Jogja
Kamis, 22 Juni 2017 - 14:55 WIB

Pemerintah Didorong Swasembada Tembakau

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang petani tembakau di Desa Wareng I, Kecamatan Wonosari, Sudadi sedang memetik tembakau pada masa paenen pertama. Selasa (6/6/2017). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Meski menjadi salah satu komoditas strategis nasional, perkembangan pertanian tembakau dinilai masih kurang optimal

 
Harianjogja.om, SLEMAN- Meski menjadi salah satu komoditas strategis nasional, perkembangan pertanian tembakau dinilai masih kurang optimal. Sebab jumlah produksi tembakau belum mampu mencukupi permintaan industri, bahkan lahan pertaniannya cenderung menyusut.

Advertisement

Berdasarkan catatan Asosiasi Petani Tembakai Indonesia (APTI), produksi tembakau selama beberapa tahun terakhir masih dibawah 200.000 ton. Padahal permintaan pasar mencapai lebih dari 300.000 ton. Selisih tersebut terpaksa harus dipenuhi oleh impor.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Sri Wening Swasono mengatakan, tembakau berbeda dengan komoditas-komoditas strategis pertanian lainnya. Pertanian tembakau bahkan belum mendapatkan dukungan dan bantuan untuk bisa meningkatkan produktivitas.

Advertisement

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Sri Wening Swasono mengatakan, tembakau berbeda dengan komoditas-komoditas strategis pertanian lainnya. Pertanian tembakau bahkan belum mendapatkan dukungan dan bantuan untuk bisa meningkatkan produktivitas.

“Akibatnya, tingkat produktivitas dan kualitas tembakau yang dihasilkan belum dapat mencukupi permintaan industri,” katanya dalam diskusi Merti Tani Tembakau, Selasa (20/6/2017).

Minimnya bantuan yang diterima oleh petani tembakau, lanjutnya, berdampak pada meningkatkan ongkos produksinya sehingga tidak kompetitif. Selain itu, tata niaga pertanian yang kompleks juga menjadi salah satu hambatan utama perkembangan komoditas tembakau.

Advertisement

Kondisi itu berdampak pada nilai keuntungan yang seharusnya diterima oleh petani sebagian besar hilang akibat peran pihak ketiga. “Kami berharap Pemerintah dapat membantu menyederhanakan tata niaga pertanian tembakau sehingga kesejahteraan petani juga akan meningkat,” harapnya.

Antropolog UGM, PM. Laksono menyatakan, tembakau masih menjadi pilihan petani dalam bercocok tanam saat musim kemarau. Menurutnya, ditinjau dari berbagai perspektif, baik dari sisi hukum, ekonomi, sosial budaya, maupun kesehatan, tembakau menjadi komoditas yang sangat fenomenal.

Dari sisi serapan tenaga kerja, berdasarkan catatan yang dia miliki, saat ini terdapat 6,1 juta orang baik langsung maupun tidak langsung hidupnya terkait dengan komoditas ini.

Advertisement

“Munculnya kelompok yang pro kesehatan agar Indonesia meratifikasi FCTC, menimbulkan pro dan kontra terhadap nasib tembakau Indonesia. Masalah ini tentunya perlu disikapi secara bijaksana,” harap dia.

Semestinya, usul dia, pemerintah mendorong swasembada tembakau. Sebab Indonesia dinilai memiliki potensi untuk menjadi salah satu produsen komoditas tembakau terbesar di dunia. “Saat ini hanya beberapa perusahaan yang telah menjalankan program kemitraan dan cakupannya pun masih dinilai sangat minim,” sesalnya.

Kepala Bidang Pengolahan Pemasaran Sarana Prasarana Kelembagaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY Ika Hartanti menegaskan, tanaman tembakau merupakan komoditas legal tidak dilarang. Pihaknya berusaha mengakomodir kebutuhan petani tembakau menggunakan dana APBD I dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Advertisement

“Selama ini dana dari DBH CHT ini di DIY bisa dikatakan masih utuh belum banyak diakses oleh teman-teman kelompok tani,” ungkap Ika.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif