Jogja
Rabu, 26 Juli 2017 - 05:21 WIB

Soal Antiperundungan, DIY Telah Terapkan Sekolah Sejahtera, Apa Itu?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bullying - ilustrasi (guardianlv.com)

Antiperundungan sudah direalisasikan DIY sejak lama

Harianjogja.com, JOGJA – Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY memiliki program antisipasi tindakan perundungan di sekolah. Meski demikian, kabupaten/kota diberi kebebasan melakukan inovasi pencegahan dengan cara lain.

Advertisement

Kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan setiap lembaga pendidikan secara otomatis tidak memperbolehkan adanya perundungan. Regulasi khusus memungkinkan untuk disusun tetapi bentuknya juknis pelaksanaan sehingga mengedepankan implementasi di sekolah agar tidak terjadi perundungan.

Kabupaten/kota sah-sah saja memiliki program semisal antiperundungan yang dimasukkan dalam kurikulum. Menurut dia, hal itu dilakukan sejak lama, hanya tidak menggunakan nama antiperundungan. Aji juga menilai penggunaan terma antiperundungan diakui gaungnya bisa lebih terdengar, seperti halnya anti-narkoba.

“Tetapi apa iya kemudian ada regulasi di suatu tempat itu pendidikan antiperundungan, ya semua sekolah kan harus, tidak perlu ada regulasi yang menyatakan di sekolah tidak boleh ada bullying itu otomatis, semua sekolah tidak boleh ada perundungan. Yang harus dilakukan adalah bagaimana supaya mengantisipasi tidak ada bullying. Regulasinya lebih baik bagaimana implementasinya,” terangnya saat ditemui Harianjogja.com, Senin (24/7/2017).

Advertisement

Sejumlah implementasi tersebut, kata Aji, adalah program sekolah sejahtera, sekolah berbasis budaya dan program pengembangan sekolah sesuai bakat minat siswa seperti sekolah olahraga, sekolah seni dan sejenisnya. Sekolah sejahtera yang telah dilakukan bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sedangkan sekolah berbasis budaya, mereka kita jadikan pilot project melaksanakan secara penuh terhadap Perda No.5/2012 terkait pengelolaan pendidikan berbasis budaya. Jumlah sekolah sejahtera dan sekolah berbasis budaya di DIY, masing-masing sudah 100 sekolahnya. Ke depan perlu dikembangkan ke sekolah lain. Ia berpendapat, program itu bisa menjadi solusi antisipasi perundungan karena muaranya adalah pembentukan karakter.

“Sebetulanya kan sama, hanya kami tidak menyebutkan anti-perundungan. Kalau kemudian sejahtera, berbasis budaya kan nggak ada budaya kekerasan. Saya kira kalau ada [program] dengan memberi nama antiperundungan enggak masalah, sebetulnya ujungnya bagaimana sekolah ini sejahtera, berbasis budaya,” kata dia.

Ia mengatakan sekolah sejahtera itu mewujudkan, siswa, guru, tata usaha dan warga sekolah dapat bekerja dan belajar dengan menyenangkan. Karena jika semua merasa senang maka tidak ada kekerasan baik fisik maupun verbal. Sedangkan sekolah berbasis budaya untuk membangun karakter, harapannya tidak sekadar mendongkrak prestasi tetapi juga mengantisipasi perundungan. Sekolah berbudaya akan membuat anak dan guru memiliki karakter yang baik, ada beberapa indikator seperti toleransi, akhlak mulia, kerjasama, gotong royong.

Advertisement

Salahsatu sekolah yang masuk program sekolah sejahtera, lanjutnya, yaitu SMP N 1 Galur Kulonprogo. Hubungan orangtua dengan guru di sekolah tersebut sangat baik. Bahkan ia menilai murid cenderung berlomba-lomba datang pagi dengan senang.

“Waktunya pulang kalau nggak disuruh gurunya, nggak mau pulang, itu menggambarkan bahwa siswa senang di sekolah,” ujar dia.

Aji menambahkan, soal sanksi bagi pelaku perundungan dengan bahasa tata tertib yang harus dipatuhi, hal itu tidak secara spesifik menyebut perundungan. Jika guru melakukan perundungan terhadap siswa, ada sanksi administrasi dan pidana, bahkan PGRI ada lembaga dewan kehormatan, kode etik. Kalau yang melakukan murid, tentu harus mematuhi tata tertib kalau dia menyalahi harus ada sanksi dari sekolah. Kalau kriminal dia berususan dengan kepolisian. “Saya kira sanksi sudah jalan.

Sekarang implementasi, bagaimana supaya tidak terjadi tawuran, tidak olok-olokan, bagaimana murid menghormati guru. Murid melakukan bully juga terjadi to ngomong sama guru pakai bahasa kasar,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif