Soloraya
Rabu, 12 Juli 2017 - 18:15 WIB

KISAH INSPIRATIF : Kerja Keras Antarkan Tukang Becak di Klaten Ini Naik Haji

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ngadiman Yinto Semito, 69, tukang becak asal Dukuh/Desa Talang, Kecamatan Bayat, Klaten, yang naik haji tahun ini. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Seorang penarik becak di Kabupaten Klaten berhasil mengumpulkan uang untuk beribadah haji pada tahun ini.

Solopos.com, KLATEN — Di usianya yang sudah senja, semangat Ngadiman Yinto Semito untuk terus bekerja masih tinggi. Pria kelahiran 9 September 1948 itu saban hari mangkal di Pasar Cawas, Klaten, untuk menawarkan jasa becak.

Advertisement

Ia sudah menggeluti pekerjaan tersebut sejak 1967. Awalnya, ia menjadi tukang becak di Semarang selama 12 tahun sebelum hijrah ke Jogja selama lima tahun. Hingga akhirnya, pria tersebut pulang kampung dan menjadi pengayuh becak di wilayah Ceper, Klaten, selama dua tahun.

“Enten mriki ket tahun 1980 sak yah ngeten [Sudah sejak 1980 hingga saat ini berada di sini],” kata pria yang akrab disapa Mbah Pairo tersebut saat ditemui wartawan di Pasar Cawas, Selasa (11/7/2017).

Advertisement

“Enten mriki ket tahun 1980 sak yah ngeten [Sudah sejak 1980 hingga saat ini berada di sini],” kata pria yang akrab disapa Mbah Pairo tersebut saat ditemui wartawan di Pasar Cawas, Selasa (11/7/2017).

Tingginya semangat kerja Mbah Pairo tak lain untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Ia pun memiliki prinsip hidup jujur. Dari hasil keringatnya menawarkan jasa becak, ia berhasil menyekolahkan tiga putri serta seorang putranya hingga lulus. Bahkan, dua anaknya bisa disekolahkan hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Anak keempat Mbah Pairo, Azib Triyanto, merampungkan pendidikannya hingga jenjang S1 di UGM Yogyakarta. “Kula adus kringet dingge nguliahke teng UGM [saya mandi keringat untuk menguliahkan ke UGM],” tutur pria yang tinggal di Dukuh/Desa Talang, RT 002/RW 004, Kecamatan Bayat.

Advertisement

Niatnya beribadah haji muncul sejak lama. Niat itu semakin kuat setelah anak-anaknya sudah berumah tangga. Dari hasil kerja kerasnya, ia menyisihkan uang untuk ditabung hingga bisa mendaftarkan diri untuk menunaikan haji sekitar 2010 lalu.

“Awale niku kula sing genah buruh becak kepengin ibadah haji karena panggilan Allah. Gandeng wong buruh becak klumpuk-klumpuk dilalah kula angsal panggilane Allah saget mangkat [Awalnya itu saya buruh becak ingin ibadah haji karena panggilan Allah. Karena saya buruh becak, mengumpulkan biaya mendapat panggilan Allah untuk berangkat],” kata kakek dari lima orang cucu itu.

Total biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun ini Rp35 juta perorang. Total biaya yang harus dikeluarkan Mbah Pairo bersama istrinya yakni Rp70 juta. Biaya itu dilunasi menggunakan uang hasil menyisihkan dari jasa becak.

Advertisement

Saat mendaftar pada 2010 lalu, Mbah Pairo sudah memiliki tabung Rp13,5 juta. “Carane ngumpulke rahasia. Penghasilane ora tentu [cara mengumpulkan rahasia. Penghasilan juga tidak menentu],” urai dia.

Mbah Pairo termasuk orang yang gemar menabung. Ia menceritakan pernah mengumpulkan uang receh di kaleng bekas hingga bisa digunakan untuk biaya persalinan salah satu anaknya.

Mbah Pairo tak menampik banyak orang yang terkejut ia bersama istrinya bisa berangkat beribadah haji. Banyak orang yang menitip doa kepadanya ketika berada di Tanah Suci agar bisa mengikuti jejak untuk berangkat beribadah haji.

Advertisement

Putra keempat Mbah Pairo, Azib Triyanto, mengatakan biaya pemberangkatan ibadah haji ibu dan bapaknya murni dari hasil usaha orang tuanya dengan pekerjaan utama sebagai pengayuh becak. Mbah Pairo dikenal sebagai pekerja keras.

Saat pagi, ia menggarap sawah sebelum berangkat menawarkan jasa becak. Sepulangnya dari bekerja, ia mengurusi ternak sapi. “Sejak muda memang bapak sudah membecak. Hasil dari becak itu ditabung. Setahu saya ada yang digunakan untuk membeli sapi,” tutur Azib.

Azib tak mengetahui secara persis sejak kapan bapaknya mengumpulkan uang untuk berangkat haji. Saat mendaftar, kedua orang tuanya memanfaatkan dana talangan dari salah satu perbankan.

Saat itu, Mbah Pairo sudah memiliki tabungan Rp13,5 juta. Tabungan itu untuk setoran awal dana talangan beribadah haji. “Dulu itu ada dana talangan untuk beribadah haji. Saat itu, total biaya yang dibutuhkan Rp51 juta [untuk pendaftaran Mbah Pairo dan Laminem] termasuk untuk pembukaan rekening di Bank Syariah Mandiri. Mendaftar sejak awal 2011. Modal dana talangan itu bisa dilunasi melalui BMT di Cawas pada akhir 2012. Setiap ada uang pasti ditabung,” ungkap pria lulusan Teknik Elektronika UGM tersebut.

Sisa pembayaran BPIH dilunasi juga dari hasil menabung. Azib menuturkan bapaknya memiliki niatan kuat berangkat haji setelah ia pulang dari menunaikan haji pada 2010 lalu. Ia menuturkan apa yang dilakukan orang tuanya merupakan buah dari niatan serta usaha yang bersungguh-sungguh.

“Dalam beragama Islam itu, kalau kita berniat kuat dan yakin sembari usaha pasti ada jalan,” kata Ketua Angkatan Muda Haji Indonesia (AMHI) Klaten tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif