Soloraya
Minggu, 23 Juli 2017 - 23:35 WIB

KESENIAN KLATEN : Gejog Lesung dan Semangat Gotong Royong Warga

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Peserta unjuk kepiawaian menari, menyanyi, dan memainkan lesung dalam lomba Gejog Lesung di Desa Barepan, Cawas, Klaten, Sabtu (22/7/2017). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Kesenian Klaten, 23 kecamatan mengikuti lomba lesung gejog untuk  melestarikan seni tradisional itu.

Solopos.com, KLATEN — Pria-pria bertelanjang kaki, berbaju lurik, dan berbelangkon khas Jogja memukul-mukul kentongan berbentuk menyerupai cabai. Badan dan kaki mereka bergerak rampak seperti gerakan tarian.

Advertisement

Suara kelima pria itu bersahut-sahutan dengan nyanyian seorang perempuan saat menyanyi lagu Gugur Gunung dengan gaya mirip penyanyi rap. Di belakang mereka, empat pria lainnya memainkan lesung tua yang tampak rapuh.

Tongkat kayu sepanjang sekitar 1,5 meter jadi satu-satunya alat pemukul. Pria-pria berseragam lurik itu memainkan bagian tengah, tepian, ujung, dan pangkal lesung supaya menimbulkan suara berbeda dengan irama bervariasi.

Advertisement

Tongkat kayu sepanjang sekitar 1,5 meter jadi satu-satunya alat pemukul. Pria-pria berseragam lurik itu memainkan bagian tengah, tepian, ujung, dan pangkal lesung supaya menimbulkan suara berbeda dengan irama bervariasi.

Sembari terus menggoyangkan badan, senyum semringah tak pernah hilang selama pertunjukan berdurasi 10 menit itu. Sesekali terdengar suara pengunjung atau penonton lain menirukan lirik lagu yang dinyanyikan kelompok perkusi asal Kecamatan Klaten Selatan itu.

Di bagian lain, penari-penari yang juga peserta lomba Gejog Lesung berjoget memeriahkan pementasan di lapangan Barepan, Desa Barepan, Kecamatan Cawas, siang yang terik itu, Sabtu (22/7/2017). Ada 23 peserta Gejog Lesung dari 23 kecamatan yang memeriahkan peringatan HUT ke-72 RI dan Hari Jadi ke-213 Klaten.

Advertisement

Panitia menyiapkan lima lagu pilihan, meliputi Ronda Kampung, Mbangun Desa, dan Gugur Gunung, Ronda Malem serta Penghijauan. Dalam kompetisi itu, Kahono, 60, peserta asal Dukuh Karangnongko, Desa Karangnongko, Kecamatan Karangnongko, dan timnya memainkan gejog lesung dengan tema Manen Pari.

Tema itu dipilih lantaran di daerahnya kini tengah panen padi. “Orang-orang Karangnongko sekarang sedang panen padi,” ujar pria paruh baya itu setengah berteriak menandingi gaduh suara lesung yang dimainkan.

Pria yang menjadi juru bicara di timnya itu menuturkan gejog lesung diperkirakan masuk ke Karangnongko pada akhir abad ke-19. Lesung dipukul-pukul selepas subuh untuk mengundang warga berkumpul dan bekerja membantu pekerjaan tetangga, semacam sambatan.

Advertisement

“Lesung waktu itu juga masih dipakai untuk menumbuk padi,” beber dia seraya mendekatkan mulutnya ke telinga Solopos.com.

Lesung perlahan mulai tergantikan setelah datang mesin penggilingan padi di Karangnongko pada 1970-an. Namun, lesung tetap dimainkan untuk bermusik sembari membangkitkan semangat kerja saat gotong royong. “Kalau sekarang lesung untuk bermusik saja. Ini menjadi tradisi yang harus dilestarikan,” harap dia.

Dalam lomba itu dinilai beberapa aspek seperti keserasian dan keharmonisan bunyi. Aspek koreografi juga tak luput dari penilaian untuk mengukur kesesuain gerak dengan tema.

Advertisement

“Kesesuaian kostum dan rias yang disajikan peserta juga ikut dinilai,” ujar seorang juri dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Ki Suwito Radyo Adinegoro.

Camat Cawas, Muh. Nasir, berharap agenda gejog lesung yang rutin digelar menjadi ajang nguri-uri kekayaan budaya daerah. Hal itu menjadi wadah ekspresi para pegiat seni di Klaten sekaligus memberikan pendidikan karakter bagi masyarakat.

Lomba itu dimenangkan pemain Gejog Lesung asal Kecamatan Cawas. Disusul di peringkat kedua kontingen asal Kecamatan Karangdowo. Tempat ketiga diraih kontingen asal Kecamatan Trucuk. Juara kelima dan keenam berturut-turut diraih Klaten Selatan dan Jogonalan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif