Jogja
Minggu, 16 Juli 2017 - 08:22 WIB

PPDB 2017 : Kuota Tak Cukup, Sekolah Inklusi Boleh Menyeleksi

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah seniman menyelesaikan pembuatan bola dunia (globe) taktual untuk tuna netra di rumah produksi Niaga Teknik di Jl. Sugeng Jeroni, Yogyakarta, Kamis (26/12/2013). Bola dunia taktual bertekstur dan dilengkapi dengan indeks berhuruf braile tersebut diciptakan untuk mempermudah proses belajar mengajar bagi siswa sekolah luar biasa dan sekolah yang memiliki siswa tunanetra. Globe tersebut diciptakan dari hasil kerjasama Pusat Sumber Pendidikan Inklusif Provinsi DIY dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) dan sejumlah seniman di Yogykarta. (Harian Jogja-Desi Suryanto)

PPDB 2017 untuk sekolah inklusi dapat melakukan seleksi.

Harianjogja.com, JOGJA – Sejumlah sekolah yang menyatakan diri sebagai sekolah inklusi atau menerima siswa dari anak berkebutuhan khusus (ABK) diperbolehkan melakukan seleksi jika kuotanya terbatas. Meski demikian sekolah tidak boleh secara tegas melakukan penolakan, namun memberikan penjelasan dengan mengarahkan ke sekolah lain.

Advertisement

Kabid Perencanaan dan Standarisasi Pendidikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Suroyo menjelaskan setiap sekolah memang diharapkan menerima siswa ABK. Ketentuan itu berlaku bagi jenjang pendidikan dari SD bahkan perguruan tinggi. Namun, sekolah harus memperhatikan kemampuan SDM dan fasilitas untuk memberikan layanan pada ABK.

“Kalau memang ada ABK yang mendaftar di sana diharapkan, sesuai dengan sumber daya yang ada di sekolah itu. Sejauh sekolah dapat melayani ya diterima dengan syarat memenuhi ketentuan, seperti telah lulus dari sekolah sebelumnya,” ungkapnya saat ditemui, Jumat (13/7/2017).

Ia menegaskan, pihak sekolah tidak serta merta langsung menolak jika ada ABK yang akan mendaftar. Melainkan diberikan penjelasan dengan diarahkan ke sekolah yang sekiranya mampu dan memiliki sumber daya untuk mendidik ABK. Mengingat setiap sekolah memiliki fasilitas yang berbeda.

Advertisement

“Kalau toh tidak bisa [menerima] dengan kemampuan sumber dayanya diarahkan kemana [sekolah] yang bisa. Istilah difasilitasi untuk diarahkan diberikan penjelasan, tidak boleh serta merta ditolak,” tegasnya.

Sebuah sekolah, kata dia, diberikan kesempatan untuk melakukan seleksi atau assessment terhadap calon siswa ABK, jika jumlah pendaftar melebihi kuota. Biasanya dalam setiap kelas daya tampung ABK sekitar empat kursi. Seleksi dilakukan berkaitan dengan kemampuan antara ABK dalam mengikuti proses pembelajaran sekaligus kemampuan sekolah. Proses seleksi dilakukan, agar ABK dapat tertangani dengan baik. Karena jika memaksakan masuk di satu sekolah dengan sumber daya yang kurang, dikhawatirkan tidak tertangani dengan baik. “Ada seleksi kalau memang daya tampung terbatas. Yang jelas, dalam seleksi itu ada komunikasi yang baik antara sekolah dengan pihak pendaftar, dijelaskan kalau di sekolah ini seperti ini dan seterusnya,” kata Suroyo.

Menurutnya, tidak semua ABK dapat tertampung di sekolah inklusi. Seperti tuna grahita, dimungkinkan kurang dapat mengikuti pembelajaran di sekolah umum, sehingga direkomendasikan ke SLB.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif