News
Sabtu, 24 Juni 2017 - 03:00 WIB

Mengomersialkan Budaya Indonesia, Pihak Asing Dikenai Aturan Pembagian Manfaat

Redaksi Solopos.com  /  Ayu Prawitasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Reyog Manggala Bhayangkara saat tampil dalam acara Napak Tilas Pahlawan Nasional Komisaris Jenderal Polisi Dr. Moehammad Jasin di Alun-alun Kota Madiun, Jatim, Senin (18/1/2016). (Polresponorogo.com)

Pemerintah mengenakan aturan pembagian manfaat (benefit sharing) kepada pihak asing yang mengomersialisasi budaya Indonesia.

Solopos.com, JAKARTA—Undang-Undang (UU) Pemajuan Budaya telah disahkan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis (27/4/2017).

Advertisement

Salah satu hal yang tercantum dalam UU tersebut adalah ketentuan pihak asing dalam memanfaatkan objek pemajuan kebudayaan milik Indonesia. Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan pemerintah Indonesia bisa memberikan izin kepada pihak asing yang ingin memanfaatkan objek budaya Indonesia.

Namun, ada syarat yang harus dipenuhi yakni benefit sharing atau pembagian manfaat. Pada Pasal 37 UU Pemajuan Kebudayaan disebutkan industri besar dan/atau pihak asing yang akan memanfaatkan objek pemajuan kebudayaan untuk kepentingan komersial wajib mengantongi izin pemanfaatan dari menteri (Mendikbud).

“Izin bisa diberikan jika memenuhi beberapa ketentuan, salah satunya benefit sharing atau pembagian manfaat. Misalnya jelas benefit sharing-nya antara yang memiliki [Indonesia] dengan yang menggunakan [pihak asing],” ujar Hilmar saat jumpa pers di Kantor Kemendikbud Jakarta seperti dilansir Kemendikbud, Rabu (21/6/2017).

Advertisement

Pembagian manfaat tersebut tidak harus berupa materi atau uang. Izin bisa diajukan dan diberikan apabila objek pemajuan kebudayaan tersebut sudah masuk dalam Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu.

Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu adalah sistem data utama kebudayaan yang mengintegrasikan seluruh data kebudayaan dari berbagai sumber. “Karena saat ini kita tidak tahu datanya. Misalnya Gending Bali yang kerap dimainkan di negara lain. Kalau sudah masuk Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu, kita akan tahu datanya, misalnya aslinya dari desa mana di Bali,” tutur Hilmar.

Dalam Pasal 15 UU Pemajuan Kebudayaan tercantum Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu dibentuk Mendikbud untuk mendukung pemajuan kebudayaan. Sistem pendataan kebudayaan terpadu berisi data mengenai empat hal yakni objek pemajuan kebudayaan; sumber daya manusia kebudayaan, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan; sarana dan prasarana Kebudayaan; dan data lain terkait kebudayaan.

Advertisement

“Undang-undang Pemajuan Kebudayaan ini sekaligus mengingatkan kita bahwa kita punya kekayaan budaya yang sangat kaya. Kalau diolah dengan baik bisa mendukung kehidupan sosio ekonomi masyarakat,” kata Hilmar.

Ia menuturkan saat ini Kemendikbud terus mendata kebudayaan. Pendataan tersebut juga akan dilakukan dengan bekerja sama dengan Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. Kemendikbud sebagai perwakilan pemerintah pusat juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan Kementerian Dalam Negeri dalam mendata objek pemajuan kebudayaan di daerah-daerah.

Berdasarkan Pasal 5 UU Pemajuan Kebudayaan, terdapat sepuluh objek pemajuan kebudayaan meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif