Jogja
Senin, 17 Juli 2017 - 10:55 WIB

Telaga Mengering, Seperti Ini Perjuangan Warga Gunungkidul untuk Mendapatkan Air Bersih

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah seorang warga, Watinah sedang mengambil air dari kubangan di Telaga Banteng yang mengering di Dusun Ngricik, Desa Melikan, Kecamatan Rongkop, Minggu (16/7/2017). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Musim kemarau yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul membuat sebagian warga kesulitan mendapatkan air bersih

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Musim kemarau yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul membuat sebagian warga kesulitan mendapatkan air bersih. Air telaga yang selama ini dijadikan salah satu sumber mendapatkan air bersih sudah mulai mengering.

Advertisement

Seperti di Telaga Banteng yang terletak di Dusun Ngricik, Desa Melikan, Kecamatan Rongkop. Sudah satu bulan terakhir air telaga sudah surut, saat ini bahkan permukaan telaga sudah terlihat. Telaga berubah menjadi hamparan tanah kering yang retak-retak.

Namun demikian, bagi sebagian warga yang membutuhkan air bersih, masih mencoba memanfaatkan air yang tersisa di telaga tersebut. Hal itu dilakukan agar biaya pengeluaran untuk membeli air bersih tidak membengkak.

Salah seorang warga, Sukini masih mencoba memanfaatkan telaga yang mengering dengan membuat kubangan berdiamer 30 centimeter dengan kedalaman 50 centimeter.

Advertisement

Dari lubang tersebut dia masih mendapatkan air untuk dimanfaatkan kebutuhan sehari-hari. “Untuk minum ternak sama mencuci mengambil dari sini [lubang di telaga],” kata dia, Minggu (16/7/2017).

Di telaga yang telah mengering tersebut terdapat belasan lubang bekas galian warga. Namun sebagian besar sudah mengering, hanya sisa sekitar tiga lubang yang masih mengeluarkan air. Pasalnya sudah sejak satu bulan terakhir saban hari warga mengambil air dari lubang-lubang tersebut.

Warga menggunakan ember dan jeriken mengangkut air tersebut ke rumah masing-masing yang jaraknya satu hingga dua kilometer dari telaga. Menurut Sukini, ia terpaksa mengangkut air dari telaga yang mulai mengering lantaran tempat penampungan air hujan miliknya juga sudah mengering.

Advertisement

Selama ini warga memang hanya dapat mengandalkan tampungan air hujan, karena wilayah tersebut berada di perbukitan karst. Hal itu membuat warga kesulitan menemukan sumber air yang dangkal.

Sementara, PDAM yang digadang-gadang memenuhi kebutuhan air warga juga belum dapat menjangkau wilayah tersebut. Untuk itu warga harus membeli air tangki dari swasta yang harganya Rp12.000 per tangki.

Sementara itu salah seorang warga lainnya, Watinah mengatakan air tangki dari swasta kualitasnya tidak lebih baik dari air di telaga. Oleh sebab itu dia lebih memilih menggunakan air telaga untuk masak. “Airnya disini [telaga] lebih bersih dari tangki, karena tidak mengandung kapur,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif