Jateng
Rabu, 19 Juli 2017 - 08:50 WIB

WISATA JATENG : Abaikan Sikap Egosentris Kedaerahan demi Majukan Pariwisata

Redaksi Solopos.com  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Koordinator Pengiat Wisata Jateng, Benk Mintosih, berpose di area Skypool Star Hotel, Semarang, beberapa waktu lalu. (JIBI/Semarangpos.com/Istimewa-Star Hotel)

Wisata Jateng, menurut para pelaku wisata membutuhkan sifat boardless.

Semarangpos.com, SEMARANG – Tak kunjung menggeliatnya pariwisata di Jawa Tengah (Jateng) menimbulkan kekhawatiran bagi para pengiat pariwisata, terutama pelaku usaha perhotelan. Mereka cemas kondisi itu akan berdampak pada turunnya pendapatan daerah, terutama dari sektor pariwisata.

Advertisement

Koordinator Penggiat Pariwisata Jateng, Benk Mintosih, mengatakan indikator rendahnya minat wisatawan ke Jateng bisa dilihat dari rata-rata tingkat hunian atau okupansi hotel-hotel di Jateng. Okupansi hotel di seluruh kabupaten/kota di Jateng jika dirata-rata masih berada di bawah 60%.

Itu pun diperparah dengan masa hunian atau length of stay (LOS) yang tak sampai dua hari. “Rata-rata LOS di Jateng masih berkisar di angka 1,7-1,9. Ini menandakan Jateng belum berhasil menjadi daerah destinasi wisata. Baru masuk kategori mice atau pun transit,” beber Benk saat dijumpai Semarangpos.com di Star Hotel, Semarang, Jumat (14/7/2017).

Benk pun menilai perlu adanya kerja sama antarpemangku kebijakan di Jateng untuk meningkatkan pariwisata. Setiap pengambil kebijakan di Jateng, seperti bupati dan wali kota harus melupakan sifat egosentris kedaerahannya demi meningkatkan pariwisata.

Advertisement

“Bicara pariwisata itu harus bicara boardless [tidak ada batasan]. Antara satu daerah dengan daerah lain harus saling mendukung. Kalau bisa seperti itu tentu kemajuan yang dirasakan satu daerah akan memberi dampak kepada daerah lainnya,” beber pria yang juga menempati posisi sebagai Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Jateng itu.

Benk mencontohkan, saat ada wisatawan yang memiliki tujuan wisata ke Solo, seharusnya dari pemerintah setempat juga memberikan paket wisata ke daerah lain di sekitar Solo, seperti Boyolali, bahkan Semarang. Kondisi itu pun membuat pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri-sendiri dan harus menjalin koordinasi dengan pemangku kebijakan daerah lain.

“Bahkan tidak menutup kemungkinan kita bekerja sama dengan pemerintah provinsi, seperti Yogyakarta. Sekarang promosi semacam itu kan sudah mulai diterapkan, seperti “Piknik di Jogja, Nginepnya di Solo”, hal-hal semacam itu yang perlu kita gerakan untuk meningkatkan pariwisata daerah,” tutur Benk.

Advertisement

Pria yang juga menjabat sebagai General Manager (GM) Star Hotel itu menambahkan Jateng sebenarnya memiliki potensi wisata yang sangat banyak. Selain empat destinasi wisata unggulan, yakni Candi Borobudur, Pulau Karimunjawa, Museum Sangiran, dan Dieng, Jateng masih memiliki objek wisata lain yang tak kalah menarik dibanding daerah lain.

Benk pun berharap Pemerintah Jateng belajar dari Manado. Belakangan ini Pariwisata di Manado mengalami kemajuan cukup pesat yang dibuktikan dengan tingkat okupansi hotel yang mencapai 80%.

“Manado saat ini menjadi salah satu tujuan wisata para wisatawan mancanegara [wisman] asal Tionghoa. Manado sepertinya tahu memikat wisatawan dari Tionghoa yang tertarik akan wisata . Mereka menawarkan potensi wisata, sepeti perbukitan, pantai, dan belanja. Dan ketiga potensi itu, Jateng punya. Masak kalah sama Manado,” jelas Benk.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif