Jogja
Sabtu, 22 Juli 2017 - 15:22 WIB

Ini Strategi Kulonprogo Atasi Kekerasan Seksual pada Anak

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Stop kekerasan kepada anak. (JIBI/Harian Jogja/Antara).

Kekerasan seksual di Kulonprogo masih tinggi.

Harianjogja.com, KULONPROGO — Kasus kekerasan seksual pada anak di Kabupaten Kulon Progo setiap tahun trennya selalu mengalami peningkatan. Beberapa hal ditengarai menjadi penyebab seperti budaya yang menganggap perempuan sebagai objek seksual, kesepian, sampai penetrasi internet yang semakin masif sehingga akses terhadap pornografi semakin terbuka lebar.

Advertisement

Baca Juga : Kekerasan Seksual pada Anak Meningkat, Ternyata Ini Penyebabnya

Untuk menanggulangi keadaan tersebut, imbuh Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulonprogo Woro Kandini , pihaknya mensosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Kulon Progo Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan hingga desa. Sosialisasi dilakukan, kata Woro Kandini, supaya masyarakat tidak lagi melakukan tindakan yang sewenang-wenang terhadap anak, yang dalam hal ini seseorang yang masih dibawah 18 tahun, karena sudah ada peraturan yang bisa menjatuhkan sanksi terhadap pelaku.

Sedangkan untuk anak yang menjadi korban tindak kekerasan seksual, imbuhnya, akan diberikan pendampingan baik dari sisi mental maupun fisik. Menurutnya anak yang telah menjadi korban cenderung akan menjadi pribadi yang rendah diri karena itu harus diberikan pendampingan dan motivasi dari psikolog profesional supaya tidak ada lagi trauma yang dapat mengganggu kesehatan mental korban di masa yang akan datang.

Advertisement

Sementara itu konselor psikologi Rifka Annisa (sebuah LSM yang fokus pada masalah perempuan), Budi Wulandari menyampaikan anak yang menjadi korban kekerasan seksual cenderung akan mengalami tindakan yang sama secara berulang-ulang karena yang bersangkutan enggan bercerita karena takut dengan ancaman yang diberikan oleh pelaku. Ancaman tersebut seperti kekerasan dalam bentuk lain atau penyebarluasan aib.

Ia mengatakan biasanya kasus kekerasan seksual pada anak tidak akan langsung diketahui sampai ketika dampaknya sudah sangat mengkhawatirkan bagi si korban. Misalnya, kata Budi Wulandari, adalah anak yang biasanya ceria menjadi pendiam, sering cemas, dan mulai menarik diri dari lingkungan. Atau sering terbangun pada malam hari dan langsung menangis.

“Kalau keluarganya peka pasti akan langsung menggali untuk mencari tahu apa yang terjadi.”

Advertisement

Untuk menekan angka kekerasan seksual pada anak, menurutnya harus ada sinergi antara pemerintah Kabupaten Kulon Progo, aparat penegak hukum, dan masyarakat itu sendiri. Pemerintah, sebutnya, harus menghimbau masyarakat agar melaporkan semua tidak kekerasan pada anak, dan sebaliknya masyarakat harus aktif melaporkan.

“Setelah dilaporkan perspektif aparat penegak hukum semsetinya ikut berubah. Karena selama ini banyak kasus mandek karena mereka berpikir kehamilan yang tidak diinginkan terjadi pada anak, tidak tepat ditangani karena statusnya pacaran. Tapi konteksnya bukan seperti itu. Kehamilan pada anak selalu diiringi oleh pemaksaan, bujuk rayu, dan relasi yang tidak setara, “tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif