Jogja
Kamis, 20 Juli 2017 - 19:40 WIB

AIR TANAH JOGJA : Hotel Masih Nakal, Pakai Sumur Dangkal

Redaksi Solopos.com  /  Galih Eko Kurniawan  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Peneliti Pusat Managemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jogja, Eko Teguh Paripurno (kanan), memaparkan soal krisis air di Jogja dalam diskusi di Lembaga Ombudsman DIY, Rabu (19/7). (JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin)

Hotel itu sempat mengajukan izin ke DLH namun instansinya belum mengeluarkan rekomendasi

Harianjogja.com, JOGJA—Kewajiban semua pengelola jasa perhotelan dan restoran berlangganan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) belum dilaksanakan sepenuhnya.

Advertisement

Buktinya, masih banyak hotel yang menggunakan air bawah tanah bahkan sumur dangkal. “Ada beberapa hotel nakal menggunakan air sumur dangkal sehingga menjadi masalah,” kata Kepala Seksi Pengendalian Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja, Peter Lawoasa, di sela-sela gelar kasus penggunaan air tanah bagi perhotelan di Lembaga Ombudsman DIY, Rabu (19/7/2017).

Gelar kasus tersebut terkait dengan aduan warga pada salah satu hotel di Jalan Bhayangkara. Hotel tersebut sebelum berdiri menjanjikan akan menggunakan air PDAM. Namun, setelah berdiri, hotel itu mengajukan izin penggunaan air bawah tanah dengan alasan untuk menunjang suplai air PDAM.

Peter mengakui hotel itu sempat mengajukan izin ke DLH namun instansinya belum mengeluarkan rekomendasi. Menurut dia, hampir semua hotel memiliki sumur dangkal namun digunakan atau tidak butuh pengawasan. Sementara pengawasan penggunaan air bawah tanah saat ini menjadi kewenangan provinsi.

Advertisement

Kepala Bagian Produksi PDAM Tirtamarta Kota Jogja, Robid Lokananta, mengatakan penggunaan air PDAM merupakan kewajiban bagi pengusaha jasa penginapan, perhotelan dan restoran sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota No.3/2014.

Baru-baru ini ia mengaku menerima permohonan suplai air dari 10 hotel baru dan semuanya bisa disuplai oleh PDAM. Total saat ini sudah ada 140 hotel yang berlangganan air PDAM dari 340 hotel. Semua yang berlangganan, kata Ribid, justru hotel-hotel lama yang berdiri sebelum keluarnya Perwal. Karena aturannya maksimal dua tahun hotel lama wajib menggunakan air PDAM.

Pihaknya sempat mensurvei hotel-hotel yang belum berlangganan PDAM pada tiga bulan lalu dan menemukan beberapa alasan. Pertama, karena hotel masih menggunakan sumur dangkal, kedua pengelola hotel beralasan air PDAM kurang bagus.

Advertisement

Atas alasan kedua tersebut, Robid mengaku sempat melakukan uji kelayakan bersama dan hasilnya cukup bagus. Bahkan PDAM Tirtamarta sudah mendapat sertifikat dari Kementerian Kesehatan untuk kualitas air. Dan alasan ketiga khawatir PDAM tidak mampu mencukupi.

Peneliti Pusat Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Eko Teguh Paripurno, menuturkan dari hasil kajian selama 10 tahun terakhir di wilayah Gondokusuman, Umbulharjo, Kotagede, dan beberapa wilayah Sleman seperti Pakem, Ngemplak, Depok, dan Berbah menunjukan kawasan-kawasan di tekuk lereng atas, terjadi penurunan debit air 20-45 sentimeter? per tahun.

Sementara di tekuk lereng bawah terjadi penurunan 15-50 sentimeter? per tahun dengan rata-rata 30-35 sentimeter per tahun. Penurunan drastis karena gempa terjadi di titik Berbah, Gondokusuman, dan Umbulharjo. Eko menyarankan ada upaya kebijakan konservasi?. “Ekspoitasi air tanah perlu ?diikuti dengan perlindungan dan memproduksi air,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif