Jogja
Sabtu, 8 Juli 2017 - 08:22 WIB

PELECEHAN SEKSUAL ANAK : Tanpa Unsur Pemaksaan, Pelaku Tetap Dapat Terjerat UUPA

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pencabulan atau penculikan terhadap anak (JIBI/Dok)

Pelecehan seksual anak terjadi di Bantul

Harianjogja.com, BANTUL– Lebih dari 20 anak di Bantul menjadi korban kejahatan seksual dalam tiga tahun terakhir. Penjahat anak bertebaran mulai dari saudara, pacar hingga guru.

Advertisement

Baca Juga : PELECEHAN SEKSUAL ANAK : 3 Tahun Terakhir, 24 Anak Jadi Korban

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Bantul AKP Anggaito Hadi Prabowo mengatakan, lembaganya telah berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) untuk turut mencegah bertambahnya penjahat anak tersebut. Sebab, sebagian kasus kejahatan tersebut dilakukan oleh guru yang harusnya memberi teladan yang baik bagi anak didiknya.

“Kami juga beberapa kali ke sekolah. Termasuk mengimbau orang tua supaya anaknya tidak mudah dipegang oleh orang lain,” kata Anggaito, Jumat (7/7/2017).

Advertisement

Sebagian kasus yang dialami korban kata dia tidak terjadi unsur pemaksaan alias pemerkosaan. Korban anak, kadang melakukan hubungan seksual dengan pelaku atas dasar suka sama suka. Namun, pelaku dan banyak masyarakat belum memahami bahwa anak tetaplah sebagai korban kendati tak dipaksa melakukan hubungan seksual.

“Walaupun anak itu yang meminta melakukan hubungan seksual tetap tidak boleh, pelaku yang telah dewasa harus menolak karena anak enggak tahu. Pelaku tetap dapat dijerat UUPA [Undang-undang Perlindungan Anak]  selama korbannya adalah anak,” tegas Anggaito.

Selama ini kata dia, sosialisasi UUPA tak kurang dilakukan. Sosialisasi UUPA dilaksanakan melalui berbagai forum yang melibatkan masyarakat banyak atau melalui seminar. Polres juga menggerakkan Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) untuk menyosialisasikan UUPA. Harapannya, agar semakin banyak masyarakat paham, bahwa kejahatan seksual terhadap anak tidak dapat ditolerir kendati dilakukan suka sama suka.

Advertisement

Humas Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Bantul Ponijo Ibnu Harto menanggapi sejumlah kasus kejahatan seksual yang melibatkan guru madrasah. MTs dan MA secara kelembagaan berada di bawah naungan Kantor Kemenag. Menurut Ponijo tidak kurang sosialisasi disampaikan ke para guru untuk mencegah kejahatan seksual pada peserta didiknya.

“Meski dia guru di sekolah agama, tidak ada jaminan moralnya lebih baik dan tidak melakukan perbuatan asusila,” tegas Ponijo Ibnu Harto. Orang tua dan murid menurutnya tetap harus waspada terhadap potensi kejahatan seksual yang mengintai di mana-mana.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif