News
Sabtu, 1 Juli 2017 - 05:00 WIB

KISAH TRAGIS : Larangan Imigran Muslim Diberlakukan, Pegawai PBB Ini Terusir dari AS

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Khaled Almaiji (Theguardian.com)

Kisah tragis kali ini tentang pegawai PBB yang terusir dari AS setelah kebijakan larangan imigran muslim diberlakukan.

Solopos.com, TORONTO – Kebijakan pembatasan imigran dari enam negara muslim yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mulai diberlakukan setelah disetujui Mahkamah Agung. Pemberlakuan kebijakan tersebut berimbas buruk pada seorang dokter asal Suriah yang bekerja di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Khaled Almiaji.

Advertisement

Dilansir The Guardian, Kamis (29/6/2017), Khaled yang tercatat sebagai penerima beasiswa pasca-sarjana di Brown University, AS, tak bisa melanjutkan kuliahnya. Sebab, setelah kebijakan larangan imigran diberlakukan, ia tak bisa leluasa kembali ke Negara Paman Sam untuk melanjutkan studinya. Padahal, profesinya sebagai dokter sekaligus relawan kemanusiaan membuatnya harus bolak-balik ke beberapa negara.

Sejak Trump mengusulkan kebijakan pembatasan imigran, Khaled tidak bisa kembali ke AS untuk melanjutkan kuliah. Sebab, negaranya masuk dalam daftar yang tidak diperkenankan masuk ke sana. Beruntung, Mahkamah Agung AS memberlakukan peraturan khusus bagi imigran negara muslim yang sedang menempuh studi.

Tapi, meski telah diizinkan kembali ke AS, Khaled memilih melanjutkan kuliahnya di University of Toronto, Kanada. Menurutnya, Kanada adalah tempat yang lebih aman baginya saat ini. Sebab, ia harus menjalankan misi kemanusiaan di Turki.

Advertisement

“Aku rasa Kanada adalah tempat terbaik. Tinggal di Toronto akan membuka kesempatan lebih besar untuk melanjutkan pendidikan dan pekerjaanku. Selain itu, aku juga bisa leluasa kembali ke sini kapanpun setelah menyelesaikan misi kemanusiaan di Turki,” kata Khaled.

Khaled merasa sedih dengan kebijakan larangan imigran dari negara muslim yang berlaku di AS. Sebab, beberapa waktu lalu ia sempat tidak bisa kembali ke AS setelah melakukan pekerjaan di Suriah. Padahal, di AS ia meninggalkan istrinya, Jehan Mouhsen, yang tengah hamil muda seorang diri.

“Saat kebijakan itu sedang diuji coba, aku sedang berada di Suriah. Saat aku hendak kembali, tiba-tiba pihak AS mencabut visaku tanpa alasan yang jelas. Padahal saat itu istriku tengah hamil muda dan sendirian di sana. Saat itu, seorang pengacara mengatakan aku bisa kembali ke AS dengan catatan harus menetap. Itu jelas tak mungkin, karena profesiku saat ini,” kenang dia.

Advertisement

Beruntung, pihak Brown University membantu mengurus visa Khaled. Namun, usaha mereka menemui jalan buntu. Pihak kampus lantas menghubungi University of Toronto untuk merekomendasikan Khaled melanjutkan studinya di sana.

Setelah melalui proses cukup panjang, akhirnya pihak University of Toronto menyetujui permohonan Khaled. Mereka menganggap tindakan kemanusiaan yang dilakukan Khaled layak mendapat dukungan.

“Sebagai sosok yang berpengalaman di bidang kesehatan masyarakat dan telah diakui secara global, Khaled tentu akan memperkaya wawasan mahasiswa kami,” kata Howard Hu, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat di University of Toronto.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif