantor Kelurahan tidak mendapatkan tanda tangan surat keterangan penghasilan tersebut,” jelasnya.

Dia mengaku pendapatan per hari dari penjualan dagangannya tidak bisa dipastikan. “Jika ramai bisa Rp1 juta hingga Rp2 juta tetapi jika sepi sekali ya kurang dari Rp1 juta. Jadi pendapatan tidak menentu sehingga dirata-rata Rp1 juta.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif