Jogja
Kamis, 20 Juli 2017 - 16:55 WIB

POTRET SEKOLAH PINGGIRAN : Selama 36 Tahun, SDN Wonolagi Hasilkan 150 Lulusan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana pengenalan siswa baru di SD Negeri Wonolagi, Desa Ngleri, Kecamatan Playen, Senin (17/7/2017). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Sekolah Dasar Negeri Wonolagi terus saja kekurangan murid karena sekolah ini dikhususkan bagi warga di Dusun Wonolagi, Ngleri, Playen.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL- Sekolah Dasar Negeri Wonolagi terus saja kekurangan murid karena sekolah ini dikhususkan bagi warga di Dusun Wonolagi, Ngleri, Playen.

Advertisement

Waktu menunjukan pukul 07.00 WIB, bel sekolah pun telah berbunyi di Sekolah Dasar Negeri Wonolagi, Desa Ngleri, Kecamatan Playen. Belasan murid pun terlihat memasuki halaman sekolah. Di tempat itu sudah berdiri tiga orang pengajar, satu persatu murid pun menyalami para guru untuk kemudian masuk ke kelas masing-masing.

Meski para murid telah datang semua, namun kondisinya tetap sepi. Tak ada hiruk pikuk keramaian berarti karena jumlah siswa di sekolah ini hanya terdiri dari 13 anak yang merupakan gabungan dari siswa kelas I, II dan VI.

Advertisement

Meski para murid telah datang semua, namun kondisinya tetap sepi. Tak ada hiruk pikuk keramaian berarti karena jumlah siswa di sekolah ini hanya terdiri dari 13 anak yang merupakan gabungan dari siswa kelas I, II dan VI.

Sepintas dari sisi bangunan, SD Negeri Wonolagi tidak berbeda dengan sekolah yang lain. Dari sisi bangunan juga masih sangat layak. Namun dikarenakan jumlah siswa yang sedikit, bentuk ruangan yang dimiliki lebih sempit.

Idealnya, bangunan yang harusnya digunakan untuk tiga kelas, oleh pihak sekolah dibuat sekat sehingga menjadi enam ruangan kelas. Praktis pembuatan sekat ini membuat ruangan jadi semakin sempit. Untuk setiap kelasnya hanya terdiri dari satu meja guru dan empat bangku yang dilengkapi delapan tempat duduk.

Advertisement

Adapun perbendaan lainnya, jika sekolah lain setiap anak bermain dengan teman sekelas. Di sekolah ini seluruh siswa bermain secara bersama-sama.

Keberadaan SD Negeri Wonolagi sempat menjadi polemik karena Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gunungkidul di 2013 sempat menutup dan akan menggabungkan dengan sekolah yang lain. Sebagai dampaknya sekolah tersebut tidak boleh menerima murid baru karena ingin menghabiskan anak didik.

Tidak ada penerimaan itu berlangsung sampai tahun ajaran 2015-2016 karena di tahun ajaran 2016-2017, sekolah tersebut diperbolehkan kembali menerima murid.

Advertisement

Kebijakan diperbolehkan menerima siswa baru tidak lepas dari permintaan Gubernur DIY Sri Sultan HB X yang melakukan peresmian Kampung KB di Dusun Wonolagi di 2016 lalu. Dalam kesempatan itu, sultan meminta kepada Pemkab Gunungkidul untuk mempertahankan sekolah tersebut, karena keberadaan SD Wonolagi merupakan satu-satunya akses pendidikan bagi warga di dusun tersebut yang letaknya sangat terpencil karena dikelilingi Sungai Oya dan hutan.

“Inilah yang menjadi penyebab kenapa kami tidak memiliki siswa untuk kelas tiga, empat dan lima. Sebab di sekolah ini sempat dilarang menerima siswa baru selama tiga tahun,” ungkanya.

Jumidah mengakui, kekurangan murid di SD Negeri Wonolagi bukan hal yang baru. Sebab, sejak didirikan di 1981 lalu terus saja kekurangan siswa. Total hingga tahun ajaran 2016-2017 baru ada 150 lulusan. “Kalau dibuat rata-rata, lulusan setiap tahunnya kurang dari lima anak,” imbuh dia.

Advertisement

Salah seorang siswa baru di SD Negeri Wonolagi, Yasmin Korina Pratiwi,7, mengaku senang bisa sekolah di dekat rumah. Meski jumlah teman tidak banyak, namun ia merasa bangga dapat sekolah tanpa diantar oleh orang tua.

“Beda waktu Taman Kanak-kanak, saya harus diantar setiap hari karena letak sekolah yang jauh. Tapi sekarang bisa berangkat sendiri karena lokasinya dekat dengan rumah,” katanya.

Dari pantauan yang dilakukan, letak Dusun Wonolagi jauh dari pusat keramaian. Sebagai gambaran, warga yang ingin mencapai pusat pemerintahan di Desa Ngleri harus menempuh jarak sejauh lima kilometer dengan melewati hutan. Sedang untuk mencapai wilayah lain seperti Desa Pengkok, Patuk warga harus menyeberang jembatan layang yang berdiri di atas aliran Sungai Oya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif