News
Senin, 3 Juli 2017 - 18:30 WIB

Kode Patrialis dan Perantara Suap Hakim MK, Ada "Eceran" & "Grosiran"

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus dugaan suap judicial review di Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (tengah) meninggalkan ruangan seusai mengikuti sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (13/6/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Percakapan Patrialis Akbar dengan perantara suap hakim MK diputar di pengadilan. Mereka memakai kode “eceran” dan “grosiran”.

Solopos.com, JAKARTA — Ada hal menggelitik yang muncul dalam sidang kasus suap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjerat Patrialis Akbar. Mantan hakim MK itu berkomunikasi dengan perantara pemberi suap, Kamaludin, menggunakan kata sandi “eceran” dan “grosiran” untuk mendekati hakim MK lainnya.

Advertisement

Hal itu terungkap dalam sadapan percakapan telepon antara Patrialis Akbar dan Kamaludin pada 30 November 2016 yang diputar dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/7/2017). Dalam percakapan tersebut, keduanya menggunakan panggilan “antum” (saya) dan “ana” (saya) sebagai kata ganti orang pertama dan kedua.

Selain itu, ada panggilan “adinda” untuk seseorang yang sedang mereka bicarakan dan selanjutnya ditanyakan identitasnya oleh jaksa. Berikut petikannya komunikasi Patrialis dengan Kamaludin yang dikutip Solopos.com dari Antara:

Advertisement

Selain itu, ada panggilan “adinda” untuk seseorang yang sedang mereka bicarakan dan selanjutnya ditanyakan identitasnya oleh jaksa. Berikut petikannya komunikasi Patrialis dengan Kamaludin yang dikutip Solopos.com dari Antara:

Patrialis: Ndak mau?
Kamaludin: he-eh, dia tahu katanya.
Patrialis: oh hah?
Kamaludin: Nggak mau kalau itu katanya.
Patrialis: yang itu yang grosiran itu kan?
Kamaludin: iya dia bilang gawat itu katanya (tertawa)
Patrialis: iya iya.
Kamaludin: bener (tertawa) iya.
Patrialis: iya memang.
Kamaludin: iya dia jangan jangan deh jangan bos jangan deh katanya (tertawa).
Patrialis: itu kan pedagang grosiran.
Kamaludin: betul betul pedagang ini. Pedagang enggak bukan partai kecil pasti ininya apa? Bukan partai kecil. Eee sendal jepit enggak mau dia.
Patrialis: enggak ada eceran enggak ada.
Kamaludin: enggak ada eceran grosir (tertawa).
Patrialis: ah terus antum udah temui adinda itu.
Kamaludin: oh belum. nanti jangan ana ada lagi ini temennya juga temennya dia ana utus dia aja jadi seolah olah enggak ada hubungan ama ana.
Patrialis: oh kalo gitu gini deh.
Kamaludin: hemmm.
Patrialis: Ana juga lagi pikirin deh.
Kamaludin: ah itu lebih…
Patrialis: Kalo ada pe…ada kalau enggak kita pakai pesawat lain juga boleh.
Kamaludin: boleh pesawat lain bos siap.
Patrialis: heem iya ane.
Kamaludin: mantap bos, antum di mana?
Patrialis: ane pikirin, ini udah mau pulang nih.
Kamaludin: Mau makan dulu enggak?
Patrialis: Kita abis makan nih hah.

Jaksa penuntun umum KPK Lie Putra Setiawan kemudian menanyakan maksud dari “grosiran” tersebut kepada Patrialis yang hadir dalam sidang. “Apa maksud saudara mengatakan ‘yang grosiran kan?’,” tanyanya.

Advertisement

“Yang grosiran itu itu adalah kata-kata saksi,” tegas jaksa Lie. “Berarti ada yang putus,” jawab Patrialis.

“Apa rekamannya mau diulang?” cecar jaksa Lie. “Artinya yang mengucapkan kalimat grosiran pertama itu adalah Pak Kamal, terus saya reflek itu bukan grosiran,” ujar Patrialis menjawab.

Ketua majelis hakim, Nawawi Pamolango, kemudian menanyakan apa maksud “grosiran” itu, yang dijawab oleh Patrialis bahwa ia tidak begitu paham.

Advertisement

Jaksa Lie mengatakan bahwa pada menit pertama detik 54 percakapan, Patrialis menyebut “Itu kan pedagang grosiran”. “Ini kata-kata Anda, tetap tidak mengerti?” cecar jaksa Lie lagi.

“Itu atas respons saya terhadap perkataan Pak Kamal,” jawab Patrialis. “Pada menit ke-2 detik ke-4 saudara mengatakan juga ‘gak ada eceran’, tetap tidak paham?” tanya jaksa Lie lebih lanjut. “Kalau ada grosiran berarti eceran tidak ada,” ujar Patrialis.

Selain tentang “grosiran” dan “eceran”, jaksa juga menanyakan kepada Patrialis siapa “adinda” yang dimaksud dalam percakapan itu. Patrialis mengatakan, “adinda” adalah Surya.

Advertisement

“Kenapa Saudara Surya perlu dihubungi?” tanya jaksa Lie. “Karena kan Pak Kamal menanyakan terus kepada saya, saya tidak bisa silakan saja,” jawab Patrialis.

“Maksud saksi agar Kamaludin mempergunakan juga jasa Surya ini untuk menghubungi Suhartoyo?” ujar jaksa Lie, yang kemudian dibenarkan oleh Patrialis. “Betul,” jawabnya.

Lalu, jaksa mempertanyakan maksud percakapan menit ke-2 detik ke-28, di mana Patrialis mengatakan ‘kalau ada ya ada, kalau enggak kita pakai pesawat lain juga boleh’.

“Saya tidak ingat itu yang mulia, mohon maaf,” kata Patrialis membalas. “Tapi pembicaran itu ada?” tanya jaksa Lie.

“Selama rekaman itu ada, pasti ada pembicarannya. Saya dari awal tidak membantah tapi ujungnya saya tidak pernah bicara masalah uang,” jawab Patrialis.

Dalam sidang hari ini, Patrialis menjadi saksi untuk terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny yang didakwa memberikan uang sejumlah US$50.000 (sekitar Rp690 juta), Rp4,043 juta dan menjanjikan uang Rp2 miliar kepada Patrialis untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas UU No 41/2014 tentang Perubahan atas UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif