News
Senin, 10 Juli 2017 - 18:30 WIB

Meski Kontroversial, Pansus Hak Angket KPK Dianggap Sah Oleh Yusril

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (ketiga kiri) berjalan keluar LP Sukamiskin seusai menemui narapidana kasus korupsi, Kamis (6/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Agus Bebeng)

Pansus hak angket KPK dianggap sah oleh Yusril Ihza Mahendra.

Solopos.com, JAKARTA — Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan Pansus Hak Angket KPK yang dibentuk DPR telah sesuai dengan konstitusi. Pernyataan itu disampaikan Yusril menjawab keraguan sejumlah pihak atas legalitas keberadaan panitia khusus yang dibentuk DPR tersebut.

Advertisement

Pansus Hak Angket KPK yang dibentuk DPR, katanya, telah sesuai dengan pasal 79 ayat 3 Undang-Undang MD3. Dasarnya, kata Yusril, dalam pasal tersebut, DPR disebutkan memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah.

“Secara hukum tata negara karena KPK dibentuk oleh undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang itu DPR dapat melakukan angket terhadap KPK,” kata Yusril dalam sidang Pansus Angket KPK di Gedung DPR, Senin (10/7/2017).

Selain itu, Yusril juga menerangkan posisi KPK dalam sistem hukum tata negara. Dia mengatakan bahwa lembaga antirasuah masuk ke dalam jajaran ekekutif dalam trias politica. “Tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan itu tugas eksekutif,” ujar Yusril.

Advertisement

Dengan demikian, dalam seluruh pembahasan RUU tentang KPK, yang menjadi kekhawatiran adalah KPK akan tumpang tindih dengan dua lembaga lain eksplisit polisi dan jaksa. “Kalau tumpang tindihnya dengan polisi dan jaksa jelas itu eksekutif,” ujarnya.

Pendapat ini berlawanan dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai Pansus Hak Angket KPK tidak mempunyai kekuatan hukum karena tak memenuhi persyaratan. “Saya beranggapan sejak awal Pansus KPK itu ilegal. Karena keputusan paripurna tanggal 28 April itu cacat hukum,” kata peneliti ICW Donal Fariz beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan bahwa penetapan pansus itu dalam sidang paripurna yang dipimpin Fahri Hamzah tidak menggunakan mekanisme Pasal 199 Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Berdasarkan pasal itu, kata dia, putusan dianggap sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah seluruh anggota DPR, dan disetujui oleh lebih dari setengah anggota yang hadir.

Advertisement

“Mekanisme itu kan tidak dijalankan di dalam angket kemarin, karena saudara Fahri Hamzah sebagai pemimpin sidang langsung mengetuk palu secara sepihak. Nah, karena proses sejak awal sudah cacat hukum, maka kerja-kerja pansus itu akan cacat hukum,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif